Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Suara Ulama: Penentu Pemilu 2024 Berjalan dengan Damai

Suara Ulama: Penentu Pemilu 2024 Berjalan dengan Damai

Kabarumat.co – Ulama, tokoh agama, kiai, ustaz, ataupun kelompok sejenisnya adalah salah satu kelompok besar yang disasar oleh para politisi untuk mendongkrak suara masyarakat. Ketika di dalam Pemilu akan dimenangkan oleh tokoh yang mendapat banyak suara, maka tepat untuk menggandeng para tokoh agama dalam Pemilu 2024. Hal ini karena para ulama adalah influencer agama yang memiliki banyak pengikut.

Masyarakat memiliki trust yang sangat tinggi terhadap segala apa yang diperintahkan oleh para ulama, termasuk dalam pemilihan Pilpres yang akan datang. Dalam konteks sederhana, seorang kiai yang memiliki pondok pesantren, memiliki ribuan pengikut (para santri) yang bisa digerakkan untuk menggabungkan suara dalam Pilpres. Sampai di sini, sudahkah kita memahami mengapa para politisi merapat kepada kiai untuk mendongkrak popularitas ataupun mendapatkan suara signifikan.

Tidak ketinggalan, organisasi masyarakat (ormas), juga turut andil terhadap pilihan masyarakat pada Pilpres yang akan datang. Bagaimana dengan suara Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu ormas besar di Indonesia?

PBNU dan Arah Dukungan Pilpres 2024

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), merespons keberadaan Khofifah Indah Parawansa untuk nonaktif dari Ketua Muslimat NU jika sudah resmi terdaftar menjadi juru kampanye (jurkam) di Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sikap tegas ini mengisyaratkan bahwa, PBNU tetap sejalan dengan komitmen untuk membedakan partai politik dengan organisasi. Meski demikian, dukungan para tokoh yang terlibat dalam struktur kepengurusan suatu organisasi (red; PBNU), akan berpengaruh besar untuk menentukan suara masyarakat NU ke depan.

Meskipun sikap tegas ini dilontarkan oleh PBNU, ada beberapa polemik yang baru-baru ini menyisakan pertanyaan bagi masyarakat, seperti halnya pernyataan Gus Ipul, Sekjen PBNU.

Gus Yahya juga berkomentar tentang pernyataan Pak Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Sekjen PBNU yang meminta warga NU untuk tidak memilih calon yang didukung oleh Abu Bakar Ba’asyir. Dalam pernyataan Gus Yahya, himbauan yang disampaikan oleh Gus Ipul bukan atas nama lembaga (red; PBNU) akan tetapi berdasarkan pribadi.

Di kesempatan lain, Gus Miftah juga memberikan pernyataan yang sangat disayangkan. Dia melarang masyarakat memilih presiden yang didukung PKS. Alasannya, PKS itu Wahabi, dan Wahabi itu menurutnya teroris. Dengan bahasa lain, baik Gus Ipul ataupun Gus Miftah mengimbau agar masyarakat tidak memilih pasangan Anies dan Cak Imin.

Polemik antar pernyataan para kiai ataupun ulama, dalam setiap kesempatan akan selalu dikaitkan dengan organisasi, dan menyisakan blunder. Pernyataan yang sangat sensitif dari para tokoh organisasi mengisyaratkan bahwa, suara ulama menjadi penentu kemenangan Pilpres 2024.

Gus Ipul ataupun Gus Miftah, adalah dua tokoh NU yang memiliki basis massa sangat besar. Meskipun tidak semua masyarakat NU akan berkiblat terhadap komentar dua kiai ini, akan tetapi para followers (red; pengikut) keduanya akan mengikuti arahan dari tokoh agama yang disegani.

Berdasarkan pernyataan kedua tokoh di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa, mendukung pasangan Anies-Cak Imin, yang didukung oleh mantan napiter, sekaligus PKS, adalah bukti bahwa kita tidak sejalan dengan nilai dan prinsip yang selama ini dibawa oleh NU.

Pernyataan ini bisa dimasukkan dalam kategori black campaign, kampanye negatif, karena menyudutkan kelompok lain. Padahal, sebagai seorang kiai, ulama, seharusnya bisa memberikan dakwah yang lebih menenangkan masyarakat untuk tetap rukun dalam menetapkan pilihan presiden untuk masa yang akan datang.

Menurut hemat penulis, para kiai sebagai influencer agama yang memiliki banyak pengikut, harus memiliki kesadaran utama agar terus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat atau opini. Para kiai/pendakwah memilih tugas dan tanggung jawab yang besar untuk menyampaikan pesan yang edukatif terhadap masyarakat dalam rangka meningkatkan kerukunan antarumat beragama, siapa pun pilihan presidennnya.

Dengan demikian, suara ulama tidak menjadi komoditas besar dalam pemenangan Pilpres, akan tetapi menjadi rujukan masyarakat agar menciptakan pemilu yang damai dan beradab. Wallahu A’lam.

Advertisements
Muallifah
Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bisa disapa melalui instagram @muallifah_ifa