Kabarumat.co. – Bendera merah putih sebagai simbol kenegaraan sudah sepatutnya dihargai oleh warga negara Indonesia. Sama halnya dengan warga negara lain, mereka harus menghormati simbol-simbol kenegaraan yang berlaku di daerahnya masing-masing.
Penghormatan untuk tanah air ini sama nilainya dengan penghormatan terhadap orang tua, karena setiap kita berhutang budi kepada orang tua dan tanah air. Akan tetapi kerap kita jumpai banyak pihak yang menyatakan bahwa penghormatan kepada bendera merah putih sebagai tindakan syirik. Yakni menyekutukan Allah SWT dengan benda berupa bendera merah putih. Bagaimana seharusnya menjelaskan masalah ini?
Berikut penjelasannya. Dilansir dari NU Online, dipimpin KH M Bisri Syansuri, salah satu pendiri NU, para kiai Jombang tercatat beberapa kali mengadakan forum musyawarah ulama Jombang.
Kegiatan ini dikoordinasi oleh Pengurus ‘Imarah Masjid Jami’ Kauman Utara Jombang. Hasil dari musyawarah itu terbit menjadi buku berjudul “Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang” (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang) yang berisikan 50 masalah agama.
Di antara masalah yang dijawab adalah soal hormat terhadap bendera merah putih yang jamak dilakukan di zaman itu.
Menjawab tentang hormat bendera merah putih, tersebutlah dalam tanya jawab bernomor 17 sebagai berikut: “Bagaimana hukum hormat bendera merah putih lambang negara RI sebagaimana yang berlaku ketika upacara bendera merah putih diadakan?”
Jawaban: Mengingat bahwa bendera sang merah putih sebagai lambang negara RI itu merupakan suatu anugerah Allah yang diberikan kepada bangsa Indonesia, maka hukum menghormati bendera itu adalah boleh, sebab disamakan dengan diperbolehkannya mencium peti (tabut) yang diletakkan di atas maqam para wali untuk diambil barokahnya.
Keterangan dari kitab: Hasyiah al-Bajury ‘ala Syarh Ibn Qasim:
ويكره تقبيل القبر واستلامه، ومثله التابوت الذي يجعل فوقه، وكذلك تقبيل الأعتاب عند الدخول لزيارة الأولياء إلا إن قصد به التبرك بهم فلا يكره
Artinya: “Dimakruhkan (tidaklah dilarang) mencium makam dan mengusap-usap makam, serta hal yang sama berlaku untuk peti mati (tabut) yang diletakkan di atas maqom para wali. Demikian pula, mencium ambang pintu saat masuk untuk mengunjungi para wali juga dimakruhkan kecuali jika dimaksudkan untuk mendapatkan berkah dari mereka, maka hal itu tidaklah dilarang (diperbolehkan).”
Buku Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang yang memuat jawaban tentang persoalan tersebut diterbitkan pada 15 April 1981 M/ 10 Jumadil Akhir 1401 H dan ditandatangani oleh Ketua Musyawarah Ulama Jombang KH Mahfudz Anwar dan sekretarisnya KH Abdul Aziz Masyhuri. Adapun para ulama Jombang itu adalah:
- KH M Bisri Syansuri
- KH Adlan Aly
- KH Mahfudz Anwar
- KH Syansuri Badawy
- K Muhdlor
- KH Mansur Anwar
- KH Abdul Fattah Hasyim
- KH Cholil
- KH Syansun
Dikutip dari buku Hasil Keputusan Bahtsul Masa’il PCNU Jombang 2002-2015, disertai Muqorrorot Ulama Jombang 1981 (oleh Yusuf Suharto).
Leave a Review