Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Sikap Kita terhadap Orang yang Menuduh Islam Agama Terorisme

Sikap Kita terhadap Orang yang Menuduh Islam Agama Terorisme

Serangan 11 September 2001 terhadap gedung WTC dan Pentagon menjadi awal munculnya stigma negatif yang dilekatkan terhadap Islam. Dituduh, Islam identik dengan kekerasan, terorisme, fundamentalisme, radikalisme, dan sebagainya. Pelekatan stigma negatif seakan membenarkan pandangan pemikir Barat Samuel Huntington yang menyebutkan dalam tesisnya, The Clash of Civilization bahwa Islam menjadi ancaman setelah runtuhnya Soviet.

Tuduhan negatif terhadap Islam sebagai agama teror tentu tidak dapat dibenarkan. Islam hadir sebagai agama yang menghadirkan rahmat bagi semesta alam, termasuk terhadap manusia. Disebutkan dalam surah al-Anbiya’ ayat 107: Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. Pada ayat ini Nabi Muhammad Saw. diutus sebagai pembawa ajaran Islam diutus menebar rahmat terhadap manusia. Nabi mencintai dan mengasihi siapapun, meski terhadap orang yang memusuhinya.

Masih ingat bagaimana Nabi mendoakan Umar bin Khattab sebelum masuk Islam, padahal dia memusuhi beliau, bahkan bermaksud membunuhnya? Nabi tidak menghujat Umar, apalagi melakukan aksi kekerasan yang membahayakan dirinya. Doa Nabi yang ditujukan kepada Umar mampu membukakan hatinya sehingga pada akhir hayatnya ia mempercayai apa yang dibawa oleh Nabi, yaitu ajaran Islam. Bayangkan bagaimana jika Nabi menghujat dan menyerang fisik Umar seperti yang dilakukan kelompok radikal! Niscaya Islam tidak akan kuat pada masa itu, karena dengan masuknya Umar ke dalam Islam, agama ini menjadi semakin disegani.

Bahkan, pada suatu kesempatan Nabi menyebutkan dengan tegas: Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk melakukan kekerasan, tetapi untuk mengajarkan dan memudahkan. Perkataan ini didukung dengan hadis Nabi yang lain: Sesungguhnya Allah Maha Lembut/Maha Kasih. Melalui sikap kasih sayang-Nya Allah akan mendatangkan banyak hal positif, tidak seperti halnya pada kekerasan.

Nabi pernah menegur istrinya Sayyidah Aisyah yang mencela balik sekelompok orang Yahudi yang datang menemui Nabi dan kemudian mereka mengucapkan salam dengan diplesetkan menjadi as-samu alaikum yang maksudnya kecelakaan atasmu. Aisyah mendapat teguran dari suaminya agar bersikap lemah lembut dan tidak melakukan kekerasan atau perbuatan keji kepada siapapun, termasuk terhadap orang yang mencelanya. Karena, mencela balik orang yang mencela tidak menghadirkan efek jera, malahan mereka akan melakukan hal yang serupa di kemudian hari.

Kekerasan (atau terorisme) memang tidak dibenarkan dalam Islam. Tapi, pencegahan terhadap kekerasan atas nama agama ini hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang makruf atau yang baik. Karena, dengan cara itulah pencegahan terhadap kejahatan itu akan berhasil. Para pelaku kejahatan dengan sendirinya akan sadar bahwa Islam bukan agama kekerasan, melainkan agama yang mencintai kelembutan atau kasih sayang. Buktinya, penyampai dakwah, seperti Nabi dan para penerusnya, menghadirkan cinta dan kasih sayang yang mampu menyentuh hati.

Maka, yang paling penting dalam mengkonter tuduhan Islam agama terorisme dan semacamnya hendaknya memperhatikan beberapa hal: Pertama, tidak menyerang balik dengan kata-kata yang menyinggung. Mencela orang yang menghina Islam akan menghadirkan masalah baru. Mereka akan membalas celaan itu sampai tak terhitung kalinya. Saling mencela bukan sesuatu yang diajarkan dalam Islam. Islam mengajarkan tetap berbuat baik terhadap siapapun, termasuk orang yang memusuhinya. Buktinya, Nabi menegur Aisyah yang mencela balik sekelompok Yahudi yang mencela Nabi.

Kedua, memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan adalah cara terbaik untuk mengalah. Mengalah di sini bukan lantas kalah. Mengalah adalah langkah yang paling tepat untuk menghindari pertumpahan darah di tengah-tengah umat manusia. Tidak heran, jika Islam menyebutkan bahwa membunuh satu jiwa sama dengan membunuh semuanya. Sebaliknya, menyelamatkan nyawa satu jiwa sama dengan menyelamatkan semuanya. Memaafkan di sini bisa dapat menggugah hati para pelaku kejahatan. Mereka akan menyadari bahwa kejahatan yang mereka lakukan ternyata tidak mampu memalingkan seseorang untuk tidak memaafkan.

Dalam suatu riwayat disebutkan, ketika Nabi melewati wilayah Thaif, penduduk Thaif melempari beliau dengan batu, sampai kaki beliau berlumuran darah. Malaikat datang menghampiri Nabi dan menawarkan balasan untuk penduduk Thaif. Saking kesalnya, Malaikat ingin melempar gunung kepada mereka. Akan tetapi, Nabi menolak tawaran malaikat. Beliau tidak mau membalas keburukan yang ditimpakan kepadanya. Malahan, beliau mendoakan penduduk Thaif yang melakukan kejahatan itu.

Sebagai penutup, perintah Allah bersikap lembut dan dakwah Nabi yang penuh rahmah terhadap umatnya, meski mereka jelas-jelas memusuhinya bahkan mengancam keselamatan beliau, menjadi bukti yang cukup kuat untuk membantah tuduhan negatif sekelompok orang Yahudi yang menyebutkan bahwa Islam itu agama terorisme, fundamentalisme, dan lain sebagainya. Selain itu, kelembutan dalam agama langit ini akan menyadarkan para pelaku kejahatan yang mengatasnamakan Islam untuk kembali ke jalan yang benar.[] Shallallah ala Muhammad.

Khalilullah
Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta