Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Balkanisasi Teroris di LDK Kampus

Balkanisasi Teroris di LDK Kampus

Melihat gelombang yang terjadi pada gerak Lembaga Dakwah Kampus (LDK) mengandung banyak ironi dan kontradiksi. Pada satu sisi, LDK ini ingin mendakwahkan agama Islam sehingga bisa meninggikan martabat keagamaannya. Tapi di sisi lain, bahkan dalam bentuk gerakannya yang paling kasa (crude), justru menunjukkan balkanisasi, yang terus menerus menggeruk Pancasila sehingga mengancam keutuhan negara bangsa yang majamuk seperti Indonesia ini.

Yang terakhir itu, hari ini menjamur. Sel-sel teroris terbangun dari bawah tanah LDK ketika ia tidak mempunyai bangunan paradigma ajek seperti hari ini dan mengalami kebangrutan ideologi gerakan dakwah. Akhirnya para anggotanya menyeburkan diri pada ideologi lain di mana ia menjadi barang pamuas para teror.

Gelombang LDK

Seperti saya tulis sebelumnya dalam artikel Sel Terorisme di LDK Kampus. Anak-anak alumni LDK menjadi sasaran para teroris untuk dijadikan tumbal. Ia seperti fenomena Muhammad Syarif, pelaku bom bunuh diri, pada salat Jumat di Masjid al-Zikra, Markas Polresta Cirebon, penembakan Mabes Polri yang dilakukan oleh seorang perempuan berusia 25 tahun, dan keterlibatan sejumlah sarjana PTKIN (UIN Syarif Jakarta), di mana mereka menjadi otak rencana aksi pengeboman di Serpong pada 21/4/2011 (Harakatuna 20/12/2021).

Mereka hanya dijadikan martir pembunuh. Di bawah kangkangan al-Qaeda dan ISIS, mereka menjadi barang murah. Dan organisasi lembaga dakwah kampus ini sepertinya tahu akan itu. Tetapi sejauh ini, mereka belum melakukan perombakan nyata. Hanya saja, bila ada salah satu anggotanya yang terindikasi, buruh-buruh ia mengubah namanya.

Sejauh ini hanya itu yang LDK lakukan. Jika demikian, relevankah lembaga dakwah kampus pada zaman sekarang? Jika tidak relevan, haruskah rektorat mempertahankan atau setidaknya maudit tentang gerakan dan dakwahnya selama ini? Sesungguhnya, jika kita lihat lembaga dakwah hari ini tidak terlalu banyak manfaat untuk kampus juga bagi mahasiswa.

Bahkan, jika dilihat dari ideologi, gerakan, dakwah dan arah penjadian anggota, seolah-seolah memang menginginkan mahasiswa baru masuk ke perangkap “hitam”. Secara sadar, mahasiswa memang diberikan tempat untuk eksis dan memproses dirinya dengan balutan dakwah agama. Namun, secara tidak sadar, mereka dituntun untuk masuk ke perangkap-perangkap yang secara tidak terduga tiba-tiba mereka menjalaninya: radikalisme agama dan terorisme. Kendati, adanya LDK menjadikan adanya radikalisme agama dan terorisme agama.

Memang tidak semua anggota lembaga dakwah kampus ini terlibat arus radikalisme agama dan terorisme agama. Tetapi, sejarah, data, dan fakta membutikan, bahwa LDK memang berpotensi menjadikan anggotanya radikal serta menjadi teroris seperti yang saya sebut di atas dan sepertinya masih banyak potensi negatif lagi.

Revisitasi LDK

Gerakan LDK sajauh ini sangat begitu tercemar. Dalam ingatan bersama, setidaknya ia pernah menjadi alat politik untuk mengaburkan arti penting Pancasila. Kedua, alumni sering terjerat kasus terorisme. Dan ketiga, dakwah kampus ini menjadi peluang bagi adopasi ideologi-ideologi transnasional sehingga terjadi pengkristalan seperti yang terjadi hari ini.

Kurangnya perhatian kita kepada fenomena itu menyebabkan teroris makin leluasa untuk memanfaatkan anak-anak lembaga dakwah kampus ini. Harus ada semacam rehabilitasi atau audit pada pengelola LDK. Jika tidak, maka bibit-bibit para teroris dapat terus bermunculan.

Yang harus kita ingat, gejala meningkatnya teroris cilik atau teroris dari anak-anak kampus, serta pasar gelap ideologi ekstrem adalah akibat pembiaran dari kita. Balkanisasi teroris yang terjadi di Indonesia sampai pelbagai pihak kewalahan, adalah bukti nyata bahwa pembiaran bukanlah jalan yang harus kita tempuh hari ini.

Kita memerlukan strategi baru untuk bisa memberantas atau setidaknya memetakan dinamika tersebut. Sehinga bisa mengontrol, bisa melihat gerak sel-sel yang terpisah, independen, dan sulit terdeteksi pada kombatan teroris yang lahir dari LDK hari ini. Kita perlu revitasi sekaligus rejuvenasi bagaimana melihat kasus LDK ke depan agar bisa memberantas teroris yang bersemayam di dalam lembaga dakwah kampus di Indonesia.

Advertisements