Kabarumat.co – HTI kembali menerbitkan artikel propaganda yang meresahkan. Kali ini, dua judul artikel mereka di Muslimah News berjudul “Refleksi Kemerdekaan: Quo Vadis Indonesia?” dan “Glorifikasi Seremonial HUT RI di IKN Mengikis Rasa Keadilan?” mencoba merongrong Ibu Kota Nusantara (IKN) dan HUT ke-79 RI pada 17 Agustus besok. Apa saja yang mereka ulas dalam dua artikel tersebut dan bagaimana menyikapinya?
Pada artikel pertama tentang quo vadis, para begundal HTI memulai narasi propaganda mereka dengan statement berikut,
“Usia kronologis bangsa ini tercatat sudah sampai pada angka 79 tahun. Dibanding umur manusia, umur kronologis bahkan umur politik bangsa ini sudah termasuk cukup tua. Tentu idealnya, sudah banyak capaian baik yang semestinya diraih sehingga generasi abad ini sudah bersiap meninggalkan warisan peradaban cemerlang bagi generasi abad berikutnya. Sayang kenyataannya, pada usia setua ini, bangsa kita tampak masih belajar merangkak. Alih-alih tampil sebagai bangsa yang kuat dan punya kemandirian, bangsa ini terlihat masih bingung dengan apa yang diinginkan. Selain cenderung didikte negara adidaya, bangsa ini pun berposisi sebagai negara pengekor, bahkan selalu dikacangi secara terang-terangan.”
Tampak jelas di situ, HTI mengolok-olok Indonesia sebagai negara yang masih merangkak, dikacangi negara lain, dan tidak punya orientasi untuk kemaslahatan bangsa. Semua narasi provokatif tersebut merupakan narasi andalan HTI untuk menawarkan sistem pemerintahan yang mereka anggap maju, mandiri, dan adidaya, yang mereka sebut sebagai ‘khilafah’. HTI mengabaikan satu fakta, quo vadis khilafah mereka itu juga tidak jelas dan ahistoris.
Sementara itu, pada artikel kedua tentang HUT ke-79 RI, HTI kembali mengolok-olok IKN sebagai pengikis rasa keadilan. Menurut mereka, saat rakyat dilanda gelombang PHK dan turunnya daya beli, bahkan berada di jurang kemiskinan dan masih banyak yang kelaparan, negara malah menghambur-hamburkan anggaran hanya untuk sesuatu yang sifatnya seremonial, yakni upacara di IKN, Kalimantan Timur.
Menyikapi narasi propaganda dalam dua artikel tersebut, kewaspadaan dan perlawanan merupakan sesuatu yang urgen. Bagaimana tidak, HTI berusaha merusak kepercayaan masyarakat terhadap IKN sebagai agenda strategis nasional, yang artinya mereka berusaha memadamkan spirit nasionalisme itu sendiri. Pada saat yang sama, HTI berusaha mencekoki masyarakat dengan khilafah, yang quo vadis-nya juga tidak jelas dan buta sejarah.
HTI Bertanya Quo Vadis NKRI
Mau ke mana Indonesia di usia yang 79 tahun? Itu yang HTI jadikan titik tolak propaganda khilafah. Dengan menanyakan quo vadis, mereka berusaha memprovokasi masyarakat bahwa pemerintahan NKRI tidak punya arah dan hanya khilafahlah yang bisa memajukan bangsa. Narasi semacam itu jelas tidak bisa disepelekan. Dalam posisi disorientasi, masyarakat lebih mudah untuk diprovokasi. Artinya, narasi HTI berpotensi sukses.
Maka untuk mengantisipasi suksesnya narasi propaganda HTI meracuni masyarakat, quo vadis NKRI—yang HTI tanyakan dalam artikel mereka—wajib diuraikan. Namun, perlu digarisbawahi, quo vadis HUT ke-79 RI ada di tangan masyarakat itu sendiri. Dengan spirit gotong-royong, kebhinekaan, dan Indonesia Emas 2045, Indonesia akan maju dan berjaya. HUT ke-79 bukan sekadar seremonial, melainkan momen refleksi kebangsaan.
Pertama, ihwal spirit gotong-royong. Ini merupakan salah satu poin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Gotong-royong bukan sekadar slogan, melainkan nilai yang mampu memperkuat solidaritas dan kesatuan bangsa. Di era digital ini, gotong-royong dapat diterjemahkan ke dalam kolaborasi antar sektor: pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk mencapai tujuan bersama.
Pemerintah, misalnya, perlu terus memperkuat kebijakan yang pro-rakyat dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Sementara itu, sektor swasta harus berperan sebagai motor penggerak ekonomi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab sosial—UMKM. Masyarakat, terutama generasi muda, perlu diberdayakan untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam membangun Indonesia ke depan.
Kedua, ihwal merawat kebhinekaan. Kebhinekaan merupakan kekuatan Indonesia di tengah kontestasi sosial-politik global. Negara ini tidak boleh terpecah oleh isu-isu SARA atau terpolarisasi karena dinamika politik. Jadi kalau Prof. Fahmi Amhar, seorang guru besar yang jadi dedengkot HTI berkata dalam sebuah artikel, “Katanya Bhineka Tunggal Ika, cuma Ika-nya siapa?” jawabannya adalah: milik masyarakat Indonesia.
Ketiga, ihwal Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia harus fokus pada pengembangan SDM yang berkualitas, penguatan infrastruktur, dan penguasaan teknologi. Generasi muda Indonesia—yang akan menjadi pemimpin masa depan—perlu dibekali keterampilan dan pengetahuan. Selain itu, pembangunan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama, yang salah satunya ialah IKN itu sendiri.
Hati-hati Propaganda Mengerikan HTI!
Di tengah perayaan HUT ke-79 RI dan proses transisi IKN, propaganda HTI merupakan momok yang amat menakutkan. Memanfaatkan momen penting untuk menyebarkan ideologi khilafah tidak hanya mencederai Pancasila dan cita-cita kemerdekaan, tetapi juga memiliki potensi keberhasilan yang relatif besar. Propaganda tersebut tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga mengancam keutuhan negara-bangsa.
HTI bertanya soal quo vadis NKRI, padahal yang tak jelas arahnya HTI itu sendiri. Khilafah itu apa? Mana contoh negara khilafah? Kedaulatan apa yang dijanjikan? Semua itu bullshit yang dibuat-buat para begundal HTI. Propaganda mereka memang sangat mengerikan dan mengancam persatuan. Padahal, mereka hidup dan menikmati alam NKRI, mendapat kebebasan karena demokrasi, namun tetap tidak tahu diri.
Pembangunan IKN, misalnya, yang notabene proyek strategis nasional untuk memperkuat pemerataan pembangunan, mengurangi ketimpangan ekonomi, serta menciptakan pusat inovasi dan teknologi yang baru. HTI malah menyebarkan narasi negatif, menuduh IKN sebagai bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap rakyat, penghamburan anggaran negara, dan bahkan penghancuran identitas keislaman. Propaganda yang menyesatkan.
HUT ke-79 RI, di sisi lain, semestinya menjadi momen refleksi dan perayaan persatuan bangsa. Namun, HTI justru mencoba mengaburkan spirit nasionalisme dengan mempropagandakan pesan-pesan radikal. Mereka mengangkat isu-isu seperti ketidakadilan, korupsi, atau kebijakan pemerintah yang kontroversial untuk menguatkan narasi bahwa sistem demokrasi dan Pancasila telah gagal—lalu solusinya khilafah.
HTI berupaya mengubah persepsi masyarakat terhadap nilai-nilai kebangsaan, menggantikannya dengan ideologi khilafah yang tidak sejalan dengan keberagaman dan pluralisme yang menjadi ciri khas Indonesia. Bukankah itu sangat mengerikan? Secara dampak, jika masyarakat benar-benar terpengaruh, maka akan terjadi chaos di negara, demo besar untuk menegakkan khilafah. Jangan sampai itu terjadi!
Untuk menghadapi propaganda tersebut, kesadaran publik tentang bahaya HTI dan pentingnya menjaga persatuan nasional harus ditingkatkan. Rongrongan HTI terhadap IKN dan HUT ke-79 RI tidak bisa dibiarkan. Pendidikan Pancasila dan kebhinekaan mesti terus didorong. Selain itu, media dan tokoh masyarakat wajib ikut andil juga dalam membangun narasi positif untuk persatuan—di samping mengonter narasi HTI.
Pada saat yang sama, pemerintah mesti memperkuat upaya penegakan hukum terhadap kelompok penyebar ideologi radikal-transnasional, serta memastikan bahwa proses pembangunan IKN dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya berjalan transparan dan akuntabel. Dengan demikian, masyarakat akan terbentengi dari pengaruh propaganda HTI untuk bangsa Indonesia, bahkan kalau perlu, melempar para begundal HTI itu ke penjara.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
Kenali Kami Lebih Dekat
Assalamu Alaikum Akhi Ukhti!! Selamat datang di Kabar Umat
Kami hadir setiap saat untuk menyampaikan berita terpercaya serta wawasan keislaman, keindonesiaan dan kebudayaan hanya buat Akhi Ukhti. Bantu sukseskan Visi kami satukan umat kuatkan masyarakat dengan cara share konten kami kepada teman-teman terdekat Akhi Ukhti !