Kabarumat.co – Dalam setahun terakhir ramai menjadi sebuah hal baru dimana penjualan pakaian bekas ini sedang menjadi banyak perbincangan dikalangan pemuda. Jual beli pakaian bekas atau biasa dikenal dengan thrift ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Jenis pakaian yang dijual beraneka ragam mulai dari baju, celana dan jaket. Barang yang dijual merupakan barang masih layak untuk dipakai, walaupun terkadang ada beberapa barang yang memiliki kecacatan pada barang berupa noda atau pin hole.
Barang yang di jual dalam thrift terbagi menjadi dua yaitu, penjualan barang secara satuan dan ada penjualan secara borongan berupa pakaian yang sudah di kemas di dalam karung atau biasa dikenal dengan bal – balan. Dalam satu bal ini jumlah barang yang dijual dan jenis yang didalamnya masih belum jelas, hanya di kategorikan berdasarkan jenis barangnya saja seperti bal jaket, bal kaos ataupun bal celana. Dalam agma islam hal ini menjadi permasalahan dalam jual beli yang mengandung unsur gharar.
Konteks jual beli dalam agama islam diharuskan terbebas dari unsur maysir, gharar dan riba, hal ini sudah diatur dalam ajaran agama islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits. Adanya ketentuan ini karena dampaknya yang buruk maka itu dilarang dalam islam.
Permasalahan jual beli pakaian bekas terdapat jelas pada penjualan bal balan, bukan pada hal yang satuan. Jual beli pakaian bekas dalam bentuk bal – balan menjadi jual beli yang gharar atau dapat di istilahkan seperti membeli kucing didalam karung, dimana tidak adanya kejelasan objek yang dijual baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dan pakaian yang ada didalamnya pun terkadang kotor sehingga berpotensi bahwa pakaian yang dijual itu tidaklah suci.
Menurut ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Menurut mazhab Syafi’i, khiyarru’yah tidak berlaku karena akad itu mengandung unsur penipuan (gharar).
Penjualan baju bekas ini tidak sah dikarena kan adanya terdapat unsur yang dilarang dalam praktek jual beli yaitu adanya unsur gharar.
Sifat gharar berpotensi merugikan salah satu pihak dimana dengan harga yang sama, akan tetapi dari masing – masing pembeli mendapatkan produk yang berbeda, perbedaan bukan hanya dari segi ukuran, namun perbedaan dari brand yang didalamnya pun masih belum jelas ketika kita membeli barang thrift secara bal-balan.
Jadi pada dasarnya membeli barang thrift itu diperbolehkan dengan catatan, ketika kita membeli dijelaskan secara detail produk yang di jual dan jika terdapat cacat wajib hukumnya kedua belah pihak mengetahui kecacatan itu. Kejelasan dari segi produk ini bisa kita dapatkan ketika kita membeli barangnya secara satuan, bukan secara borongan atau bal-balan.
Ketika kita membeli barangnya secara borongan (bal-balan) disinilah letak permasalahannya. Jual beli ini bisa menjadi jual beli terlarang karena adanya sifat gharar dalam barang yang dijual belikan. Rasulullah Saw. Bersabda mengenai jual beli yang mengandung unsur gharar:
“Mewartakan Muhammad bin Samak dari Yazid bin Abi Ziyad dari Al-Musayyabbin Rafi‟ dari Abdullah bin Mas‟ud, beliau berkata telah bersabda Rasulullah Saw. “janganlah kamu beli ikan yang berada diair, karena itu adalah sesuatu yang tidak jelas.” (HR. Ahmad)
Maka dari itu alangkah lebih baiknya kita menghindari transaksi yang gharar, lebih baik kita melakukan transaksi jual beli yang sudah jelas ke bolehannya secara agama, karena selain mencari keuntungan untuk membiayai kehidupan kita juga perlu adanya keberkahan dalam hal yang kita jalani.
Zaki Hakiki (Content Writer, Quran Reciter, Vice Chief of KSEI LiSEnSi 2023-2024).
Konten ini telah diposting di kumparan.com
Leave a Review