Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Moderasi Beragama Itu Sikap Beragama Bukan Soal Akidah

Kabarumat.co – Bekerja sama dengan Satgas Gerakan Keluarga Maslahat Nahdhatul Ulama (GKMNU) Kab. Lebak, Banten, Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) STAI La Tansa Mashiro menyelenggarakan Workshop Moderasi Beragama, di Aula Desa Sumur Bandung Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, Rabu 4 Desember 2024.

Tampak hadir TIM PKM STAI La Tansa, Ketua Satgas GKMNU Lebak KH. Deden Zainul Farhan, Kades Sumur Bandung Budhi Setiawan, dan lainnya. Peserta hadir dari berbagai utusan mulai dari GKMNU, LKKNU, Fatayat, Muslimat, GP Ansor, IPNU-IPPMU, BPD, PKK, Sekolah-sekolah, para RT, tokoh masyarakat dan sebagainya.

Materi Moderasi Beragama disampaikan oleh Ketua Satgas GKMNU Kab. Lebak, KH. Deden Zainul Farhan. Pengasuh Pondok Pesantren al-Farhan Cipanas ini menyampaikan bahwa keluarga harus dibentengi dari hal-hal buruk yang datang dari luar. “Hari ini informasi sangat cepat dan beragam. Kadang diri kita tidak siap menyaring informasi itu. Apa yang harus kita lakukan? Maka kita harus jadi masyarakat yang moderat, yang bisa berdiri di tengah diantara jutaan informasi itu,” ujar mantan Ketua GP Ansor Lebak ini.

Moderasi sendiri, ujarnya, sama sekali bukanlah istilah yang baru. “Ini bahasa Inggris yang diambil dari bahasa Latin. Maknanya tidak berlebihan, di tengah-tengah atau sedang-sedang saja. Dalam istilah Arab ini dipadankan dengan wasath, tawassuth atau wasathiyah,” ujarnya.

Dalam al-Qur’an, katanya, moderat ini ditemukan dalam istilah ummatan wasathan atau umat pertengahan. “Umat yang di tengah. Tidak ke sana dan tidak ke sini,” katanya.

Kiai Deden melanjutkan, bicara moderasi beragama tidak bisa dilepaskan dari konsep agama. Apalagi, kita hidup di Indonesia, yang masyarakatnya menganut berbagai agama. “Semua sektor kehidupan sangat dipengaruhi agama. Karena itu, moderasi beragama harus menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.

Ia berharap, keluarga sebagai kunci hidup bermasyarakat, maka harus bisa memosisikan diri di tengah ketika berhadapan dengan berbagai keragaman masalah di luar. Karena itu, terkait moderasi beragama ini, Kiai Deden menyayangkan orang-orang tertentu yang melihat negatif moderasi beragama.

“Ada yang bilang ini ajaran baru. Tuhannya baru. Nabinya baru. Atau mau memoderatkan agama. Bukan, bukan itu. Ini keliru. Moderasi agama itu lebih ke masalah sikap, bukan maslaah akidah,” ujarnya.

Soal akidah, sesat atau tidak, itu urusan Allah. Bukan urusan manusia. Apalagi soal perbedaan furu’iyah (masalah cabang, bukan pokok), jangan ada klaim sesat dari manusia. “Sekali lagi moderasi itu soal sikap. Tidak ektrim kanan atau tidak ekstrim kiri. Tidak boleh mudah menyesatkan,” katanya.

Ia lalu menyatakan, gemar menyesatkan adalah ciri kelompok yang ekstrim. “Ciri lainnya adalah responsip. Beda dikit ribut misalnya. Itu cirinya,” sambungnya.

Sedangkan prinsip moderasi beragama dalam keluarga, ujarnya, adalah tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang), i’tidal (adil) dan musyawarah (dialog). Di akhir uraiannya, Kiai Deden berharap sikap moderat ini harus ditanamkan sejak dini dalam lingkup keluarga. “Insya Allah akan terwujud keluarga dan masyarakat yang harmonis, maslahat, aman dan damai,” harapnya.

Sebagai informasi, kegiatan ini merupakan rangkaian Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) bekerjasama dengan Gerakan Keluarga Maslahat Nahdhatul Ulama (GKMNU) dan kampus-kampus Islam.