Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Adab Seorang Guru dan Murid dalam Pendidikan Islam

Kabarumat.co – Akhir-akhir ini banyak kasus-kasus yang menjerat para guru di sekolah, terkait banyaknya tunduhan tindakan kekerasan terhadap muridnya dengan tanpa bukti dan alasan yang jelas. Padahal, guru-guru tersebut melakukan hal-hal yang wajar saat memberikan pelajaran di kelas dengan tujuan mendisiplinkan anak didiknya. Seperti halnya, melerai saat ada yang berkelahi di sekolahan, memukul dengan tujuan mengingatkan, ataupun dengan menengur saat pelajaran di kelas.

Dari sekian kejadian yang ada, akhirnya banyak dari guru-guru ini merasa enggan untuk melerai muridnya saat berkelahi, ataupun menegur saat muridnya melakukan kesalahan, dengan alasan mereka cemas dan khawatir bakal mendapatkan tuduhan tak berdasar terkait luka para murid.

Padahal, secara hukum positif di Indonesia guru itu memdapatkan perlindungan yang berkaitan dengan profesi, urusan hukum, serta keselamatan dan kesehatan saat bekerja. Seperti dalam putusan bernomor 1554 K/PID/2013, Mahkamah Agung yang menyatakan guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap muridnya. Selain itu, ada pula Peraturan Pemerintah 74/2008 tentang guru. Pasal 40 pada regulasi itu menyatakan, “Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dari pemerintah.”

Lantas, bagaimanakah pola pendidikan (tarbiyah) serta pengajaran (ta’lim) dalam sudut pandang Islam, serta bagaimana anjuran syara’ terkait hubungan guru dan murid ini? Maka dari itu kita akan membahasnya di bawah ini.

Kedudukan Seorang Guru (Ahli Ilmu)

Dalam Islam, guru merupakan orang berilmu yang harus benar-benar dihormati dan dijaga hak-haknya selagi apa yang disampaikannya benar dan sesuai dengan Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah SAW. Bahkan Sayyidina Ali pernah berkata : “Saya adalah hamba sahaya (budak) dari orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya akan dijual, dimerdekakan, ataupun tetap menjadi hambanya.” 

Ada sebuah syair dalam kitab Ta’limul Muta’alim yang berbunyi,

رَأَيْتُ أَحَقُّ الْحَقِّ حَقِّ الْمُعَلِّمِ * وَأَوْجَبَهُ حِفْظًا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
لَقَدْ حَقَّ أَنْ يُهْدَى إِلَيْهِ كَرَامَةٌ * لِتَعْلِيمِ حَرْفٍ وَاحِدٍ أَلْفُ دِرْهَمِ
فَإِنَّ مَنْ عَلَّمَكَ حَرْفًا مِمَّا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي الدِّيْنِ فَهُوَ أَبُوْكَ فِي الدِّينِ. 

Artinya: “Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya guru, ini wajib dijaga oleh setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya, walau hanya mengajar satu huruf. Sebab guru yang mengajarimu satu huruf itulah yang kamu butuhkan dalam agama, dia ibarat bapak (orang tuamu) dalam agama.” 

Dalam keterangan lain kitab Ta’lim juga dijelaskan oleh Imam As-Syairazy bahwasannya menghormati guru ataupun orang-orang alim itu bisa menjadi wasilah agar anak cucu-cucu kita mendapatkan berkah ilmunya,

و كانَ اسْتَاذُنَا الشَّيْخُ الإِمَامُ سَدِيدُ الدِّيْنِ الشَّيْرَازِيُّ يَقُوْلُ: قالَ مَشَايِخُنَا: مَنْ أَرَادَ أَنْ يَكُوْنَ ابْنُهُ عَالِمًا فَيَنْبَغِي أَنْ يُرَاعِيَ الْغُرَبَاءَ مِنَ الْفُقَهَاءِ وَيُكْرِمَهُمْ وَيُعَظِّمَهُمْ وَيُعْطِيَهُمْ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَكُنِ ابْنُهُ عَالِمًا يَكُوْنُ حَافِدُهُ عَالِمًا.

Imam Asy-Syairazy berkata, “Guru-guruku berkata, “Barangsiap yang ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menjaga hak-haknya, menghormati para ahli fikih, dan memberikan hadiab pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya yang akan menjadi orang alim.” 

Betapa sangat mulianya kedudukan seorang guru, orang ahli ilmu dalam agama Islam maupun kehidupan sosial, lebih-lebih seseorang yang mengajari kita dalam agama seperti halnya para ulama. 

Adab Seorang Guru 

Menjadi guru memang bukanlah hal yang mudah. Mereka harus memiliki persiapan yang matang sebelum mengajar, memiliki ilmu yang luas agar apa yang akan disampaikan kepada murid tidak menimbulkan kesalahpahaman, dan tentunya memiliki tauladan yang baik bagi anak didiknya.

Maka dari itu, hendaknya seorang guru memperhatikan adab-adab tertentu sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 431), sebagai berikut: 

آداب العالم: لزوم العلم، والعمل بالعلم، ودوام الوقار، ومنع التكبر وترك الدعاء به، والرفق بالمتعلم، والتأنى بالمتعجرف، وإصلاح المسألة للبليد، وبرك الأنفة من قول لا أدري، وتكون همته عندالسؤال خلاصة من السائل لإخلاص السائل، وترك التكلف، واستماع الحجة والقبول لها وإن كانت من الخصم.

Artinya: “Adab orang alim (guru), yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap murid, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.

Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adabul ‘Alim wal Muta’alim juga menjelaskan terkait etika guru saat mengajar, sebagai berikut:

(الباب السادس في آداب العالم في دروسه) اذا عزم العالم ان يتحضر مجلس درسه يتطهر من الحدث والخبث ويتنظف ويتطيب ويلبس احسن شيابه اللائقة بين أهل زمانه ، قاصدا بذلك كله تعظيم العلم وتبجيل الشريعة وينوى بتعليمه التقرب الى الله تعالى ونشر العلم الشريف وإحياء دين الإسلام، وتبليغ احكام الله تعالى التي اؤتمن عليها وامر ببيانها، والازدياد من العلم بإظهار الصواب و الرجوع الى الحق، والاجتماع على ذكر الله تعالى و السلام على اخوانه المسلمين والدعاء للسلف الصالحين وإذا خرج من بيته دعا بالدعاء الوارد عن النبي صلى الله عليه وسلم ، وهو اللهم اني اعوذ بك أن اضل أو أضل او ازل او ازل او اظلم او أظلم أو اجمل او تحمل علي عز جارك وجل ثناؤك ولا اله غيرك. ثم يقول بسم الله امنت بالله اعتصمت بالله وتوكلت على الله ولا حول ولا قوة الا بالله اللهم ثبت جناني وادر الحق على لساني، ويديم ذكر الله تعالى إلى أن يصل مجلس التدريس.

Artinya: Bab Keenam Tentang Etika Guru dalam Pengajarannya. Jika seorang guru hendak menghadiri majelis pengajarannya, hendaknya ia bersuci dari hadas maupun najis, membersihkan diri, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik yang sesuai dengan masyarakat pada zamannya, yang semuanya itu dilakukan tersebut dengan tujuan untuk mengagungkan ilmu dan menghormati syariat. Ketika mengajar hendaknya guru juga berniat dengan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, menyebarkan ilmu yang mulia, menghidupkan agama Islam, menyampaikan hukum-hukum Allah Ta’ala, senantiasa meningkatkan ilmu dengan menunjukkan kebenaran dan kembali kepada hakikat, selalu mengajak mengingat kepada Allah Ta’ala, mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya sesama muslim, serta berdoa untuk para pendahulu yang saleh. 

Ketika keluar dari rumahnya, seorang guru hendaknya membaca doa seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu:

اللهم اني اعوذ بك أن اضل أو أضل او ازل او ازل او اظلم او أظلم أو اجمل او تحمل علي عز جارك وجل ثناؤك ولا اله غيرك

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau menyesatkan, dari tergelincir atau menggulingkan, dari menzalimi atau dizalimi, dari berbuat kebodohan atau dibodohi. Maha kokoh perlindungan-Mu, Maha tinggi sanjungan-Mu, dan tiada Tuhan selain Engkau.”
 

Kemudian mengucapkan,
 

بسم الله امنت بالله اعتصمت بالله وتوكلت على الله ولا حول ولا قوة الا بالله اللهم ثبت جناني وادر الحق على لساني
 

“Dengan nama Allah, aku beriman kepada Allah, aku berlindung kepada Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan mudahkanlah lidahku untuk mengucapkan kebenaran.” Sepanjang perjalanan menuju majelis pengajaran, hendaknya selalu mengingat Allah Ta’ala hingga sampai di tempat pengajarannya.
 

Adab Seorang Murid Kepada Guru
 

Tidak hanya guru saja yang dituntut memiliki adab, akan tetapi lebih penting lagi seorang murid itu juga harus memiliki adab di hadapan gurunya agar ilmunya berkah dan manfaat. Terkait hal ini, dalam kitab Ta’limul Muta’alim sudaj dijelaskan sebagai berikut,
 

ومن توقير المعلم أن لايمشى أمامه، ولا يجلس مكانه، ولا يبتدئ بالكلام عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده، ولا يسأل شيئا عند ملالته ويراعى الوقت، ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج الأستاذ.
 

فالحاصل: أنه يطلب رضاه، ويجتنب سخطه، ويمتثل أمره فى غير معصية لله تعالى، فإنه لا طاعة للمخلوق فى معصية الخالق كما قال النبى صلى الله عليه وسلم: إن شر الناس من يذهب دينه لدنيا بمعصية الخالق. ومن توقيره: توقير أولاده ومن يتعلق به.
 

Artinya: Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam dengannya, menanyakan hal-hal yang membosankannya, dan ketika bertamu cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga guru itu sendiri yang keluar dari rumah.
 

Pada intinya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru, yaitu menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya, seperti teman, kerabat, ataupun keluarga dari guru tersebut.
 

Maka dari itu, melihat fenomena yang ada dan penjelasan yang sudah dipaparkan, menunjukkan bahwasannya dalam proses belajar mengajar hendaknya saling menjaga adab atau etika dari masing-masing pihak baik murid dan gurunya. Agar ilmu yang disampaikan guru membawa manfaat bagi anak didiknya, dan ilmu yang diterima oleh para murid membawa berkah bagi dirinya. Karena sesungguhnya dalam proses belajar mengajar itu diperlukan hati yang lapang serta sikap yang baik sesuai dengan aturan agama maupun norma-norma yang berlaku.

Advertisements