Pengertian puasa secara fikih sangat sederhana, yakni menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, serta semua yang dapat membatalkannya karena Allah SWT. Adapaun waktu puasa itu sendiri sudah jelas ditentukan oleh Allah dalam kitabnya, al-Qura’an. Yaitu dari terbitnya fajar kedua hingga terbenamnya matahari.
Hal mendasar yang perlu ditekankan dalam menggapai arti penting puasa adalah menjadikan puasa sebagai bagian dari ketahanan iman. Dalam riwayat Ibn Mas’ud dituliskan“Ash shaumu nisfush shabri, wash shabru nisful iman”. Saya kira inilah arti penting puasa yang sering terlupakan.
Secara artifisial, dipahami bahwa substansi dasar puasa ialah ‘menahan’ yang dalam definisi lughaghiyah-nya diterjemah dari kata ‘al imsaak’. Al-Imsak dalam banyak aspek dapat diposisikan sebagai pola uji-coba kekuatan diri dari menghindari apa yang sebenarnya ‘absah, mubah’ tapi tidak diperkenankan dikerjakan. Pada bagian inilah puasa tidak akan selalu menemukan konteks terbarunya dari masa kemasa.
Menurut Imam Masjid New York, Amerika Serikat, Ustaz Imam Shamsi Ali, menahan diri dari berbicara dari hal-hal terlarang juga termasuk definisi dalam berpuasa. Tentu pengertian yang demikian Ustaz Imam Shamsi Ali sampaikan merupakan pamaknaan jauh yang coba merangkum segala kemungkinan tak terpisahkan dalam memahami arti penting puasa itu sendiri.
Puasa dan Upaya Membunuh Tuhan Kecil dalam Literatur Teks
Dalam Alquran, misalnya, menahan diri dari berbicara juga diistilahkan dengan shoum. Seperti dilakukan Maryam binti Imran yang dilarang bicara setelah melahirkan Nabi Isa alaihissalam. “Inni nadzartu lirrahmani shouma (Sesungguhnya Aku telah berjanji atau nadzar kepada Allah untuk menahan diri (shoum).”
Terkait ini, Rasulullah SAW juga pernah memberi nasihat di saat seseorang diajak bertengkar atau berkelahi hendaknya berkata, “Saya berpuasa (inni shoo-im).” Bagi Shamsi, maksud hakiki dari apa yang disampaikan nabi adalah keadaan dimana ia menguasai dirinya untuk mencegah diri dari berbuat segala hal yang dalam kondisi ini penulis istilahkan dengan tuhan kecil.
Tuhan kecil adalah suatu keadaan yang membuat kita mesti tunduk kepadanya. Perintah-perintah yang diberikannya cenderung diikuti oleh hawa nafsuh kita. Objek terutama dan terpenting dari semua pembahasan tentang puasa terletak pada pengendalian hawa nafsu. Hawa berarti keinginan (desire), sedangkan nafsu berarti diri (ego). Hawa nafsuh inilah yang penulis sebut dengan tuhan kecil yang meniscayakan kita tunduk, mengikuti segaka apa yang dikehendakinya.
Dalam Islam, hawa nafsu bukan dipandang sebagai musuh, apalagi dihancurkan. Alih-alih mematikan hawa dan nafsu, Islam justru mengarahkan dan mengaturnya tetap dalam koridornya. Misalnya dengan melegalkan hubungan lawan jenis dalam ikatan sakral pernikahan. Dengannya hawa nafsu manusia tersalurkan, bahkan menjadi pintu keberkahan.
Asumsi ini juga disampaikan oleh Pimpinan Nusantara Foundation, bahwa sesungguhnya letak urgensi puasa berada keadaan dimana kita mesti menepis segala kehendak yang didorong oleh hawa nafsuh. Karena betapa banyak destruksi atau kerusakan yang terjadi dalam hidup manusia disebabkan kegagalan manusia itu sendiri dalam mengendalikan hawa nafsunya.
Perintah Tuhan Kecil (Bunuhlah)
Pasalnya, ketika dorongan (hawa) nafsu (ego) manusia itu lepas kendali, maka nafsu akan menjadi penentu hidup. Bahkan, menjadi tujuan tertinggi kehidupan. Pada posisi yang sama ada beberapa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya yang ia ikuti segala perintah dan kegendaknya. Maka, Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutup atas penglihatannya.
Demikian peringatan Allah dalam Surah Al Jaatsiyah ayat 23. “Dunia tidak lagi menjadi objek hidup tapi berubah menjadi tuan atau master. Di sinilah kerap dunia atau nafsu berubah menjadi ‘Tuhan’ kecil dalam hidup,” perlu terus dicamkan dalam setiap jiwa kita masing-masing.
Dari semua bentuk materi yang melingkupi alam semesta ini, penyakit lain yang sering menjangkin manusia adalah al khauf wal hazn (ketakutan dan kesedihan). Orang juga akan muda tunduk pada suatu hal apapun ketika bersamaan dengan (menghindari) ketakutan dan kesedihan. Padahal hal ini adalah bagian dari tuhan-tuhan kecil yang sering memerintahkan manusia pada jalan yang tak seharusnya. Tentu ini juga sangat berbahaya. Bahkan, manusia tidak pernah merasa cukup dan membuat manusia menghalalkan segala cara untuk memenuhi hawa nafsunya dan atau menghindar dari al khauf wal hazn. Maka bunuhlah…!
Untuk mengendalikan hawa nafsu agar tetap terkontrol, berpuasa merupakan cara terbaik. Dengannya, manusia mampu membangun kendali hawa nafsu, melatih hati nurani untuk mengambil alih kendali kehidupan. Bahkan dengan puasa, kita belajar menjadi ‘tuan’ bagi hawa nafsu kita. Bukan menjadi ‘hamba sahaya’ bagi hawa nafsu.
Leave a Review