Kabarumat.co – Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mukallaf. Selain itu pula, shalat sebagai media komunikasi antara seorang hamba kepada Allah Sang Pencipta. Oleh sebab itu dalam tradisi masyarakat Jawa istilah shalat lebih akrab dikenal dengan sebutan Sembahyang (berasal dari Sembah dan Hyang).
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj juz 1, 359 shalat didefinisikan sebagai berikut:
هي لغة : الدعاء بخير ، قال تعالى { وصل عليهم } أي ادع لهم . [ ص: 359 ] وفي الشرع : أقوال وأفعال مخصوصة مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم بشرائط مخصوصة
Artinya: Shalat secara bahasa adalah berdoa dengan kebaikan, sesuai firman Allah: Dan berdoalah atas mereka. Sedangkan secara syariat, shalat adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan dipungkasi dengan salam disertai beberapa persyaratan khusus.
Penjelasan Imam Ramli di atas menunjukkan bahwa shalat adalah gerakan dan ucapan khusus yang meliputi syarat rukun dan waktu shalat. Memang secara sepintas makna shalat sangatlah sederhana dan seolah sangat mudah dilaksanakan. Namun pada kenyataannya, masih banyak dari umat Islam yang teledor tidak menjalankan shalat, mencari keringanan, menganggap sepele dan sebagainya.
Akhirnya, selama sehari shalatnya sering bolong. Padahal sejatinya shalat adalah bentuk ketundukan hamba kepada Allah. Allah berfirman dalam Qs. Adz-Dzariyat ayat 56-57.
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّالِيَعْبُدُوْنَ ، مَآاُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِزْقٍ وَمَآاُرِيْدُ اَنْ يُطْعِمُوْنَ
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rejeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberiKu makan.
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa pemaknaan ayat ini menunjukkan perintah untuk beribadah shalat kepada Allah secara totalitas, tidak menyekutukan-Nya. Bukan justru dimaknai dengan Allah membutuhkan ibadah hamba-hambaNya.
Allah memerintahkan shalat tidak hanya untuk bangsa manusia saja, akan tetapi juga bangsa jin. Ini menunjukkan bahwa perintah dan kekuasaan Allah kepada hamba-hambaNya menembus ruang dan waktu. Dengan kata lain ibadah shalat di masa sekarang itu sama wajibnya dengan di masa Nabi Muhammad, ketaatan dan ketundukannya pula.
Ketika seseorang mengangkat tangan untuk takbiratul ihram, maka sesungguhnya dia telah melakukan ibadah suci yang hanya ditujukan kepada Allah semata. Bukan untuk lainnya. Kemudian terkait dengan pelaksanaan shalat itu memiliki waktu yang telah ditentukan, tidak boleh sembarangan. Hal ini ditegaskan:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan shalat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin. (QS. An-Nisa’ ayat 103)
Maksud dari ayat di atas menurut Wahbah Zuhaili dalam tafsir Al-Wajiz adalah: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, senantiasa ingatlah kepada Allah di segala keadaan bahkan ketika perang. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu sebagaimana biasa secara sempurna. Sesungguhnya shalat itu adalah suatu kewajiban atas orang-orang yang beriman yang telah ditentukan waktunya baik awal masuk atau akhirnya, tidak boleh dipercepat maupun ditunda.
Penafsiran Wahbah Zuhaili ini memberikan pemahaman bahwa waktu yang ditentukan seperti shalat duhur di waktu dhuhur, shalat ashar di waktu ashar, shalat maghrib di waktu maghrib, dan seterusnya, yang akan membentuk sosok muslim yang disiplin dan menuntun seseorang bersikap tegas untuk menjauhi segala larangan Allah.
Dalam salah satu ayat disebutkan:
إِنَّ الصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah mencegah dari perbuatan-perbuatan yang buruk dan munkar. (QS. Al-Ankabut: 45)
Ayat ini menegaskan bahwa shalat yang benar-benar dilaksanakan dengan ikhlas khusyuk akan mampu mencegah perbuatan buruk dan munkar pada diri seorang muslim. Dia tidak akan mudah melakukan maksiat atau terjerumus di dalamnya. Sebab melalui shalat, dia akan selalu takut kepada Allah.
Sebab Ibnu Abbas berkata:
قال ابن عباس : ويقيمون الصلاة أي : يقيمون الصلاة بفروضها
Artinya: Ibnu Abbas berkata, Dan orang-orang yang mendirikan shalat maksudnya adalah mendirikan shalat dengan melaksanakan kefardhuannya.
Kemudian Al-Dhahak berpendapat tentang hal ini:
وقال الضحاك ، عن ابن عباس : إقامة الصلاة إتمام الركوع والسجود والتلاوة والخشوع والإقبال عليها وفيها
Artinya: Al-Dhahak dari ibnu abbas berkata : mendirikan shalat adalah menyempurnakan ruku’, sujud, bacaan, khusyu’ dan menghadap pada dan dalam shalat.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang muslim yang terbiasa shalat lima waktu dan tepat waktu, pada hakikatnya ia telah menjadi muslim yang disiplin, menepati janji pada dirinya untuk istiqomah tertib shalat, menjauhi perbuatan buruk dan kemunkaran. Dia membuktikan ketundukannya hanya kepada Allah. Kesemua itu dilakukan sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti syarat, rukun, khusuk dan menundukkan diri hanya kepada Allah.
Leave a Review