Politik identitas acap kali terdengar di telinga kita. Namun hingga saat ini sebagai orang awam, masih banyak definisi, hingga sejarah dan substansi sesungguhnya dari politik identitas itu yang tidak kita ketahui dan sebagai umat Islam sendiri masih jarang didalami. Apalagi memasuki tahun Pemilu sebagai pesta rakyat demokrasi kita perlu memilih pemimpin yang berkeadilan, kita perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan, terlebih lagi menghadapi berbagai macam dinamika politisasi.
Secara historis memang awal mula atau penggagas istilah dari politik identitas belum ditemukan hingga saat ini. Namun pertama kali yang menjelaskan hakikat dari politik identitas itu sendiri ialah L.A. Kauffman yang melacak dari gerakan mahasiswa anti-kekerasan dan dikenal sebagai SNCC (Student Non-violent Coordinating Committee), sebuah gerakan hak-hak sipil di Amerika serikat pada awal 1960-an.
Secara substantif politik identitas adalah gerakan politik yang digunakan oleh kelompok, etnis, agama atau ras tertentu demi mencapai suatu tujuan politik. Dilansir dari halaman Wikipedia disampaikan bahwa politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu.
Misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dari definisi yang disampaikan diatas kita sudah bisa menyimpulkan bahwa politik identitas tidak semenakutkan dengan yang sampai kepada kita lewat media sosial.
Setelah kita coba memahami definisi serta penggunaan kata yang tepat untuk politik identitas sendiri, sekarang kita beralih bagaimana Islam memandang politik serta bagaimana penggunaan politik sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dalam arti untuk kemashalatan bersama.
Dalam Islam pun pembahasan politik tentu ada. Dalam hal ini Islam coba merumuskan bagaimana seharusnya umat Islam itu sendiri menggunakan politik yang sesuai dengan asas asas yang juga diamini oleh Islam itu sendiri. Dalam Islam, istilah politik biasanya dikenal sebagai siyasah, menurut Abdul Wahab Khalaf siyasah diartikan sebagai ilmu yang membahas ketatanegaraan Islam yang sesuai dengan prinsip prinsip Islam itu sendiri.
Islam rahmatan lil alamin dalam hal ini tentunya. Dengan pengertian di atas dapat kita tafsirkan bersama bahwa penggunaan politik dalam Islam sama sekali tidak ada larangan bahkan umat Islam harus paham politik melalui pendidikan politik yang sesuai dengan nilai Islam sebagai kebutuhan agar tidak gampang dipolitisasi yang bersifat destruktif.
Dalam politik identitas memang ada beberapa sisi yang ditakutkan. Apalagi kita sebagai masyarakat Indonesia yang berpegang pada kebhinekaan tunggal ika dalam urusan kebangsaan. Kita punya bermacam macam suku, ras, agama, dan lain-lain, sehingga perpecahan akibat politik identitas punya potensi untuk terjadi.
Namun yang perlu kita luruskan bersama bahwa identitas tidak bisa dilepaskan dari manusianya itu sendiri. Bahkan ketika kita lahir di dunia ini kita sudah memiliki identitas, maka dari itu identitas tak bisa dipisahkan dari manusia. Jika kita berbicara tentang identitas yang tercipta dari struktur sosial, banyak identitas identitas yang bisa melekat ke diri kita sesuai dengan kondisi sosial yang ada.
Lalu harus seperti apa kita berpolitik, apalagi identitas yang melekat di diri kita tak bisa kita lepaskan sehingga kita gampang dicap berpolitik identitas ketika terjun dalam dunia politik? Hal ini juga disampaikan oleh presiden kita dalam salah satu pidatonya yang menyerukan untuk tidak menggunakan politik identitas.
Namun yang bisa kita renungkan, politik identitas seperti apa yang dikecam? Kita bisa berkaca pada proses Pemilu pada periode periode sebelumnya yang sangat terkesan penggunaan identitas sebagai basis untuk mendulang elektoral. Sebagai contoh banyaknya calon yang menggunakan identitas keislaman untuk merayu suara suara umat Islam, bahkan sampai menggunakan identitas itu sebagai bahan untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Kita sudah bisa meraba raba bagaimana penggunaan politik identitas di Indonesia seperti apa dan juga kita sudah memahami sedikit tentang politik identitas tersebut seperti apa. Lalu bagaiamana respons yang harus kita berikan sebagai bangsa Indonesia yang beragam dan juga lebih khusus bagaimana cara umat Islam yang mayoritas di Indonesia agar lebih cerdas dalam menganalisis politisasi yang terjadi di Indonesia.
Sebagai bangsa yang besar dan yang punya berbagai macam suku, budaya dan pemahaman tentunya kita perlu menganalisis dengan rinci terkait siapapun tokoh politiknya. Dengan apa analisisnya? Tentu dengan akal sebagai alat analisis dan juga informasi serta pengalaman sebagai bahan analisisnya.
Berbicara tentang informasi yang akan kita gunakan sebagai bahan analisis agar tidak mudah dipolitisasi tentunya memilah memilih informasi menjadi fondasi yang sangat penting kemudian untuk kita bisa memahami realita politik.
Bagaimanapun hal tersebut sebagai langkah pencegahan agar tidak terjaringnya informasi yang tidak terpercaya atau hoaks masuk ke dalam bahan analisis kita. Sumber informasi seperti media online, media cetak hingga berbagai buku yang bercerita tentang orang tersebut dapat menjadi bahan kita. Semakin banyak pandangan yang kita terima terkait hal tersebut maka semakin objektif kita menilai hal tersebut.
Setelah hal di atas dapat kita lakukan sebagai asas atas kesadaran kita sebagai bangsa, maka yang perlu penulis tekankan adalah penggunaan politik identitas dalam arena perpolitikan tidak ada larangan namun yang perlu diubah dalam hal ini adalah cara pandang kita terhadap politik Indonesia.
Bagaimana kita memandang tokoh politik dengan seobjektif mungkin dengan melakukan analisis sendiri menggunakan informasi terpercaya. Jangan karena satu suku, satu agama, ataupun satu daerah sehingga membutakan kita bagaimana memilih seorang pemimpin yang punya rekam jejak yang betul betul dibutuhkan sesuai kebutuhan Indonesia saat ini.
Terakhir, penulis bisa ingatkan ialah masih banyak PR kita dalam menuntaskan politik yang buruk di Indonesia seperti politik uang dan lainnya. Mari mulai dari diri sendiri untuk melek politik agar tidak mudah dipolitisasi. Sekian.
Leave a Review