Jakarta-Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut bahwa ada indikasi sebagian dana dari anggaran otonomi khusus untuk Papua bocor dan disalahgunakan oleh kelompok kriminal bersenjata di Papua.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar tidak secara lugas mengatakan dana dengan jumlah tertentu yang diterima dan disalahgunakan oleh KKB. Dia terlebih dahulu menjelaskan bahwa bantuan dalam bentuk dana untuk Papua, termasuk dana otonomi khusus (otsus) ataupun dana desa, diorientasikan untuk kesejahteraan masyarakat dan pembabunan di provinsi itu.
Tidak menjadi masalah kalau dana itu, dalam bentuk apa pun, dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, kata dia dalam wawancara eksklusif dengan The Interview, di Jakarta, Kamis, 28 April 2022.
“Kalau dalam konteks memberikan dukungan [kepada KKB] dari dana otsus, tentu itu sebuah kekeliruan besar–artinya, apabila itu dipakai untuk mendukung aksi-aksi kekerasan.”
Jika menemukan indikasi dana otsus digunakan untuk mendukung aksi-aksi kekerasan KKB di Papua, menurutnya, bagian itulah yang diselidiki oleh BNPT.
Lembaga itu, katanya, telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak penggunaan-pengunaan dana otsus yang tidak semestinya, terutama untuk diselewengkan untuk pendanaan terorisme.
Ketika didesak adakah sejauh ini dana otsus yang diselewengkan untuk aksi-aksi kekerasan KKB, Boy tak menampik.
“Beberapa juga terkait juga … ditelusuri, dan tentu, perlu suatu proses pembuktian,” ujarnya. Meski demikian, dia menegaskan, “yang penting adalah proses pembuktian”.
Ada empat pemimpin KKB yang kerap berulah dan menebar teror serta kekerasan di Papua, menurut Boy Rafli Amar. Masing-masing memiliki sejumlah pengikut dan basis atau area operasi di beberapa wilayah di Papua.
Tiga di antara mereka berusia muda, hasil regenerasi dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Mereka merupakan generasi ketiga atau anak-anak dari pemimpin kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Boy Rafli menyebut keempat dedengkot KKB itu, antara lain Egianus Kogoya, Lekagak Telenggen, Militer Murib, dan yang paling senior Goliat Tabuni.
Egianus Kogoya, kata dia, berbasis di Kabupaten Nduga. Sedangkan Lekagak Telenggen di kawasan Kabupaten Puncak, sementara Goliat Tabuni di Kabupaten Puncak Jaya.
“Militer Murib, Lekagak Telenggen, termasuk tokoh-tokoh utama yang melakukan berbagai penyerangan terhadap warga sipil yang berada di wilayah pegunungan tengah.” Mana di antara keempat dedengkot itu yang paling berbahaya, Boy menjawab, “Tiga berbahaya. Tiga, dan pengikutnya berbahaya: Egianus Kogoya, Lekagak Telenggen, Militer Murib.”
Namun, dia segera menyebut “termasuk yang sudah tua Goliat Tabuni”. Goliat Tabuni, katanya, tidak lagi muda, melainkan paling tua di antara mereka, yakni berusia lebih dari tujuh puluh tahun.
Keempat militan KKB itu, kata Boy, memiliki basis wilayah dan simpatisan yang terpisah-pisah, seolah-olah telah membagi wilayah kekuasaan masing-masing. Meski begitu pola komunikasi dan hubungan mereka masih sangat tradisional.
Leave a Review