Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Singapura dan Ketegasannya Mencegah Radikalisme

Singapura dan Ketegasannya Mencegah Radikalisme

Akhir-akhir ini Singapura menjadi pembicaraan publik setelah menolak kedatangan Ustaz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS. Pemerintah Singapura tegas menyatakan penolakan ini dengan alasan yang cukup simpel dan logis, yaitu pencegahan paham radikalisme.

Ketegasan pemerintah Singapura dalam pencegahan radikalisme sudah lama ditunjukkan ketika ada imigran berdatangan ke sana. Banyak cerita teman-teman saya yang tiba-tiba diperiksa cukup lama sekitar satu sampai dua jam karena dikhawatirkan sebagai terlibat dalam paham radikal.

Teman saya membatin, “Ada yang salah?!” Setelah segala barang yang dibawa diperiksa dan ditegaskan aman-aman saja, teman saya diizinkan masuk. Begitu teman saya tanya alasan pihak keamanan melakukan itu, mereka tidak menjawab. Dan, pertanyaan itu baru terjawab sekarang selepas kasus deportasi menimpa UAS.

Pemerintah Singapura menolak UAS demi kemaslahatan warga Singapura sendiri. Tidak ada maksud lain, yaitu merendahkan UAS, apalagi negara di mana UAS lahir dan tumbuh Indonesia. Singapura lebih berpegang pada adagium yang cukup populer dalam dunia kesehatan: “Lebih baik mencegah daripada mengobati”. Maksudnya, lebih baik mencegah penyebaran radikalisme daripada mengobati orang yang sudah terpapar.

Pesan yang disampaikan dalam adagium ini seirama dengan kaidah ushul fikih yang tak kalah populer juga: “Daf’u al-mafasid awla min jalbi al-mashalih”. Artinya, lebih baik menolak kemafsadatan (sesuatu yang negatif) daripada menarik kemaslahatan (sesuatu yang positif). Menolak radikalisme jauh–sesuai pesan kaidah tersebut–lebih penting daripada menerima tamu yang berpotensi tersebarnya paham membahayakan ini.

Sikap tegas Singapura terhadap radikalisme membuahkan maslahat terhadap diri sendiri dan memberikan kesadaran terhadap negara lain. Mungkin saja, pemerintah Indonesia meniru ketegasan Singapura. Buktinya, pemerintahan pada masa Jokowi banyak melakukan pengentasan terhadap radikalisme. Kelompok dan organisasi radikal semisal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan. Ini membuktikan bahwa pemerintah peduli dan cinta terhadap tanah airnya. Karena, tanah air, bagi mereka, tak ubahnya rumah yang bukan saja ditempati tetapi juga dijaga dan dirawat.

Dalam pemberantasan radikalisme yang dilakukan oleh pemerintah Singapura begitu pula Indonesia persis seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. Nabi tidak pernah membiarkan tanah kelahirannya Mekkah dirusak oleh kelompok pagan. Nabi tetap berjuang melawan kelompok perusak ini dengan cara-cara yang tegas. Meski, penentangan datang yang beberapa sisi. Sampai, apa yang diperjuangkan Nabi membuahkan hasil yang gemilang. Mekkah menjadi wilayah subur dan makmur sampai sekarang.

Karena itu, radikalisme bukanlah paham yang dianggap sepele. Paham ini bukan hanya berkutat dalam ranah agama, tetapi sudah berbaur dengan kepentingan politik. Perhatikan penolakan kelompok radikal HTI terhadap pemerintahan Indonesia. HTI mengampanyekan tegaknya Khilafah guna mengganti sistem Demokrasi dan bersikeras mengubah dari negara bangsa menjadi negara agama. Sungguh berbahaya, bukan?!

Indonesia, apalagi Singapura sudah merasakan ketenteraman hidup dengan sistem yang berjalan sampai detik ini. Ketenteraman hidup jauh lebih berharga dibandingkan sistem Khilafah, meski dijejali iming-iming hidup tenteram ala masa Nabi. Iming-iming itu semuanya omong kosong. Banyak orang yang kecewa karena iming-iming itu dan memilih hijrah.

UAS mendapat penolakan tanpa alasan apapun karena sudah memiliki rekam jejak yang mendukung tegaknya Khilafah. Tak hanya itu, ceramah yang disampaikan pernah menyinggung pemeluk agama Kristen dengan menyatakan bahwa di dalam Salib ada jin kafir. Singapura sangat muak melihat penceramah yang menebar kebencian semacam itu.

Sebagai penutup, kasus imigrasi yang menimpa UAS dapat dijadikan pelajaran bagi penceramah yang lain, tak terkecuali UAS sendiri. Penceramah hendaknya berusaha berdakwah dengan kata-kata yang lemah lembut dan menghindari ujaran kebencian. Agar ceramahnya dapat diterima oleh orang banyak.[] Shallallah ala Muhammad.

Khalilullah
Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta