Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia menyampaikan, media sosial menjadi salah satu sarana dalam menunjukkan eksistensi pelaku terorisme. Untuk itu, masyarakat diminta lebih menyaring konten-konten medsos yang ditonton.
Kepala BNPT, Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar mengungkapkan medsos menjadi sarana propaganda yang mudah diakses. Terlebih, 60 persen masyarakat Indonesia merupakan pengguna media sosial.
“Apa peran media? Karena terorisme sangat berkepentingan dengan media terutama media sosial. Dia butuh pengakuan. Menimbulkan ketakutan yang luas melalui media sosial. Dia ingin eksistensinya diakui orang,” kata Boy Rafli Amar pada Rabu (6/7/2022).
Di antara pengguna media sosial, lanjutnya, didominasi oleh para generasi muda utamanya para remaja. Karena itu, media sosial menjadi salah satu tempat yang paling sering dimanfaatkan pelaku terorisme dalam menyebarkan paham radikal. Tentu hal ini guna mempengaruhi generasi muda.
Dalam upaya pencegahan penyebaran paham radikal, BNPT pun sebelumnya telah mengungkap lebih dari 600 akun media sosial yang berpotensi mengandung paham radikal.
Akun tersebut diduga menyebarkan konten-konten terorisme. Konten propaganda, konten anti NKRI maupun Pancasila, konten intoleran, hingga konten pelatihan aksi terorisme banyak disebarkan melalui media sosial tersebut.
Lebih lanjut dijelaskannya, misi terorisme bukan sebuah misi agama. Boy menegaskan, terorisme adalah sebuah identitas yang justru merupakan tindakan pendzoliman terhadap agama.
“Virus intoleransi tidak kalah cepatnya menyebar seperti virus COVID-19. Maka kita memerlukan vaksin terhadap virus intoleransi. Mari kita perkuat wawasan kebangsaan kita. Kita perkuat program-program moderasi beragama,” katanya.
Oleh karena itu, penanaman dalam penerapan nilai-nilai Pancasila harus benar-benar kuat ditanamkan dalam diri para generasi muda. Hal ini tentunya agar, para generasi muda tidak mengalami distoleransi terhadap nilai-nilai Pancasila.
“Kami mengajak semua pihak untuk meningkatkan moderasi dalam beragama. Dalam prinsip-prinsip beragama kami bekerja sama dengan organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan NU, dan termasuk pemuka agama lain. Kami tidak ingin teroris mengatasnamakan misi agama yang memang sengaja diembuskan kelompok-kelompok tertentu,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor V UB, Dr Bambang Susilo, MSc menambahkan pendidikan muatan lokal di sekolah bisa menjadi salah satu upaya atau model dalam upaya pencegahan terorisme.
Pendidikan keberagaman mengintegrasikan nilai-nilai agama, kebangsaan dan kemanusiaan dapat dilakukan melalui penguatan pendidikan muatan lokal di setiap sekolah.
“Dulu ketika sekitar tahun ’81 saya masih duduk di bangku sekolah juga sudah mulai muncul radikalisme. Namun saya tidak ikut masuk ke dalam hal tersebut karena saya sukanya sama wayang. Hal-hal yang bermuatan lokal bisa jadi modal untuk mencegah terorisme,” pungkas Bambang.
Leave a Review