Indonesia memiliki ragam budaya. Banyaknya perbedaan budaya justru dinilai menjadi perekat masyarakat dari berbagai suku dan agama di Indonesia, untuk menjadi sebuah kesatuan. Setidaknya itu yang menjadi bahan pembicaraan Komite Kajian Jakarta (KKJ) dalam sebuah forum bersama para pemuka agama.
Direktur Eksekutif KKJ Syaifuddin menegaskan, perbedaan adalah keniscayaan yang harus dijadikan perekat persatuan, bukan sebaliknya.
“Perbedaan di antara kita adalah keniscayaan. Jangan jadikan perbedaan itu awal masalah. Sebaliknya kita harus menjadikan perbedaan itu perekat persatuan. Di bulan Ramadan ini kita berkumpul dalam acara buka puasa di sini untuk meningkatkan silaturahmi,” kata Syaifuddin di bilangan Pulomas, Jakarta Timur, Sabtu kemarin, 23 April.
Syaifuddin juga mengatakan, Indonesia ini kaya karena keberagaman. Menurutnya, semua itu didapat karena masyarakat menerima perbedaan itu dan menjalaninya dengan kehidupan yang rukun.
“Indonesia besar karena keberagaman suku, agama dan rasnya. Semua itu tidak akan berhasil jika tanpa adanya saling menerima perbedaan tersebut. Dan hal tersebut ialah Sunatullah atau ketentuan Allah yang harus kita terima,” terang Syaifuddin, yang juga menjabat sebagai ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Jakarta Pusat.
Menurutnya, kehadiran para tokoh agama sambul tersenyum, saling sapa dan berbincang-bincang adalah cikal-bakal kerukunan dan kelanggengan hubungan antarumat beragama di Indonesia.
[irp posts=”1044″ name=”10 Tanda-tanda Kiamat Menurut Islam Sesuai Urutan”]
“Inilah realisasi sikap toleransi yang selalu kita gaungkan kepada masyarakat. Jangan sampai toleransi hanya terucap saja tanpa ada aksi di lapangan,” tegasnya.
Saat menggelar buka puasa bersama. Hadir dalam acara ini Ketua PWI Jakarta Sayid Iskandarsyah berserta jajaran pengurus harian, dan tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta. Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Jakarta Pusat Nanda Khairiyah, dari agama Hindu Pandita I Gde Suparta, dari Kristen Pdt. R.B. Rory, dari Konghucu Arief Gunawan. Hadir pula Ketua MUI Jakarta Pusat KH. Robi Fadil, Sekretaris PCNU Jakarta Barat Ust. Endang Hermansyah, Sekretaris PCNU Jakarta Timur Ust. Syarif Cahyono, Warga NU dan tamu undangan lainya.
Lebih lanjut, tokoh Hindu Pandita I Gde Suparta mengatakan hadirnya NU di Jakarta membuat suasana semakin sejuk dan damai.
“Saya hidup di Jakarta sudah 50 tahun. Saat datang pertama, saya sendirian. Di tempat tinggal saya yang Hindu. Namun saya mendapat jaminan keamanan dari seorang Kiai NU dan tokoh Ansor. Mereka jaga dan lindungi kami,” ungkapnya.
Ketua PWI Sayid Iskandarsyah menyambut baik acara yang bertujuan mempererat silarahmi seperti yang dilakukan KKJ yang mengambil momen buka puasa dengan mengundang tokoh lintas agama. “Perbedaan di antara kita jangan menjadi kendala untuk bersama-sama membangun bangsa dan negara ini. Tugas kami sebagai wartawan mewartakan hal yang positif ini agar bisa menjadi inspirasi bagi orang di luar,” tegasnnya.
Leave a Review