Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, Endro Dwi Cahyono menyebutkan radikalisme dan terorisme terus mengintai.
Hal ini dikarenakan jumlah muslim sangat mayoritas, banyak gerakan radikal, WNI yang berjihad di luar negeri dan pulang kembali ke Indonesia, kepulangan WNI dari Suriah inilah yang memicu persebaran benih radikalisme dan terorisme, kesenjangan sosial dan ekonomi.
Menurutnya, radikalisme dan terorisme terus mengintai di sekitar kita. Pasalnya, berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), penanganan konten radikalisme dan terorisme tahun 2017-April 2019 total ada 13.151 kasus.
“Kasus paling banyak terdapat di media sosial (Medsos), Facebook ataupun Instagram yakni ada 9.452 kasus sedangkan Twitter ada 1.411 kasus,” katanya saat mengisi acara di Kantor Kecamatan Pati.
Ia melanjutkan terorisme masih menjadi ancaman serius terhadap toleransi dan kerukunan bangsa. Apalagi di Jawa Tengah merupakan provinsi yang majemuk, beragam dan toleransi.
“Jawa Tengah memiliki falsafah tepo sliro (saling menghargai), lembah manah dan andhap asor (rendah hati) serta senantiasa mengedepankan gotong royong dan kekeluargaan,” tegas Endro.
Ia menegaskan Jawa Tengah juga merupakan provinsi yang menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman. Banyak praktik pelaksanaan toleransi yang dapat diceritakan.
Sebagai informasi, Youth Labs yang dilaporkan dalam buku “Generasi Phi: Memahami Milenial Pengubah Indonesia”. Dalam penelitian yang menyasar berbagai kelompok anak muda di berbagai daerah di Indonesia menyimpulkan, menguatnya tren peningkatan keagamaan generasi milenial menyebabkan persepsi keagamaan generasi muda sangat dominan.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta, acara-acara yang mengemas gairah anak muda dan keislaman selalu dibanjiri pengunjung, khususnya generasi milenial.
Leave a Review