Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkomitmen mencegah penyusupan aksi terorisme di lingkup Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu instansi pemerintah itu menjadi target kelompok teroris untuk menyebar radikalisme dan ekstremisme.
“Pencegahannya kita kesiapsiagaan nasional, kemudian kita melakukan kontra radikalisasi, kontra narasi, kontra propaganda, kontra ideologi,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid kepada Medcom.id, Kamis, 3 Februari 2022.
Ahmad mengatakan BNPT telah mengantisipasi masuknya kelompok radikal dan teroris di tempat kerja. Yakni, bekerja sama dengan BUMN untuk profiling dan skrining Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan BUMN, hingga pegawai perusahaan swasta lainnya.
“(Caranya) kita cek penggunaan dana CSR, supaya tidak salah menyalurkan,” ungkap Ahmad.
Ahmad menyebut pihaknya juga akan bekerja sama untuk menjamin dan memastikan masjid atau sarana tempat peribadatan di perusahaan BUMN maupun swasta tidak terafiliasi dan tidak dikuasai oleh kelompok-kelompok jaringan radikal atau terorisme. Masjid, kata dia, bisa disalahgunakan menjadi tempat terselubung untuk menyebarkan paham-paham radikalisme dan terorisme tersebut.
BNPT mengukur Indeks Potensi Radikalisme di BUMN dan lainnya pada 2019. Hasilnya, sebanyak 9,2 persen pegawai BUMN disebut telah terpapar paham radikalisme.
Kemudian, untuk perusahaan swasta ada sebanyak 23 persen, ASN 19 persen. Lalu, pelajar SMA maupun mahasiswa lebih dari 23 persen.
“Itu yang sudah masuk Indeks Potensi Radikalisme, bukan terorisme,” ungkap jenderal polisi bintang satu itu.
Indikator Indeks Potensi Radikalisme itu, kata Ahmad, beridieologi takfiri. Menurut dia, semua teroris dan radikal itu akar ideologinya takfiri, yakni mengkafirkan yang berbeda baik beda agama, suku, paham, dan kelompok.
“Nah, ideologi takfiri ini yang memunculkan sikap eksklusif, merasa paling benar sendiri, merasa paling agamis, eksklusif terhadap perubahan ataupun intoleransi terhadap keberagaman maupun perbedaan,” jelasnya.
Indikator kedua, lanjut Ahmad, orang tersebut diketahui antipemerintahan yang sah. Artinya, memiliki sikap membenci dan membangun gangguan atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara atau pemerintah, atau pemimpin pemerintahan yang sah.
“Karena ini sejati gerakan politik dengan memanipulasi agama, mempolitisasi agama, mendistorsi agama untuk kekuasaan dan agenda mengganti idoelogi negara Pancasila dengan ideologi transnasional atau ideologi khilafah,” ungkap Ahmad.
Indikator ketiga yaitu antipancasila. Menurut Ahmad, orang yang telah terpapar paham radikalisme dan terorisme itu menganggap Pancasila togut, Pancasila tidak produk Islam. Sehingga, mereka pro khilafah atau pro idoelogi transnasional.
“Inilah orang-orang yang sudah masuk Indeks Potensi Radikalisme. Ini otomatis atau biasanya mereka simpatisan dari kelompok-kelompok jaringan teror yg ideologinya sama, yaitu takfiri,” papar Ahmad.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Boy Rafly Amar menyebut kelompok teroris berupaya menyusup ke instansi pemerintah. Salah satu targetnya, yaitu BUMN.
“Ingin mencoba mendapatkan dukungan dari unsur-unsur yang bekerja di sektor pemerintahan termasuk di BUMN,” kata Boy dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 25 Januari 2022.
Leave a Review