Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Penggalangan Dana Terorisme: Akar Langgengnya Masalah Terorisme

Kabarumat.co – Pada saat masyarakat fokus terhadap Pemilu 2024, netizen sibuk kisruh dengan debat Cawapres yang berlangsung pada Minggu (21/01/24), masalah lain yang tidak boleh dilupakan adalah kasus salah satu warga yang divonis lantaran melakukan penggalangan dana untuk terorisme.

Warga Bandar Lampung, Aris Budianto (46), dihukum 5 tahun penjara karena melakukan kejahatan terorisme. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menyatakan Aris bersalah karena menggalang dana untuk terorisme.

“Menyatakan Terdakwa Aris Budianto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme dan tindak pidana pendanaan terorisme. Menjatuhkan pidana selama 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan,” demikian bunyi putusan PN Jaktim yang dilansir website-nya, Senin (22/1/2024).

Penggalangan dana terorisme adalah kejahatan yang sama besarnya dengan terorisme karena menjadi akar dari langgengnya terorisme. Jika tidak dana, maka segala aktivitas dilakukan oleh para jihadis akan berhenti, seperti: pelatihan untuk merekrut teroris, membeli bahan untuk merakit bom, serta melakukan aktivitas kaderisasi dalam rangka menghidupkan ideologi haram tersebut.

Jika melihat aturan yang berlaku di Indonesia, tindak pidana pendanaan terorisme diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik yang menghambat proses ekstradisi dan/atau permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Dana yang terkumpul digunakan oleh jaringan teroris untuk melakukan aksi-aksi terorisme, seperti mendanai serangan bom, membeli senjata api, rekrutmen kader, dll. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme menunjukkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan tindak pidana terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena melakukan tindak pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.

Pada intinya, pendanaan terorisme ini adalah aktivitas yang mendukung upaya terorisme dari berbagai dari sisi materi. Masalah semacam ini cukup sulit dipecahkan atau bahkan sangat kabur karena, masyarakat tidak tahu secara pasti, bagaimana agar tidak menjadi kelompok yang mendukung pendanaan terorisme. Jika salah satu cara yang dilakukan oleh para teroris untuk memperoleh dana melalui sumbangan dengan kotak amal, bagaimana masyarakat bisa mengetahui ternyata suatu kotak amal disebarkan oleh para teroris. Tentu, ini masalah yang sangat rumit karena tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah terorisme.

Di Tengah Gusarnya Masalah Politik, Para Teroris Bergerilya

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa, berdasarkan informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tahun 2023 tidak ada aksi terorisme di Indonesia. Data ini tidak menunjukkan bahwa terorisme mati di Indonesia, justru sebaliknya. Para teroris terus bergerilya dengan berbagai strategi licik yang sudah direncakan. Penggalangan dana adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa aksi terorisme tidak mati di Indonesia. Memasuki tahun 2024, di mana pesta demokrasi menjadi satu momen penting dalam dinamika demokrasi di Indonesia, tentu akan dimanfaatkan oleh para teroris.

Para teroris akan terus memanfaatkan kehebohan netizen karena pemilu dengan terus menggencarkan strateginya melalui propaganda, dan terus bergerak untuk melakukan penggalangan dana pada setiap organisasi jihadis yang menaungi. Maka dari itu, terorisme bukanlah masalah yang dibuat-buat. Melainkan nyata adanya. Wallahu A’lam.

Advertisements
Muallifah
Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bisa disapa melalui instagram @muallifah_ifa