Kabarumat.co – Untuk mencegah radikalisme dan terorisme pada Gen Z, Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberikan bekal dan pemahaman kepada mahasiswa Unesa.
Intoleransi, kebencian, kekerasan, radikalisme dan terorisme menjadi sekelompok ancaman tahunan yang seringkali dibentengi. Ternyata, simbol-simbol dan ajaran keagamaan kerap dimanipulasi oleh oknum-oknum tertentu dengan maksud yang kurang terpuji.
Wakil Rektor III Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi dan Science Center Unesa, Bambang Sigit Widodo menuturkan, untuk mencegah radikalisme dan terorisme diperlukan komitmen dan kolaborasi seluruh pihak.
“Tidak hanya bisa diserahkan kepada BNPT dan FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) saja, tetapi perlu gotong royong dengan Lembaga Pendidikan Tinggi,” kata Bambang, Jumat (30/8).
Walaupun ancaman itu berpotensi muncul, sepanjang tahun 2023 hingga 2024, Indonesia dinyatakan zero terrorist attack. Riset BNPT juga menemukan bahwa tren pola serangan terorisme berubah dari serangan terbuka (hard approach) menjadi serangan tertutup (soft approach) via media sosial.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayjend TNI Roedy Widodo mengatakan, hasil penelitian BNPT menunjukkan, dari keempat indikator yakni toleransi, intoleransi pasif, Intoleransi aktif, dan intoleransi terpapar, indikator toleransi masih terhitung 70 persen.
Lembaga ini telah memenuhi tugas pokok dalam penanggulangan terorisme yang dinilai berakar dari sikap intoleransi. “Angka ini mewakilkan status Indonesia yang masih tergolong aman dari ancaman terorisme. Namun, tercatat sejak tahun 2023 lalu, pola serangan terorisme diakui bertransisi ke dunia maya, berbeda dengan serangan sebelumnya yang lebih bersenjata,” kata Mayjend TNI Roedy.
Secara praktis, BNPT menyimpulkan aksi-aksi pencegahan ancaman radikalisme ke dalam strategi khusus yang bernama pentahelix. “Strategi ini meliputi kolaborasi dan sinergi multipihak, terutama guna membentuk kekuatan dalam memerangi ancaman radikalisme intoleran,” terangnya.
Kondisi rentannya Gen-Z terhadap penyebaran paham radikal akibat pemakaian gadget yang berlebihan. Parahnya, algoritma media sosial bahkan dapat memperparah paparan radikalisme tersebut. “Cara menyerap informasilah yang menjadi persoalan, karena kemampuan berpikir kritis mulai melemah nilainya,” kata Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Budaya (FBS) Unair, Listiyono Santoso.
Tidak ada upaya literasi terhadap konten-konten di dunia maya, apalagi memilah dan memilih informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jika Gen-Z tidak waspada, maka mereka dapat terprovokasi dengan buah-buah pemikiran intoleran. Hal ini pada akhirnya juga bertentangan dengan amanah konstitusi Perguruan Tinggi, yakni untuk menanamkan nilai kebangsaan bagi mahasiswa.
Kenali Kami Lebih Dekat
Assalamu Alaikum Akhi Ukhti!! Selamat datang di Kabar Umat
Kami hadir setiap saat untuk menyampaikan berita terpercaya serta wawasan keislaman, keindonesiaan dan kebudayaan hanya buat Akhi Ukhti. Bantu sukseskan Visi kami satukan umat kuatkan masyarakat dengan cara share konten kami kepada teman-teman terdekat Akhi Ukhti !