Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Mengapa Dibalik Kasus ACT, Kelompok Khilafah Kepanasan?

Naila Zayyan, dalam sebuah tulisannya yang berjudul, “Ada Apa di balik Pemberitaan Masif Kekerasan Seksual di Pesantren dan Penyelewengan dan Penyelewengan oleh Lembaga Donasi?” mengungapkan bahwa, beberapa pekan terakhir ini, masifnya pemberitaan tentang ACT beberapa waktu belakangan ini, tidak lain berkenaan dengan dengan isu islamofobia yang menjadi dasar dari strategi yang digencarkan oleh musuh-musuh Islam yang menolak khilafah.

Lebih jauh lagi, argumen tersebut didasarkan oleh pemberitaan yang disampaikan oleh Direktur An-Nasr Institute For Strategic Policy Munarman S.H, bahwa adanya aktor utama, agenda, serta alur isu dan strategi antek-antek AS dan Zionis Yahudi untuk mendiskreditkan kelompok Islam dengan berbagai stigmatisasi, seperti fundamentalis, radikal, intoleran, terorisme, dsb. Di antaranya berbentuk NGO yang fokus mengampanyekan antisyariat Islam dan antiformalisasi syariat. Mengetahui hal tersebut, ada beberapa NGO yang disebut memiliki visi tersebut, yakni: Setara Institute, Moderate Muslim Society (MMS) dan RAND Corporation).

Melalui argumen di atas, Naila memberikan alasan besar bahwa dalam isu keislaman seperti halnya kasus ACT, menjadi salah satu makanan ciamik bagi kelompok pengusung moderat untuk menyerang Islam. Tidak hanya itu, Tidak banyak informasi yang bisa dicari dari keberadaan An-Nasr Institute. Pada sebuah laman Instagram, An-Nasr Institute tidak lain merupakan Lembaga yang menjadi wadah bagi para penghafal Al-Qur’an dan menyebarkan ajaran Islam.

Masih dengan informasi An-Nashr Institute, ternyata Munarman sebagai direktur, yang pernah terhubung dengan kasus terorisme beberapa waktu lalu, mengungkapkan bahwa dalam persoalan terorisme, Indonesia hanya menerima proyek.

ACT bukan kasus kebetulan

Kasus ACT bukanlah kebetulan yang menimpa terhadap Lembaga filantropi Islam lalu dibesar-besarkan kepada publik. Lebih jauh, tujuan atas pemberitaan yang masif yang ditujukan kepada ACT adalah upaya untuk memaksimalkan Lembaga filantropi yang membawa nama Islam dalam misi besarnya. Apakah ia sesuai dengan ajaran Islam atau tidak, maka ini perlu ditelaah lebih jauh. Sehingga narasi yang menyebut bahwa, memberitkan ACT adalah upaya untuk melemahkan Islam, sangatlah tidak benar.

Untuk mengetahui bagaimana Lembaga ini bekerja, setelah beredar kabar tentang bocornya dana umat yang pemberitaannya yang diterbitkan oleh Tempo, fakta-fakta baru mengejutkanpun muncul, mulai dari ketidakberesan soal penanganan atas Lion Air, dugaan pengadaan dana kepada kelompok-kelompok teroris, hingga keteritakan kuat antara ACT dengan kelompok PKS yang sudah jelas adalah bagian dari pengusung khilafah di Indonesia.

Bagaimana hal itu bisa terungkap? Tentu dengan penyelidikan lebih jauh dan membutuhkan waktu yang panjang dalam upaya mengungkapkan semua itu. Ke depan, bukan tidak mungkin, fakta-fakta baru tentang kasus ACT akan bermunculan. Adanya kasus ACT ini juga berarti bahwa, Lembaga filantropi yang mengatasnamakan Islam sekalipun, tidak murni berjalan sesuai nilai-nilai Islam yang amanah, tanggung jawab dan tidak curang. Dengan demikian, butuh pengawasan dan kebijakan baru oleh pemerintah untuk menjadi pengawas bagi Lembaga filantropi.

Dicabutnya izin atas ACT merupakan salah satu langkah yang nyata untuk memutus rantai pergerakan kelompok-kelompok khilafah dalam menyebarkan ajarannya. Tidak hanya itu, kebijakan tersebut harus disertai dengan pengawasan keberlanjutan untuk memastikan bahwa ACT memang sudah dibekukan.

Perang narasi antara kelompok khilafah dengan kelompok moderat

Berdasarkan fakta di atas, terjadi perang narasi yang disampaikan oleh kelompok khilafah dengan kelompok moderat dalam upaya mencapai tujuannya masing-masing. Di satu sisi, para kelompok moderat dengan kontra narasinya, melihat banyak sekali fakta terorisme di lapangan dan keterakaitan Lembaga keislaman dengan kelompok-kelompok teroris, pengusung khilafah dan berupaya untuk melengserkan pemerintah resmi demi menegakkan sistem khilafah di Indonesia.

Sedangkan di sisi lain, para kelompok khilafah justru menyangkal adanya narasi tersebut dengan dugaan  bahwa kita semua (kelompok moderat) adalah musuh Islam yang nyata. Sebab menolak khilafah, dan sejenisnya.

Dengan demikian, hal yang bisa kita lakukan adalah membaca setiap fenomena yang terjadi di lapangan dengan melihat dengan kacamata pengetahuan, dan kebijaksanaan dalam melihat Islam sebagai ajaran yang kaffah, agar tidak masuk pada corong radikalisme dan berupaya untuk memusuhi pemerintah.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Advertisements
Muallifah
Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bisa disapa melalui instagram @muallifah_ifa