Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Mengupas Problematika Wudhu

Mengupas Problematika Wudhu

Kita ketahui bahwa wudhu adalah pondasi kuat ketika kita akan melaksanakan ibadah sholat. Sholatnya seseorang bisa diterima/sah jika wudhunya sudah benar.

Di dalam kitab taqrirotus syadidah cetakan darul ulum al-islamiyah halaman 81 sebagai berikut :

الوضوء لغة : اسم لغسل بعض الاعضاء

Wudhu secara bahasa adalah membasuh sebagian anggota.

وشرعا: اسم لغسل اعضاء محصوصة,بنية محصوصة,على وجه محصوص

Dan secara syariat adalah membasuh sebagian anggota yang di khususkan dengan niat khusus dan memiliki tatacara khusus.

Fardhu wudhu sendiri ada 6
1. Niat:

نويت الوضوء لرفع الحدث الاصغر فرضا لله تعلى
2. Membasuh wajah, batas wajah panjangnya adalah dari dagu sampai tumbuhnya rambut atas, dan lebarnya adalah sampai kedua telinga. Pendapat ini saya kutip dari kitab fathul qorib karangan syaikh abi abdillah syamsuddin muhammad bin qosim bin muhammad al-ghozi.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku siku.
4. Mengusap sebagian rambut kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
6. Runtut, dari fardhu yang pertama harus urut.

Disini saya mengambil beberapa poin yang sering terjadi problematika di halayak umum. Pertama, adalah soal niat. Praktek sahnya niat ketika kita melakukan basuhan pertama pada wajah, kita mengambil air dari tempat wudhu dan membasuh kewajah, Di basuhan pertama wajah, kita harus melakukan niat. Pendapat ini saya kutip dari kitab fathul qorib cetakan ali ridho waikhwani halaman 8 sebagai berikut:

وتكون النية عند غسل اول جزء من الوجه اي مقترنة بدلك الجزء لا بجميعه ولا بما قبله ولا بما بعده
Dari ibrah tersebut sepintas dapat kita tarik satu benang merah bahwa melakukan niat wudhu harus bersamaan dengan basuhan yang pertama.

Dan yang sering terjadi di khalayak umum adalah melakukan niat ketika berkumur, padahal berkumur hukumnya sunah, berarti jika kita niat selain basuhan pertama pada wajah maka niatnya tidak sah, dan kita harus mengulangi basuhan wajah dengan niat.

Sedangkan niat wudhu sendiri tidak harus menggunakan lafad نويت الوضوء لرفع الحدث الاصغر فرضا لله تعلى. Kita boleh niat selain menggunakan lafad tersebut. Tarulah satu contoh ketika ada seseorang bernama Doni dia melaksanakan wudhu, dia niat dengan lafad niat fardhu wudhu/niat bersuci dari hadas. Maka lafad tersebut di perbolehkan.

Pendapat yang membolehkan hal ini saya kutip dari kitab fathul qorib cetakan ali ridho waikhwani halaman 8 sebagai berikut:

ينوي فرض الوضوء او الوصوء فقد, او الطهرة عن الحدث

Artinya: Saya niat fardhu wudhu/saya niat bersuci dari hadas.

Bahkan niat boleh di lafadkan dalam hati, tidak serta merta harus menggunakan lisan. Karena sejatinya amal perbuatan tergantung dari niat dalam hati seseorang tersebut.

Kedua, Poin yang kedua adalah membasuh tangan sampai siku siku. Berkaitan dengan hal ini, muncullah pertanyaan kritis, bagimana orang yang tidak memiliki siku siku karena ada kelainan dari lahir? Apakah membasuhnya sampai lengan? tentunya tidak?

Menurut pendapat syaikh abi abdillah syamsuddin muhammad bin qosim bim muhammad al-ghozi dalam kitab fathul qoribnya beliau berpendapat sebagai berikut.

والثالث:غشل اليدين الى المرفقين فان لم يكن له مرفقان اعتبر قدرهما

Artinya: Ketika orang tidak memiliki siku siku maka dikira kirakan siku sikunya.

Maksudnya adalah ketika seseorang tingginya 160cm, maka orang tersebut harus mencari orang yang tingginya 160cm/ postur tubuhnya yang sama, lalu orang tersebut menyamakan siku sikunya dengan orang tersebut. Itu yang nanti menjadi batasan wudhu orang yang tidak memiliki siku siku tersebut. Wallahu a’lam bi shawab.

* Fathul Ulum (Santri PP. Al Anwar, Sarang, Rembang)

Advertisements
Fathul Ulum
Santri PP. Al Anwar, Sarang, Rembang