Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Kapan Wanita Muslimah Boleh Melepas Jilbab?

Kapan Wanita Muslimah Boleh Melepas Jilbab?

Kabarumat.co – Pakaian bagi umat Islam berfungsi sebagai penutup aurat, sebab dalam literatur fikih telah mengatur batasannya. Batasan aurat laki-laki dari pusar hingga kedua lutut, sedangkan aurat wanita muslimah yang merdeka adalah keseluruhan tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Baru saja publik dikejutkan dengan peraturan BPIP bagi Paskibraka wanita muslimah agar mengenakan uniform terbuka. Artinya wanita muslimah yang sebelumnya memakai jilbab harus patuh dengan aturan untuk melepas jilbab. Lantas bolehkah melepas jilbab dalam kondisi seperti ini? 

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa perintah memakai jilbab muncul dari firman Allah surat al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْواجِكَ وَبَناتِكَ وَنِساءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

Artinya: “Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan para istri orang yang beriman, agar supaya mereka mengulurkan jilbab mereka.”

Wahbah Zuhaili menyebutkan dalam Tafsir Munir bahwa asbabun nuzul ayat tersebut merujuk pada penjelasan hadis riwayat Imam Bukhari dari Aisyah, ia berkata: suatu ketika Saudah keluar guna memenuhi kebutuhannya. Ia adalah wanita yang berbadan besar melebihi wanita-wanita yang lain sehingga mudah terlihat bagi orang untuk mengenalinya.

Kemudian Umar melihatnya, dan berkata: Wahai Saudah, Demi Allah, bagaimanapun kamu pasti kami kenali, maka perhatikanlah cara kamu keluar rumah. Kemudian ia (Aisyah) melanjutkan, dan Saudah berbalik untuk segera pulang dan Rasulullah berada di rumahku sedang menyantap makan malam dengan tulang yang ada di tangannya. Ketika itu Saudah masuk serta mengadu kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, aku baru saja keluar untuk memenuhi kebutuhanku. Lalu Umar, berkata kepadaku begini dan begini. Ia (Aisyah) melanjutkan: kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi (surat al Ahzab ayat 59) pada saat tulang masih berada ditangannya yang belum sempat beliau letakkan. Kemudian Nabi bersabda; “sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian (wanita) untuk keluar memenuhi kebutuhan, tetapi hendaklah memakai jilbab”.

Lantas pengertian jilbab itu seperti apa? Dalam Tafsir Ibnu Katsir mengutip perkataan Ali bin Abi Talhah dari Ibnu Abbas:

أمر الله نساء المؤمنين إذا خرجن من بيوتهن في حاجة أن يغطين وجوههن من فوق رؤوسهن بالجلابيب ، ويبدين عينا واحدة

Artinya: Allah memerintahkan istri orang yang beriman untuk menutupi wajahnya dengan jilbab ketika mereka keluar rumah untuk suatu keperluan dan menampakkan satu mata.

Sedangkan pengertian jilbab oleh Imam Thabari ditafsirkan sebagai berikut:  

يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين: لا يتشبهن بالإماء في لباسهن إذا هن خرجن من بيوتهن لحاجتهن، فكشفن شعورهن ووجوههن ولكن ليدنين عليهن من جلابيبهنّ؛ لئلا يعرض لهن فاسق، إذا علم أنهن حرائر، بأذى من قول 

Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang beriman agar mereka tidak menyerupai pakaian budak-budak wanita yang menampakkan wajah dan rambut mereka ketika keluar rumah untuk suatu keperluan. Tetapi, agar mereka itu menjulurkan pakaiannya sehingga tidak diganggu orang-orang fasik dengan ucapan-ucapan yang melecehkan karena tahu mereka itu wanita-wanita merdeka.” 

Imam Thabari menjelaskan asbabun nuzul ayat ini terkait dengan budaya Arab dalam hal pakaian wanita. Pakaian budak-budak wanita lebih terbuka sehingga rentan diganggu. Islam memberikan tuntunan agar wanita-wanita merdeka dan terhormat menutup tubuhnya sebagai identitas bahwa mereka bukan budak sehingga terhindar dari pelecehan.

Dalam kosakata bahasa Arab, jilbab berasal dari kata jalaba yang berarti menutupkan sesuatu di atas sesuatu yang lain sehingga tidak dapat dilihat. Selanjutnya pengertian ini berkembang dalam masyarakat Islam menjadi pakaian yang menutupi tubuh seseorang sehingga bukan saja kulit tubuhnya tertutup melainkan juga lekuk dan bentuk tubuhnya tidak kelihatan. 

Dari sini sangat tampak betapa beragamnya penafsiran jilbab yang digambarkan dengan cara yang berbeda-beda; ada yang merumuskan jilbab sebagai pakaian perempuan yang menutupi wajah berikut seluruh tubuhnya kecuali satu mata; ada pula yang menjelaskan sebagai mata sebelah kiri; ada pula sebagai pakaian pembeda dengan perempuan budak. 

Meski penafsiran jilbab sangat beragam, namun tidak ada satupun pendapat yang membolehkan melepas jilbab di depan laki-laki lain (ajnabiy) dan khalayak umum bagi perempuan muslimah yang merdeka, sebab jilbab berfungsi sebagai penutup aurat. Dikarenakan jilbab berkaitan erat dengan menutup aurat, maka perlu memahami batasan aurat perempuan, agar mengetahui area mana saja yang boleh dan tidak boleh dibuka. Berikut keterangan dari kitab Asybah Wan-Nadhair 1/410:

و منها : المرأة في العورة لها أحوال : حالة مع الزوج : و لا عورة بينهما و في الفرج وجه و حالة مع الأجانب : و عورتها كل البدن حتى الوجه و الكفين في الأصح و حالة مع المحارم و النساء : و عورتها ما بين السرة و الركبة و حالة في الصلاة :
و عورتها كل البدن إلا الوجه و الكفين و صرح الإمام في النهاية : بأن الذي يجب ستره منها في الخلوة هي العورة الصغرى و هو المستور من عورة الرجل

Artinya: Batasan aurat perempuan ditinjau dari kondisinya adalah:

1. kondisi bersama suami: tiada batasan aurat bagi istri saat bersama suami, semua bebas terbuka kecuali bagian farji (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan pendapat di antara ulama

2. kondisi bersama lelaki lain: menurut pendapat yang paling sahih menutupi seluruh tubuhnya mencakup wajah dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan telapaknya boleh terbuka

3. kondisi bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita: batasan auratnya di antara pusar dan lutut

4. kondisi berada di dalam sholat: seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya

5. kondisi saat sendiri : Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaj aurat wanita saat sendiri adalah ‘aurat kecil’ yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang lelaki (antara pusar dan lutut). 

Dari kelima batasan aurat di atas ini yang diperbolehkan membuka jilbab hanya pada poin 1, 3, dan 5. Sedangkan poin 2, 4, wajib menutupi atau berjilbab kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan, wanita muslimah yang merdeka hanya boleh melepas jilbab (penutup aurat) ketika bersama suaminya, saudara mahramnya dan sendirian. Sedangkan saat di hadapan orang lain (khalayak umum) dan ketika shalat, maka wajib menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Advertisements