Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Propaganda Tahunan Kaum Ekstremis tentang Natal, hati-hati!

تبلیغ داعش ضد کریسمس

Kabarumat.co – Dalam esainya, Huge Risk of Christmas Attacks, Ido Vock, jurnalis BBC mengatakan, genosida Zionis Israel terhadap Palestina memantik polarisasi di kalangan masyarakat hingga berujung pada eskalasi ancaman terorisme. Menurutnya, kaum ekstremis bertindak kejam sebagai risiko emosionalisasi dan radikalisasi. Di hari Natal, dendam tersebut akan terlampiaskan. Ia menyinyalir beberapa insiden ekstremisme baru-baru ini di Jerman.

Stephan Kramer, Kepala intelijen dalam negeri Jerman, bahkan memberi spekulasi lebih jauh. Baginya, memanasnya perang Zionis vs Palestina tidak hanya memberikan ‘bahaya besar’ untuk Natal, tetapi juga terhadap acara olahraga besar seperti Olimpiade Paris dan Kejuaraan Sepak Bola Euro 2024 mendatang. Benarkah demikian? Apakah kaum ekstremis, terutama ISIS dan afiliasinya, akan menebar teror hari-hari ini?

Tulisan ini, perlu ditegaskan, tidak hendak mengulas invasi Zionis ke Palestina. Sikap saya, sebagaimana pada tulisan-tulisan sebelumnya sudah jelas: mengutuk Zionis Israel atas genosidanya terhadap rakyat Palestina. Para zionis itu adalah teroris yang harus dilawan. Kemerdekaan Palestina harus selalu disuarakan—diperjuangkan. Yang ingin di-highlight dalam tulisan ini ialah Natal dan sekelumit propaganda di dalamnya.

Mengapa itu penting, paling tidak ada dua alasan. Pertama, Natal sudah sepekan lagi. Kedua, aksi kaum ekstremis tidak bisa ditebak, bisa terjadi kapan saja dengan efek mematikan. Ketiga, propaganda tahunan mereka sudah terdengar hari ini. Yang terakhir ini misalnya tentang haramnya muamalah dengan non-Muslim, wajibnya membantai orang kafir, hingga haram dan melencengnya ucapan “Selamat Natal” dari umat Islam.

“Selamat Natal” Itu Tidak Haram

Inilah propaganda paling pertama yang digaungkan kaum ekstremis tentang Natal. Untuk tujuan ini, para propagandis mereka mengadu domba ulama Muslim lokal. Sebagai contoh, Quraish Shihab, yang selalu dituduh Syiah oleh kaum ekstremis. Mereka mengadu Quraish Shihab dengan ulama lain seperti Buya Yahya hingga ustaz Adi Hidayat. Ramainya medsos yang berisi potongan-potongan video mereka adalah bagian dari propaganda itu sendiri.

Apa tujuannya? Jelas, agar masyarakat Indonesia tidak memercayai ulamanya sendiri. Padahal, ucapakan “Selamat Natal/Merry Christmas” itu sudah selesai diuraikan para ulama. Mereka ikhtilaf, yakni berbeda pendapat, mengenai hukumnya. Jika ucapan tersebut dilandasi keyakinan teologis—yakni membenarkan Yesus—maka tidak diperkenankan bagi Muslim. Namun, jika hanya tujuan sosial tanpa teologis, maka tidak ada masalah.

Artinya, “Selamat Natal” itu tidak haram jika tujuan pengucapannya murni untuk menghormati sesama, demi menjaga kerukunan dengan umat Kristiani. Akidah Islam tidak perlu dibawa ke dalam ucapan tersebut, hanya perlu membawa akhlak untuk serukan toleransi antarumat beragama. Sampai di sini tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Mengatakan boleh silakan. Mengatakan tidak boleh juga silakan.

Yang wajib diwaspadai adalah propaganda di balik debat hukum ucapkan Natal tersebut, yang notabene ulah kaum ekstremis. Apa itu? Kebencian antarumat. Mereka selalu berniat menciptakan kegaduhan di tanah air, membuat masyarakat tidak rukun, saling benci satu sama lain, terutama Muslim terhadap non-Muslim. Ketika mereka berhasil, maka teroris Natal siap beraksi, dan itulah tujuan utama mereka.

Kaum Ekstremis di Tengah Kita

Di antara jutaan Muslim di negara ini, yang benar-benar berkomitmen untuk menjaga kerukunan antarumat itu tidak banyak. Secara jumlah mungkin lebih banyak yang ego primordialnya tinggi: ingin mendominasi secara sosial, politik, hingga keagamaan. Artinya, di tengah-tengah kita, kaum ekstremis itu tidak sedikit. Dan artinya juga, propaganda mereka masif. Maka, antisipasi atas mereka itu wajib, tidak bisa disepelekan.

Kaum ekstremis di tengah kita bukanlah masalah yang laik diabaikan. Mesti ada kesadaran bersama, juga tindakan konkret, untuk melibas akar-akar ideologi radikal dan propaganda mereka, terutama yang kini tengah masif karena mendekati momentum Natal. Dalam konteks itu, hanya dengan memahami sumber ancaman dan saling bahu-membahu, kita dapat membentuk masyarakat yang tangguh dari propaganda ekstremisme.

Perlu digarisbawahi juga, kaum ekstremis di tengah kita tidak hanya terbatas pada wilayah tertentu. Mereka bisa merayap dan merasuk di mana-mana, termasuk di kalangan kita sendiri, yang mungkin secara kasat mata tidak berbahaya padahal menyimpan spirit pertikaian antarumat. Selain itu, basis gerakannya juga intensif. Medsos jadi platform penyebaran ideologi ekstrem, yang menyeret masyarakat ke arah disintegrasi.

Dengan demikian, Natal sebagai momen propaganda tahunan kaum ekstremis harus disikapi secara serius oleh semua pihak. Tak terkecuali masyarakat atau pun pemerintah, semuanya harus berada dalam kesadaran yang sama, yaitu: di hari Natal, jangan sampai propaganda mereka berkembang menjadi aksi teror yang menyebabkan kehancuran nasional dan penderitaan umat Kristiani.

Artinya apa? Kaum ekstremis di tengah kita harus segera distop propaganda dan dicegah aksi terornya. Jika tidak, “huge risk” seperti yang disinggung di awal akan benar-benar jadi kenyataan. Alih-alih menjadi momentum kebahagiaan dan tebar kasih antarumat beragama, Natal malah akan jadi momok menakutkan sepanjang tahun karena selalu dibayangi teror kaum ekstremis. Itu tidak boleh terjadi. Harus diantisipasi. Aparat, bergeraklah!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Advertisements