Sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa syarat sahnya seseorang yang akan menjalani puasa adalah berakal. Orang yang hilang akalnya seperti gila atau pingsan maka bisa membatalkan puasanya. Lantas bagaimana hukum bius bagi orang yang menjalani puasa, batalkah puasnya?
Sebagaimana diketahui bahwa orang yang dibius itu akan menyebabkan kesadarannya hilang. Dan berikut jawaban ulama terkait orang yang mendapat bius saat puasa.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhi Minhaj, Ibnu Hajar Al Haitami menuliskan dituliskan seseorang yang sedang menjalani pengobatan dan harus dibius, status hukumnya seperti orang yang ayan (epilepsi), jika ia tidak sadar selama satu hari penuh, maka puasnya tidak sah dan wajib mengqhada (mengganti) dan tidak berdosa. Namun apabila pernah sadar walaupun sebentar maka puasanya sah.
Senada dengan pendapat Ibnu Hajar, Ibnu Qudamah juga menyatakan yang demikian.
متى أغمي عليه جميع النهار , فلم يفق في شيء منه , لم يصح صومه , في قول إمامنا والشافعي. متى أفاق المغمى عليه في جزء من النهار , صح صومه , سواء كان في أوله أو آخره
Artinya: “Ketika seseorang tidak sadar sepanjang siang hari, dan tidak sadar sesaat pun, puasanya tidak sah menurut pendapat imam kami (Imam Ahmad) dan Imam As-Syafii. Dan Ketika orang yang pingsan sempat siuman beberapa saat, maka puasanya sah, baik sadar di pagi hari maupun di sore hari.” (Mughni, 3:12)
Dengan demikian menjadi jelas hukum menggunakan bius saat puasa. Apabila bius menyebabkan hilangnya akal sehari penuh maka puasanya batal dan apabila hanya sebagian hari saja maka puasanya tetap sah. Wallahu A’lam Bishowab.
Leave a Review