Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Bagaimana Hukumnya Bergerak Saat Shalat Untuk Mematikan HP yang Berdering

Bagaimana Hukumnya Bergerak Saat Shalat Untuk Mematikan HP yang Berdering

Shalat merupakan tiang agama. Adagium itu dilegitimasi oleh hadits Nabi yang berbunyi “الصلاة عماد الدين”. Shalat juga merupakan rukun Islam yang kedua, sehingga mempunyai urgensi kedudukan yang tinggi dalam agama. Namun, problematika yang sering dihadapi oleh para jamaah ketika shalat di masjid ialah lupa untuk menonaktifkan handphone. Terkadang bahkan memang tidak menonaktifkan handphone-nya karena yakin pada saat shalat tidak akan ada orang yang akan menghubunginya. Termasuk penulis yang dulu pernah mengalaminya. Padahal pada umumnya, pihak ta’mir sudah mengingatkan jamaah baik secara lisan maupun tertulis.

Namun yang menjadi masalah adalah ketika handphone tersebut berdering karena ada suatu panggilan, bolehkah kita bergerak untuk mematikannya demi menjaga kekhidmatan dan kesakralan shalat. Bahkan tidak sedikit orang yang mengalami hal seperti ini, mengingat penulis sendiri telah menemukan kejadian tersebut berkali-kali di beberapa masjid dalam beberapa kesempatan.

Untuk dapat menjawab problematika seperti ini. maka dibutuhkan analisis dari kacamata fiqh melalui pendekatan terhadap kriteria-kriteria gerakan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam shalat.

Ibadah shalat merupakan suatu ibadah yang menuntut pelakunya untuk mengerajakannya secara khidmat dan khusyu’. Shalat dapat dilakukan secara indivdu maupun secara jamaah. Adapun shalat wajib itu dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari. Gerakan shalatpun sudah ditentukan sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda “Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku sedang shalat”. Sehingga  gerakan-gerakan di luar shalat sangatlah dilarang kecuali jika  terdapat udzur. Karena melanggar aturan dari Rasulullah.

Ulama Mazhab Syafiiyah, membagi macam-macam gerakan dalam shalat menjadi 4 (empat), yaitu gerakan kecil, gerakan besar, gerakan sedikit, dan terakhir gerakan banyak. Dalam buku Nihayatu al-Zain karangan Imam Nawawi al-Bantani, dijelaskan bahwasanya shalat akan dihukumi batal apabila terdapat gerakan besar, dan bukan gerakan kecil.

Gerakan kecil dalam shalat tidaklah membuat shalat batal selama gerakan tersebut tidak dilakukan dengan sengaja untuk bermain-main. Dan apabila dilakukan dengan tujuan bermain-main, maka sudah jelas hal itu akan membatalkan shalat. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari buku I’anatu al-Thalibin karangan Imam Sayyid Bakri Syatha yang berbunyi :

“و محل عدم البطلان بالفعل القليل إن لم يقصد به اللعب و إلا أبطل”

(Imam Sayyid Bakri Syatha, I’anatut thalibin, Darul Fikri: 2005, Juz 1, hal 248)

Dalam Hamisy Iqna’ ‘ala al-Khatib, Syekh Iwadh dan Syekh Ibrahim al-Baijuri menegaskan bahwasanya  terdapat lima syarat yang akan menyebabkan shalat batal. Lima syarat tersebut ialah jumlah gerakan yang banyak, gerakan yang dilakukan secara berturut-turut, gerakan berat, gerakan yang dilakukan tanpa ada hajat atau uzur, dan jumlah gerakan banyak yang meyakinkan.

Gerakan yang dilakukan untuk menonaktifkan handphone pada dasarnya dihukumi sebagai gerakan kecil. Sehingga tidak membuat shalat tersebut batal. Selian itu, gerakan tersebut secara refleks dilakukan dikarenakan suatu hajat. Yaitu menonaktifkan handphone demi menjaga keheningan shalat diantara jamaah. Jika tidak dimatikan, maka suara dering handphone akan sangat mengganggu para jamaah.

Dengan demikian, framework kasus di atas, jika dilakukan untuk mematikan handphone yang berdering boleh dilakukan demi menghormati dan menghargai kesakralan dan kekhusyukan shalat. Serta agar tidak mengganggu para jamaah lainnya.

Lebih baik bagi kita untuk selalu menghargai upaya ta’mir masjid yang sudah mengingatkan jamaah untuk menonaktifkan handphone. Jika memang ada kepentingan yang menyebabkan kita tidak bisa mematikannya, cukuplah kita mengaktifkan airplane mode maupun silent mode pada handphone kita sebelum mendirikan shalat.

Oleh: Zakaria Adjie Pangestu (Mahasiswa Syariah dan Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel)

Ahmad Khalwani
Penikmat Kajian keislaman