Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Tempat Kerja Larang Pakai Jilbab, Begini Hukum Mematuhinya

Tempat Kerja Larang Pakai Jilbab, Begini Hukum Mematuhinya

Kabarumat.co – Menghadapi kebijakan yang bertentangan dengan prinsip agama, seperti diskriminasi, tindakan rasis, dan lain semacamnya, memang menjadi problem tersendiri bagi pekerja perusahaan, terutama pekerja perempuan. Misalnya bagi perempuan berjilbab, harus membuka jilbab saat bekerja, karena kebijakan perusahaan tempatnya bekerja.

Lantas, apakah harus ikut aturan tersebut atau tetap berpegang teguh pada aturan agama? Dilansir NU Online, secara garis besar, ada dua kategori kebijakan dalam sebuah lembaga dan perusahaan. Ada kebijakan yang sesuai syariat dan ada kebijakan yang justru bertentangan dengan syariat.

Kategori pertama, kebijakan yang sesuai dengan syariat, seperti aturan berpakaian sopan, menutup aurat, disiplin dan tepat waktu, maka kebijakan ini wajib dipatuhi oleh pekerja perempuan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ  

Artinya: “Kewajiban umat Islam adalah mengikuti kesepakatan yang telah ditetapkan.” (HR Abu Dawud).  

Maksud kesepakatan dalam hadits tersebut menurut Al-Hafizh Al-Munawi adalah kesepakatan atau aturan yang legal menurut syariat. Dalam hal ini, maka kesepakatan itu mengikat dan wajib diikuti. Ia memaparkan:

اَلْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ، الجَائِزَةِ شَرْعًا أَيْ ثَابِتُوْنَ عَلَيْهَا

Artinya: “Kewajiban umat Islam adalah mengikuti kesepakatan yang telah ditetapkan, yaitu berupa kesepakatan yang legal menurut syariat, maka (kesepakatan) itu menjadi wajib untuk diikuti.” (Faidhul Qadir, [Riyadh, Maktabah As-Syafi’i: 1988], jilid II, halaman 884).

Kategori kedua, kebijakan lembaga atau perusahaan yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, seperti yang melibatkan diskriminasi, perintah menggunakan pakaian terbuka, tidak menutupi aurat, dan lain semacamnya, maka dalam hal ini pekerja perempuan tidak memiliki kewajiban untuk patuh.

Rasulullah saw dalam sebuah hadits menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada kewajiban taat bila yang diperintah mengandung maksiat kepada Allah. Beliau bersabda:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

Artinya: “Tidak ada ketaatan pada manusia dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR at-Tirmidzi).  

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, jika aturan atau kebijakan sebuah lembaga, seperti rumah sakit misalnya, bertentangan dengan nilai ajaran agama, maka pekerja perempuan tidak wajib mematuhinya dan berhak menolak dengan cara yang baik.

Sebaliknya, jika aturan tersebut sejalan dengan nilai-nilai agama, maka wajib dipatuhi dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

Pelarangan Jilbab dalam Tinjauan Hukum Positif

Memakai jilbab di muka publik merupakan bagian dari kebebasan beragama yang dijaga oleh undang-undang. Negara memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memilih sesuai kebiasaan dalam memakai jilbab. Sebagian orang terbiasa memakai jilbab, sebagian lainnya tidak terbiasa.

Lembaga perusahaan tidak boleh memaksa dan mendiskriminasi kepada mereka yang memakai atau tidak memakai jilbab. Larangan diskriminasi ini dapat dilihat dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 5 sebagai berikut:

“Setiap pekerja memiliki hak yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan” 

Pelarangan memakai hijab bagi pekerja perempuan tidak semestinya dilakukan oleh sebuah lembaga atau perusahaan. Perlakukan seperti ini dapat dikategorikan sebagai tindakan diskriminasi terhadap pekerja atas dasar agama yang dilarang dalam undang-undang. Pihak lembaga yang melakukan tindakan seperti ini, alangkah baiknya melakukan komunikasi dan mediasi agar tidak menimbulkan keresahan publik. Wallahu alam.

Bushiri, Pengajar Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil Bangkalan, Madura, Jatim.

Advertisements