APAKAH semua pelaku terorisme tidak punya kesempatan untuk bertaubat? Pertanyaan ini mengajak kita mencerna kembali perbuatan picik terorisme ketika dihadapkan dengan esensi taubat. Semua agama, termasuk Islam, mengecam bahkan melaknat aksi-aksi terorisme. Kecaman agama tersebut seakan mengutuk secara totalitas pelaku aksi kekerasan ini sehingga mereka tidak punya kesempatan bertaubat.
Taubat di dalam Islam diperuntukkan kepada semua orang Islam yang benar-benar menyesali perbuatan dosa yang telah diperbuatnya. Jika terorisme adalah perbuatan dosa, maka pelakunya masih memiliki kesempatan untuk bertaubat (kembali menjadi manusia yang baik). Banyak mantan narapidana teroris (napiter) yang bertaubat alias menyesali aksi-aksi terorisme yang telah dilakukan dan berakibat pada kerugian banyak orang.
Seorang mantan napiter yang bertaubat adalah Hendi Suhartono. Hendi termasuk eksekutor bom buku sehingga dengannya ia dimasukkan ke dalam penjara selama dua belas tahun. Selepas dari penjara Hendi bertekad meninggalkan pemahaman radikal dan aksi-aksi terorisme. Semenjak bertaubat, Hendi kembali memperjuangkan paham moderat yang menjadi tameng Negera Indonesia.
Sebagai bentuk penebus atas dosa sosial yang telah diperbuatnya, Hendi terus melakukan kontra-terorisme di pelbagai kesempatan, baik secara off-air maupun on-air. Pada diskusi yang digelar Jakarta Journalist Center bertajuk “Kenapa Densus 88 Penting”, Hendi termasuk salah seorang yang sangat mensupport adanya Densus 88. Ia tidak setuju dengan pernyataan anggota DPR RI Fadli Zon yang meminta Densus 88 Antiteror Polri dibubarkan.
Densus 88, bagi Hendi, penting dalam memberikan pendampingan dan mencarikan solusi pada mantan napi terorisme. Kalau Densus tidak ada, maka mantan napiter (termasuk Hendi) tidak akan ada yang membimbing untuk kembali ke jalan yang benar. Jika tidak ada pendampingan dari Densus 88, sangat dimungkinkan para napi terorisme kembali bergabung menjadi radikal. Sungguh sangat disayangkan membubarkan Densus 88!
Pernyataan Hendi tersebut dibuktikan dengan support Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Irjen Pol Martinus Hukom yang pernah membantunya di awal-awal menjalani kehidupannya seusai bebas. Martinus mau membantu dari mulai pembangunan TK hingga pendirian Yayasan Hubbul Wathan Indonesia. Yayasan Hubbul Wathan mengajak para manta napiter kembali mencintai tanah air Indonesia. Hendi sangat bersyukur support dan bantuan yang diberikan oleh Pak Martinus.
Sebagai penutup, kehadiran Densus 88 sangat penting dan dibutuhkan untuk pembimbingan para napiter agar mereka tidak kembali radikal. Dengan Densus 88, para napiter akan menjadi orang yang berada di garda terdepan mencintai NKRI. Cinta mereka persis seperti cinta Umar Ibn Khattab kepada Islam setelah ia menjadi orang yang membenci Islam.[] Shallallah ala Muhammad.
Leave a Review