Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Nasib Korban Terorisme, Sudahkah Terpenuhi Haknya?

Nasib Korban Terorisme, Sudahkah Terpenuhi Haknya?

Teror korban menjelang natal dan akhir tahun 2022 bergentayangan, setelah aksi bom bunuh diri terjadi di Polsek Astanaanyar pada Rabu, (07/12) yang menggegerkan warga kota Bandung. Dalam kejadian ini, seorang anggota polisi Aipda Sofyan ikut menjadi korban yang tewas. Berdasarkan fenomena yang terjadi dalam permasalahan teroris, sorotan publik pertama kali diberikan kepada pelaku. Media mulai mencari tahu tentang latar belakang teroris seperti latar belakang organisasi, ataupun motif pelaku dalam melakukan pengeboman. Namun, tidak banyak yang menyorot tentang nasib para korban teroris dan bagaimana pemenuhan hak bagi korban terorisme.

Kalau kita lihat beberapa kasus besar tentang terorisme, setidaknya kita melihat secara jelas, seperti: Pertama, tahun 2000 silam ketika bom terjadi di beberapa kota di Indonesia pada malam natal, sebanyak 16 orang meninggal. Kedua, bom Bali I yang terjadi pada tahun 2022 menewaskan 202 orang dan banyak orang asing terluka. Ketiga, bom JW Marriot yang terjadi pada tahun 2003 menewaskan 14 orang dan 156 terluka. Tiga kasus yang masih sangat membekas ini, kira-kira menjadi sebuah pertanyaan dalam diri tentang, bagaimana korban teroris dalam pemenuhan haknya? Sudahkah pemerintah benar-benar merangkul dan memperhatikan hak mereka sebagai korban?

Seperti yang sudah diketahui bahwa, korban terorisme bukanlah korban yang dipilih oleh kelompok teroris itu sendiri. Mereka (red;korban) adalah korban random yang tidak dipilih karena faktor latar belakangan kehidupan. Artinya, kita semua memiliki potensi untuk menjadi korban teroris selama kita berada dalam wilayah sasaran yang sudah ditentukan oleh kelompok teroris. Kenyataan ini menuntut kita untuk selalu waspada akan serangan teroris yang bisa terjadi kapan saja. Maka dari itu, penting untuk memiliki pengetahuan tentang terorisme supaya menjadi upaya pencegahan sejak dini kepada diri sendiri.

Namun, bagaimana dengan korban terorisme baik yang sudah meninggal ataupun yang mengalami luka-luka? Memberikan perlindungan kepada korban merupakan tindakan yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini karena, korban terorisme adalah korban tindak kejahatan. Apalagi seperti yang diketahui bahwa, masalah terorisme di abad ke-20 ini, menjadi salah satu dari lima bentuk ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia.

Terorisme menjadi ancaman stabilitas keamanan dalam sebuah negara yang perlu diperangi bersama oleh dunia global. Di Indonesia, permasalahan terorisme juga menjadi ancaman berat. Hal ini karena menjadi ancaman dan mengganggu kedamaian masyarakat. Disebut sebuah ancaman karena selama ini selalu menyebabkan banyak korban jiwa dari masyarakat sipil yang tidak terkait secara langsung. Dalam pemenuhan hak korban terorisme, ada beberapa faktor yang ada di dalamnya:

Pertama, faktor Undang-Undang. Keberadaan payung hukum sebagai upaya perlindungan yang terjadi dalam sebuah tindak kejahatan sangat penting. Hal ini karena, negara Indonesia sebagai negara hukum, acuan utama untuk menetapkan sesuatu, berdasarkan kepada hukum yang sudah ditetapkan. Berkenaan dengan masalah terorisme, maka penting keberadaan hukum tentang bagaimana hak korban terkait persoalan kompensasi, perlindungan, perawatan menjadi korban, dll.

Kedua, faktor kesadaran hukum korban. Pengetahuan korban tentang undang-undang perlindungan terhadap korban terorisme menjadi faktor penting. Dengan kondisi trauma, perasaan takut dan shock menjadi korban teroris, ditambah dengan pengetahuan yang rendah tentang terorisme. Korban biasanya justru memilih untuk tidak mengurus agar bisa mendapatkan haknya sebagai korban yang harus diberikan oleh pemerintah.

Ketiga, faktor pendukung. Dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa adanya perlindungan saksi dan korban terhadap penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif dan kepastian hukum. Akan tetapi, belum ada pendukung yang menjelaskan seperti apa pemberian keadilan kepada korban, tindakan yang yang tidak diskriminatif, ataupun kepastian hukum yang jelas. Sehingga korban benar-benar memberikan mendapatkan hak hidup yang layak pasca menjadi korban terorisme.

Keempat, faktor sumber daya manusia. Keberadaan undang-undang sebagai payung hukum untuk memberikan perlindungan kepada korban terorisme, harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai. Misalnya, pada korban terorisme, khususnya bagi mereka yang masih hidup, mereka sangat membutuhkan bantuan medis, pendampingan kepada korban dari pihak kepolisian untuk memberikan keterangan secara jelas tentang kejadian yang menimpanya.

Keempat  faktor ini menjadi sangat penting diperhatikan dalam pemenuhak hak koban terorisme mengingat bahwa, peritiwa terorisme merupakan suatu tindak kejahatan yang terjadi kapan saja, di mana saja dan akan menimpa siapapun. Maka dari itu, fokus pemerintah tidak hanya pada upaya deradikalisasi kepada pelaku. Akan tetapi, hak korban terorisme harus dipastikan mendapatkan kelayakan. Wallahu a’lam

Muallifah
Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bisa disapa melalui instagram @muallifah_ifa