Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Collaborative Governance dan KUPI (Konvergensi Gerakan Intelektual, Kultural, Sosial, dan Spritual)

Collaborative Governance dan KUPI (Konvergensi Gerakan Intelektual, Kultural, Sosial, dan Spritual)

Collaborative governance merupakan pelibatkan aktor-aktor yang secara konstruktif berasal dari berbagai level, baik dalam tatanan pemerintahan dan atau instansi publik, instansi swasta dan masyarakat sipil dalam rangka mencapai tujuan publik yang tidak dapat dicapai apabila dilaksanakan oleh satu pihak. Ulama perempuan termasuk salah satu stakeholder dalam collaborative governance yang mewakili nama masyarakat.  

Ulama perempuan memiliki kotribusi besar untuk pengembangan masyarakat terutama di desa-desa. Pada catatan sejarah Islam telah ditemukan bahwa ulama perempuan telah menjadi bagian dari setiap perkembangan peradaban Islam terutama pada peradaban ilmu pengetahuan.

Ulama perempuan dimaknai sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan mendalam, baik itu laki-laki ataupun perempuan yang memiliki rasa takut kepada Allah (berintegritas), berkepribadian mulia (akhlak karimah), berupaya menegakkan keadilan dan memberikan kemaslahatan pada semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Dengan kehadiran ulama perempuan, diharapkan dapat membantu dengan bersama-sama pemerintah dan swasta dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Perihal ini pun, ulama perempuan di Indonesia mendapat dukungan pemerintah karena Islam Indonesia menempatkan posisi perempuan untuk dapat beraktivitas, berpartisipasi, dan berkontribusi dalam kehidupan keagamaan pada ruang-ruang manapun termasuk ruang publik.

Konsep keterbukaan ini berhasil menjadi landasan atau dasar hadirnya ruang-ruang terbuka yang sengaja ditujukan untuk perkembangan dan partisipasi yang lebih luas untuk para ulama perempuan termasuk hadirnya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).

KUPI telah menjadi ruang perjumpaan antar para ulama perempuan dari berbagai latar belakang yang berbeda, termasuk perbedaan lembaga pendidikan dan organisasi. Sekaligus menjadi wadah untuk melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang ditujuan untuk membantu pemerintah dalam kemaslahatan masyarakat dan negara. 

Para ulama perempuan berkomunikasi secara langsung atau dialog tatap muka (face to face dialogue) yang menjadi salah satu indikator terlaksana nya collaborative governance. Dialog secara langsung ini menjadi proses berkomunikasi antar ulama, pemerintah dan stakeholder terkait lainnya untuk mengoptimalkan peran ulama perempuan dan pembahasan isu-isu yang diangkat pada saat KUPI.

KUPI I telah dilaksanakan pertama kali pada 25-27 April 2017 di Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan, Cirebon, Jawa Barat, yang dihadiri 1.270 orang yang berstatus sebagai peserta, pengamat, dan tamu undangan yang hadir dari berbagai Provinsi di Indonesia dan beberapa negara lainnya seperti Malaysia, Pakistan, Kenya, Afghanistan, Nigeria dan Saudi Arabia.

Penyelenggaraan KUPI untuk pertama kali tidak menjadikan kongres ini menjadi sesuatu yang sama sekali “baru”. Sebab, perempuan dan ulama perempuan di Indonesia adalah sebuah entitas yang nyata keberadaanya, nyata dedikasi dan kontribusinya dalam sejarah Islam dan sejarah nasional Indonesia.

5 Isu Utama Pembahasan KUPI II

Kenyataan ini menjadikan KUPI II dilaksanakan pada 24-26 November 2022 di Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Terdapat 5 isu utama yang akan dibahas, yakni:

Pertama, paradigma dan metodologi, mencakup isu-isu mengenai paradigma KUPI, sumber-sumber pengetahuan dan gerakan KUPI, metodologi keputusan sikap dan pandangan keagamaan KUPI, perspektif perempuan sebagai basis rujukan pengetahuan, aktivisme, dan fatwa dalam KUPI, konseptualisasi dan implementasi kerangka maqashid syari’ah, pendekatan ma’ruf, pendekatan mubadalah, pendekatan keadilan hakiki dalam pengetahuan dan kinerja praktis KUPI.

Kedua, tema keluarga, mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI, konsep qiwamah dan wilayah keluarga, relasi marital, parental, dan familial; kekerasan dalam rumah tangga; stunting dan kemiskinan; resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme; termasuk isu-isu khas yang telah lama menjadi perhatian KUPI, yaitu pemaksaan perkawinan, pemotongan genetalia perempuan, perlindungan jiwa perempuan dan kehamilan akibat perkosaan.

Ketiga, kepemimpinan perempuan, mencakup isu kepemimpinan dan peran perempuan dalam melindungi bangsa dari ideologi intoleran dan yang menganjurkan kekerasan, kepemimpinan ulama perempuan di akar rumput, kepemimpinan ulama perempuan di pesantren dan lembaga organisasi keagamaan, dan eksistensi serta otoritas kepemimpinan ulama perempuan dalam kinerja advokasi di hadapan negara,  untuk berbagai isu yang melibatkan perempuan dan anak-anak, seperti penguatan ekonomi komunitas, perlindungan buruh migran, difabel, lansia, dan kelompok rentan lainnya.

Keempat, gerakan keulamaan perempuan, mencakup isu-isu tentang karakter gerakan KUPI, pelibatan jaringan muda dan milenial dalam gerakan KUPI, kerja-kerja digital sebagai kerja sama dakwah dan gerakan KUPI, kerja-kerja kultural dan struktural ulama perempuan dalam merespon maraknya politisasi dan komersialisasi agama, serta radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

Kelima, perlindungan dan pemeliharaan alam, mencakup isu-isu pengalaman jaringan KUPI dalam kerja-kerja pelestarian alam, argumentasi teologis untuk kerja-kerja keberlanjutan alam, praktik baik penanganan bencana oleh komunitas agama atau kepercayaan dan kearifan lokal, pesantren dan lembaga pendidikan untuk keberlanjutan alam, pengelolaan sampah demi keberlanjutan  alam, dan isu-isu yang relevan lainnya.  

Tujuan Diselenggarakannya KUPI

Tujuan besar dilaksanakan KUPI II ini adalah pertama, untuk merumuskan paradigma pengetahuan dan gerakan transformatif KUPI, termasuk metodologi perumusan pandangan dan sikap keagamaan mengenai isu-isu aktual yang didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran islam yang rahmatan lil’alamin dan akhlak karimah, konstitusi Republik Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku, serta pengetahuan dan pengalaman perempuan.

Kedua, untuk merumuskan sikap dan pandangan keagamaan ulama perempuan Indonesia mengenai isu-isu aktual tertentu terkait hak-hak perempuan dengan menggunakan paradigma dan metodologi yang diadopsi KUPI. Isu yang dimaksud adalah tentang pengelolaan sampah bagi keberlanjutan lingkungan, kepemimpinan perempuan dalam melindungi bangsa dari ideologi intoleran dan penganjur kekerasan, perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan, pemkasaan perkawinan terutama bagi perempuan dan anak-anak, pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan.

Dan terakhir adalah untuk menyediakan ruang refleksi bagi semua aktor dalam gerakan KUPI dan jaringan internasional dalam melihat perkembangan positif kesetaraan gender di masyarakat muslim, peran keulamaan perempuan, praktik-praktik dan tantangan komunitas inter dan intra faith (agama dan keyakinan) dalam mempromosikan hak-hak perempuan di berbagai belahan dunia.

Gerak langkah KUPI ini merupakan dedikasi yang nyata untuk membantu pemerintah dalam kemaslahatan masyarakat dan negara. Isu-isu yang diangkat oleh KUPI ini bukan hanya menjadi PR bagi ulama perempuan saja, namun stakeholder lainnya seperti swasta dan pemerintah yang harus ikut andil dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Kekerasan dalam rumah tangga, pemaksaan perkawinan, pemotongan genetalia perempuan, kehamilan akibat perkosaan, pelestarian alam, penanganan bencana, pengelolaan sampah  dan isu-isu lain yang diangat KUPI memerlukan sebuah praktik yang berbasis collaborative governance untuk menjadi sebuah landasan konsep kerja sama antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang secara bersinergis berupaya untuk menyelesaikan masalah.

Melalui terlaksananya KUPI I dan akan dilanjutkan ada KUPI II sudah saatnya seluruh lapisan sosial masyarakat bersama-sama mendukung kehadiran sinergi yang baik antara para ulama perempuan sedunia, untuk semakin meningkatkan eksistensi dan kontribusinya dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil ‘aalamiin). Dengan upaya strategis yang meniscayakan lahirnya pemikiran dan aksi yang mendalam dan bersifat crosscutting (saling beririsan) agar mampu memperluas ruang-ruang gerak bagi perempuan di semesta ini, khususnya di bumi NKRI.***

Mustiqowati Ummu Fithriyyah
Dosen Prodi Administrasi Negara FEIS dan Kepala PSGA UIN Suska Riau