Kabarumat.co – Sya’ban merupakan bulan yang istimewa. Sya’ban termasuk bulan yang mulia, karena berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan yang tak kalah mulia bagi umat Islam. Bulan Sya’ban ini juga memiliki banyak keberkahan dan kebaikan.
Untuk itu, di bulan Sya’ban umat Islam dianjurkan untuk melakukan taubat dan meningkatkan amal kebaikan guna menghadapi bulan suci Ramadhan. Di antara perbuatan baik yang dapat dilaksanakan ialah berpuasa. Keutamaan puasa Sya’ban pun cukup banyak.
Adapun hukum puasa Sya’ban ialah sunnah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits shahih dari Nabi Muhammad SAW, yang di antaranya adalah dua hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يُفْطِرُ؛ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ. وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ)
Artinya, “Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ia berkata: ‘Rasulullah SAW sering berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berbuka’; beliau juga sering tidak berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berpuasa’; aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadlan; dan aku tidak pernah melihat beliau dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa yang lebih banyak daripada puasa beliau di bulan Sya’ban’.” (Muttafaqun ‘Alaih. Adapun redaksinya adalah riwayat Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: … كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً. (رواه مسلم)
Artinya: “Diriwayat dari ‘Aisyah ra, ia berkata: ‘… Rasulullah SAW sering berpuasa Sya’ban seluruhnya; beliau sering berpuasa Sya’ban kecuali sedikit saja’.” (HR Muslim).
Merujuk Imam an-Nawawi, para ulama menjelaskan bahwa redaksi kedua: “Beliau sering berpuasa Sya’ban kecuali sedikit saja”, merupakan penjelas bagi redaksi pertama, yaitu: “Rasulullah SAW sering berpuasa Sya’ban seluruhnya”. Maksudnya, redaksi kedua itu menjelaskan, maksud Rasulullah SAW sering berpuasa Sya’ban seluruhnya adalah berpuasa pada sebagian besarnya. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ Syarhul Muhaddzab, juz VI, h. 386).
Selain itu, ada hadits yang mengharamkan puasa yang dilaksanakan pada separuh kedua bulan Sya’ban, yaitu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Rasullah SAW bersabda: ‘Ketika Sya’ban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa’.” (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits ini maka puasa Sya’ban haram dilakukan bila dimulai pada tanggal 16. Puasa Sya’ban harus dimulai sebelum tanggal tersebut, sejak tanggal 1 atau paling maksimal tanggal 15. Bila sampai tanggal 15 belum berpuasa, maka haram berpuasa pada tanggal 16 sampai akhir Sya’ban sesuai petunjuk hadits tersebut.
Dalam menjelaskan permasalahan ini secara lebih detail as-Sayyid al-Bakri menjelaskan tiga pengecualian keharaman puasa separuh kedua bulan Sya’ban sebagaimana berikut:
Pertama, disambung dengan puasa pada hari-hari sebelumnya, meskipun dengan puasa tanggal 15 Sya’ban. Semisal orang puasa pada tanggal 15 Sya’ban, kemudian terus berpuasa pada hari-hari berikutnya, maka tidak haram.
Kedua, bertepatan dengan kebiasaan puasanya. Semisal orang biasa puasa Senin Kamis atau puasa Dawud, maka meskipun telah melewati separuh Sya’ban ia tetap tidak haram berpuasa sesuai kebiasaannya.
Ketiga, merupakan puasa nazar atau puasa qadha’, meskipun qadha dari puasa sunnah. Bila demikian maka tidak haram. (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, Fathul Mu’în pada I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, h. 273-274).
Setelah memperhatikan berbagai ketentuan hukum di atas, puasa Sya’ban dapat dilakukan satu, dua, atau tiga hari dan seterusnya sampai satu bulan penuh. Adapun Rasulullah tidak memuasainya satu bulan penuh agar tidak disalahpahami bahwa hukumnya adalah wajib. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatâwal Kubral Fiqhiyyah, [Beirut, Dârul Fikr] juz II, h. 82).
Keutamaan Puasa Sya’ban
Adapun keutaman puasa Sya’ban di antaranya adalah mendapatkan syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat kelak. Syeikh Nawawi al-Bantani berkata:
وَالثَّانِي عَشَرَ صَوْمُ شَعْبَانَ، لِحُبِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَهُ. فَمَنْ صَامَهُ نَالَ شَفَاعَتَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Puasa sunnah yang keduabelas adalah Puasa Sya’ban, karena kecintaan Rasulullah SAW terhadapnya. Karenanya, siapa saja yang memuasainya, maka ia akan mendapatkan syafaat belau di hari kiamat.” (Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadi-în, [Bairut, Dârul Fikr], h. 197).
Tata Cara Puasa Sya’ban
Adapun tata cara puasa Sya’ban dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, niat di hati. Niat puasa baik dilakukan dengan niat puasa mutlak, seperti: “Saya niat puasa,” atau dengan cara yang lebih baik sebagaimana berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَعْبَانَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma sya’bâna lilâhi ta’âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa Sya’ban karena Allah ta’âlâ.
Selain niat di dalam hati juga disunnahkan mengucapkannya dengan lisan. Sebagaimana puasa sunnah lainnya, niat puasa Syaban dapat dilakukan sejak malam hari hingga siang sebelum masuk waktu zawal (saat matahari tergelincir ke barat), dengan syarat belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar atau sejak masuk waktu subuh. (Al-Malibari, Fathul Mu’în, juz II, h. 223).
Kedua, makan sahur. Lebih utama makan sahur dilakukan menjelang masuk waktu subuh sebelum imsak.
Ketiga, melaksanakan puasa dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan, seperti makan, minum dan semisalnya.
Keempat, lebih menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa seperti berkata kotor, menggunjing orang, dan segala perbuatan dosa. Rasulullah SAW bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعِ وَالْعَطَشِ (رواه النسائي وابن ماجه من حديث أبي هريرة)
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan kehausan.” (HR an-Nasa’i dan Ibnu Majah dari riwayat hadits Abu Hurairah ra). (Abul Fadl al-‘Iraqi, al-Mughni ‘an Hamlil Asfâr, [Riyad: Maktabah Thabariyyah, 1414 H/1995 M], juz I, h. 186).
Kelima, segera berbuka puasa saat tiba waktu maghrib. (Ibrahim al-Bajuri, Hâsyiyyatul Bâjuri ‘alâ Ibnil Qâsim al-Ghazi, [Semarang, Thoha Putra], juz I, h. 292-294).
Semoga penjelasan terkait dengan keutamaan puasa Sya’ban, serta tata cara dan niatnya ini bermanfaat untuk semuanya, khususnya umat Islam di Indonesia. Wallahu a’lam.
Kenali Kami Lebih Dekat
Assalamu Alaikum Akhi Ukhti!! Selamat datang di Kabar Umat
Kami hadir setiap saat untuk menyampaikan berita terpercaya serta wawasan keislaman, keindonesiaan dan kebudayaan hanya buat Akhi Ukhti. Bantu sukseskan Visi kami satukan umat kuatkan masyarakat dengan cara share konten kami kepada teman-teman terdekat Akhi Ukhti !