Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Khilafatul Muslimin: Neo NII?

Negara Islam Indonesia atau yang dikenal dengan NII merupakan sebuah organisasi yang memiliki keinginan untuk mengubah ideologi negara, menggulingkan pemerintah yang sah dan menganggap taghut, dan sudah dilarang oleh pemerintah. Dalam melihat NII, setidaknya kita mengetahui secara singkat bahwa, organisasi ini ada pada tahun 1949 oleh seorang tokoh yang paling dikenal dengan nama Kartosoewirjo, atau dengan nama lengkap Soekarmadji Maridjan Kartosoewirdjo.

Secara gerakan, organisasi NII sudah dibubarkan pada 1962 silam. Namun, ideologinya untuk mendirikan negara Islam, tidak sepakat dengan Indonesia dan meganggap pemerintah adalah taghut, tetap membara.

Cerita NII masa silam, mencuat belakangan ini ketika munculnya khilafatul muslimin yang semakin hari menemukan pelbagai temuan yang cukup ciamik. Organisasi yang berdiri pada tahun 1997 silam oleh Abdul Qadir Hasan Baraja ini, nyatanya memiliki ambisi yang sama dengan NII. Beberapa orang juga mengakui bahwa, keberadaan khilafatul muslimin adalah reinkarnasi NII, atau bisa disebut neo NII. Benarkah demikian?

NII dan Khilafatul Muslimin bertujuan mendirikan negara khilafah

Eksistensi NII dalam ruang lingkup negara Indonesia, masih menjadi bayang-bayang antara ada dan tiada. Disatu sisi, NII adalah tidak hanya sekadar organisasi, melainkan ideologi yang tetap melekat pada setiap pengikutnya untuk bercita-cita mendirikan negara Islam di Indonesia. Sedangkan disisi lain, pembubaran yang dilakukan oleh pemerintah di masa silam, tidak cukup membuat efek jera kepada orang-orang yang di dalamnya.

Tidak hanya itu, sejak era reformasi dengan klaim kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat dan ruang demokrasi, orang-orang seperti lulusan NII di masa silam, kerapkali menggunakan embel-embel tersebut untuk menyuarakan ambisinya. Mereka berani tampil ke publik. Hal itu tidak bisa dilakukan ketika masa Soeharto, sebab tidak akan bisa suara-suara apapun diperdengarkan ke publik. Sehingga setelah masa reformasi, lulusan NII yang nyatanya sudah dibubarkan oleh pemerintah, bisa saja membentuk organisasi-organisasi serupa dalam rangka mewujudkan ambisinya mendirikan negara khilafah.

Seperti yang kita ketahui bahwa, NII didirikan tepatnya di Jawa Barat. Namun, eksistensinya tidak hanya ada di Jawa Barat. Melainkan di pelbagai daerah, seperti Aceh, Sulawesi dengan jumlah sekitar 18 juta orang. Melalui jumlah yang sangat besar itu, maka penting kiranya untuk melihat loyalitas yang dimiliki oleh para pengikut. Tidak menutup kemugkinan, setelah pembubaran tersebut, mereka membentuk organisasi serupa. NII memang mati secara keorganisasian, namun nafas perjuangannya, tetap hidup sampai kapanpun. Mereka pasti bereinkarnasi dengan membentuk organisasi lainnya.

Fakta tersebut juga disampaikan oleh Budi Waluyo dan Ridwan Al-Anwari dalam Diskusi Hybrid “ Negara Islam Indonesia (NII), Dahulu, Kini dan di Masa Mendatang,” yang dilaksanakan oleh Prodi Kajian Terorisme UI (Universitas Indonesia) pada 14 Juni 2022 silam.

Dalam penyampaiannya, Ridwan Al-Anwari menjelaskan bahwa,

“Islam di dalam Al-Quran itu bermacam-macam, seperti alfatihah sampai surat selanjutnya mengandung banyak hal seperti Kesehatan, pendidikan, dll, kesimoulannya di surat terakhir di surat An-Nas, kesimpulan bahwa Allah adalah Pencipta, Pemelihara, Pembina sebagai Malik dan ditegaskan dengan konsep negara khilafah yang dijadikan senjata bagi para pemuda NII pada saat itu, termasuk saya, yang ikut memperjuangkan bagaimana tegaknya negara Indonesia,” ucap Ridwan Al-Anwari.

Budi Waluo, menceritakan kisah hidupnya yang pernah bergabung dengan NII beserta ideologi yang pernah dianutnya dengan menceritakan secara seksama tentang pemahaman negara Islam yang sudah ada sejak zaman Belanda. Menurutnya, organisasi khilafatul muslimin bisa juga kita sebut NII di masa kini. sebab secara ideologi, mereka sama dengan NII. Apalagi secara ambisi pula, mereka tidak segan-segan untuk menyebarkan maklumat yang berisi ajakan khilafah. Label sangat pancasilais yang melekat dalam penjelasan para pengikut khilafatul muslimin, tidak bisa langsung kita terima karena kegiatannya sangat bertentangan dengan apa yang dijelaskan oleh mereka.

Sehingga, perlu kiranya untuk membuat kebijakan terkait regulasi untuk  menindaklanjuti organisasi menyebarkan ideologi bertentangan dengan Pancasila. Tidak hanya itu,  sangat penting untuk membuat strategi dalam menindaklanjuti setelah pembubaran organisasi yang berbeda ideologi dengan Pancasila. Sebab pembubaran bisa sangat bisa dilakukan kapan saja. Namun, apa tolok ukur untuk memastikan pengikutnya juga berpindah haluan mengakui Pancasila dan berkhidmat kepada NKRI?  Wallahu a’lam

Advertisements
Muallifah
Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bisa disapa melalui instagram @muallifah_ifa