Sungguh sayang pada tafsir-tafsir MUI. MUI menafsirkan kata jihad sebagai perjuangan dalam bentuk kebaikan. Bagi MUI, jihad memiliki arti “mengerahkan segenap potensi diri untuk melakukan sesuatu”. Menurut MUI, kata jihda ini dengan berbagai derivasinya, disebut sebanyak 41 kali dalam Al-Quran yang semuanya berkonotasi peperangan.
Menurutnya, tidak hanya mengenai “peperangan”, istilah jihad juga diperkenalkan Rasulullah SAW sebagai sebuah upaya pengendalian diri dari hawa nafsu. Al-Quran dan hadits lebih sering menyebut peperangan dengan Al-Qitaal, al Harb, al Ma’rakah, dan al-Sariyah.
Mengutip MUI, “jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jihad seperti itu wajib. Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain. Sangat tidak tepat, selalu memaknai jihad dengan “qital” atau “perang”, apalagi menggelorakan jihad dalam makna ini dalam keadaan damai. Itu kata MUI dalam websitenya: MUI Digital.
Namun, tafsir-tafsir itu dimanfaatkan HTI. HTI justru memproyeksikan jihad sebagai bentuk perang dan menegakkan khilafah. Wujud nyata jihad bagi HTI adalah menegakkan hilafah. Dan itu menurutnya bagian dari Islam. Ismail Yusanto (panglima eks HTI) menyampaikan, bahwa tafsir MUI itu adalah sebuah penegasan yang sesungguhnya dan semestanya harus disampaikan. Karena khilafah dan jihad adalah bagian dari ajaran Islam.
Tafsir Pincang HTI
Menurut HTI, tafsir MUI sudah benar. Namun, mereka menambah dan menyusupkan bahasa khilafah. Baginya, jihad itu adalah menegakkan khilafah atau negara Islam. Yusanto di sini menyebutkan bahwa tafsir ulama itu adalah suara-suara yang yang harus diedarkan, kemudian diperjuangkan.
Yusanto mengklaim bahwa katanya, banyak ulama menyebut bahwa khilafah adalah tajul furuj (mahkota kewajiban). Karena, dari sana, ada banyak kewajiban yang wajib dilaksanakan dan ada banyak juga kewajiban yang tidak terlaksana. “Sebagai bagian dari ajaran Islam, sudah semestinya kita mengkaji dengan sebaik-baiknya kemudian menyebarkannya, memahamkan kepada umat, untuk akhirnya, setelah dipahami, diyakini, kemudian diperjuangkan”, sebut ketua eks HTI itu.
Terlihat makin jelas bahwa tokoh HTI ini memang menjadi penumpang gelap. Di mana, ia membuat semacam klaim baru, atau tafsir baru tentang apa itu makna jihad. Mereka membuat tafsir di atas tafsir MUI. Tetapi mereka mencoba untuk mengalihkan kepada konteks yang lain, yaitu tentang khilafah. Tujuan Ismail Yusanto membuat video di channel Youtube UIY Officel untuk mengapresiasi pernyataan MUI itu, sekaligus bermisi bagaimana masyarakat tetap mendengar sebaran bahasa dan ajaran tentang khilafah. Selebihnya dari itu tidak ada.
Karena apa? Dilihat bagaimana pernyataan Yusanto di video itu saja, meski dalam durasi 3.54 menit, sudah ketahuan bahwa Yusanto memang sengaja untuk menarik perbincangan itu ke dalam topik HTI, meski hembusan jualan khilafahnya sudah wafat. Lihatlah klaim di bawah ini.
“Karena itu, maka jelas sekali bahwa siapapun, seperti yang disampaikan MUI di media massa, tidak boleh menstigma negatif terhadap ajaran Islam, yakni khilafah dan jihad. Dan semestinya juga, tidak boleh juga ada yang menghalangi usaha untuk memahamkan umat, dan mengamalkan serta memperjuangkannya. Apalagi, kemudian mempereksekusi dan mengkriminalisasi dan menangkapi siapa saja yang berjuang untuk terwujudnya ajaran Islam itu. Termasuk yang membubarkan kelompok atau organisasi yang memperjuangkan khilafah dan jihad.”
Menunggu Suara dari MUI
Menurut pejuang HTI itu, tidak ada siapa yang berhak untuk menghalangi, tersebarnya ajaran itu jihad menegakkan khilafah di muka bumi. Bahkan Allah Swt, mewajibkan kepada semua makhluk. Bagi Yusanto, Apabila ada yang menghalangi berarti dia menghalangi kewajiban yang telah ditetapkan Allah Swt dan mematikan kita semua. Maka, kerena itu, siapapun tidak berhak menghalang-halangi tegaknya ajaran Islam itu. Maka menjadi jelas semestinya, usaha untuk mengkaji, mempelajari, memperjuangkan, dan mewujudkan ajaran Islam itu harus didukung.
Lebih lanjut, ucapan punggawa HTI itu, “maka tepat jikalau tidak boleh ada stigmasisasi terhadap ajaran Islam: khilafah dan jihad. Kemudian Allah Swt memberikan kekuatan dan katabahan untuk menjadi muslim yang sejati. Menjadi muslim yang mengimani ajaran Islam. Mengkaji, mempelajari, memperjuangkan, dan mewujudkan di tengah-tengah masyarakat. Sehingga memberikan rahmat kepada seluruh alam,” tambahnya.
Dari pernyataan eks ketua HTI di channel Youtube UIY Officel, MUI seharusnya tersinggung. Paling tidak minta klarifikasi. Jika tidak, maka orang bakal menganggap bahwa tasfiran MUI sama dengan apa yang dikatakan HTI. Di mana, jihad diartikan sebagai menegakkan khilafah, dan negara Islam di Indonesia.
MUI bisa-bisa dimanfaatkan HTI ya, Lur?
Leave a Review