Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf meminta agar fikih peradaban atau wacana tentang masa depan peradaban dunia yang digagas PBNU dijabarkan dalam pendidikan anak-anak. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan toleransi sejak dini sehingga mengurangi konflik antarumat. Bahan ajar saat ini dinilai tidak mengikuti perkembangan zaman yang mengedepankan kebersamaan dunia daripada mengutamakan kelompok sendiri.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, menjelaskan, fikih yang merupakan buah pemikiran dari piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis. Oleh karena itu, hal tersebut dinilai penting untuk diajarkan kepada anak-anak sebagai dasar karakter sebagai manusia yang toleran dan beradab.
”Harapannya wawasan ini bisa dijabarkan dalam beragam produk akademik yang kita butuhkan, misalnya bahan ajar untuk anak-anak, karena belum ada sampai kini. Saya dari dulu sampai anak saya sekarang belajar tarikhnya yang isinya akuntansi perang, belum ada bahan ajar alternatif,” kata Gus Yahya dalam seminar nasional bertajuk ”Prospek dan Tantangan Fiqh Peradaban sebagai Solusi Krisis Tata Dunia Global”, di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (27/3/2023).
Harapannya wawasan ini bisa dijabarkan dalam beragam produk akademik yang kita butuhkan, misalnya bahan ajar untuk anak-anak, karena belum ada sampai kini.
Sebagai contoh, dalam aturan fikih mengajarkan ketika terjadi konflik, setiap Muslim wajib membela sesama umat Islam dan memerangi pihak yang memerangi kelompok Islam. Namun, Gus Yahya menilai, apabila aturan itu tetap dilakukan saat ini, dunia akan runtuh.
Fikih ini diinisiasi Gus Yahya dalam forum pemimpin agama, sekte, dan kepercayaan dari seluruh negara anggota G20 atau R20 (Religion of Twenty) pada tahun 2022 dalam isu kehidupan beragama yang damai dan toleran. Hal itu kemudian dibawa ke Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pertama yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, Februari lalu. Dua forum itu punya perhatian sama, yakni mendorong agama-agama, termasuk Islam, jadi bagian dari solusi krisis global.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Siti Zuhro menilai, Indonesia telah menempatkan perdamaian dunia dalam dasar negara. Maka, setiap orang sedari kecil harus ditanamkan kesadaran bahwa manusia hidup berdampingan satu sama lain.
Dibangun Negara
Namun, Siti melihat kedamaian itu harus dibangun dari negara sendiri lebih dulu. Banyaknya konflik dan politik identitas yang dipermainkan oleh politisi untuk memecah belah bangsa semakin menghambat upaya mencapai kedamaian. ”Hari ini, demokrasi tidak berkorelasi positif terhadap pembangunan peradaban sehingga memunculkan kekosongan norma,” kata Siti.
Menurut dia, masyarakat Indonesia pada dasarnya sangat menghargai kemajemukan, tetapi kesenjangan sosial ekonomi terlalu lebar menumbuhkan konflik. Pemikiran fikih peradaban seharusnya bisa menjadi jawaban untuk menumbuhkan persatuan bangsa.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ali Munhanif menambahkan, Indonesia sebagai negara yang menganut Bhinneka Tunggal Ika perlu rekonsiliasi antara bangsa dan negara dengan nilai-nilai pemersatu yang ditanamkan sejak dini. Fikih peradaban yang digagas PBNU akan menjadi pendidikan keadaban bagi masyarakat.
”Fikih ini bisa melengkapi dan menyempurnakan masalah ketidakselesaian antara Islam, negara, dan demokrasi dalam satu paket bahwa masyarakat agama mempunyai cara berpikir sendiri untuk mengambil pilihan hidup dalam sebuah bangsa,” ucapnya, menambahkan.
Menurut Ali, gagasan fikih peradaban ini sangat layak untuk diturunkan ke dalam sistem pendidikan di seluruh dunia demi menciptakan generasi yang lebih toleran dan damai. Namun, akan ada tantangan dalam penerapannya karena berbenturan dengan ideologi dan kepentingan negara masing-masing.
Repost dari Kompas.id
Leave a Review