Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Paus akan Kunjungi Masjid Istiqlal, Dorong Kerukunan Antarumat

Paus Fransiskus dijadwalkan akan mengunjungi Masjid Istiqlal dalam lawatannya ke Indonesia minggu depan. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya untuk mempromosikan kerukunan antarumat beragama. Selama 12 hari, Paus dijadwalkan juga akan mengunjungi beberapa negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Masjid Istiqlal memiliki keunikan tersendiri dengan fitur yang jarang ditemukan, yaitu sebuah terowongan yang menghubungkannya langsung dengan Gereja Katedral. Terowongan yang dinamakan “Terowongan Persahabatan” itu memiliki panjang 28,3 meter, dibangun pemerintah pada 2020 sebagai simbol kerukunan beragama.

Kerukunan antarumat beragama menjadi salah satu perhatian utama Paus Fransiskus selama 11 tahun kepemimpinannya sebagai pemimpin gereja Katolik dunia.

Paus Fransiskus, 87 tahun, dijadwalkan tiba di Indonesia pada Selasa (3/9). Indonesia akan menjadi destinasi pertama dalam perjalanan panjangnya yang juga mencakup kunjungan ke sejumlah negara lain, termasuk Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Rencana perjalanan ini telah menimbulkan kekhawatiran terkait dengan masalah kesehatan Paus.

Paus dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam pertemuan lintas agama di Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara. Ia juga akan mengunjungi terowongan yang memiliki jendela untuk cahaya dan seni terukir di dinding, meski terowongan ini belum dibuka untuk umum.

“Sungguh luar biasa bahwa tokoh utama umat Katolik akan datang,” kata Nasaruddin Umar, imam besar Masjid Istiqlal, yang sering membuka tempat parkirnya untuk jemaat gereja jika ada perhelatan akbar. “Apa pun agamamu, mari kita hormati tamu kita.”

Umat Katolik di negara ini hanya berjumlah sekitar 3 persen dari total populasi 280 juta.

Paus dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan mengadakan misa di GBK. Lebih dari 80.000 orang akan memadati acara misa akbar itu, menurut Pendeta Thomas Ulun Ismoyo.

Kunjungan Paus kali ini membawa kegembiraan bagi umat Katolik di Tanah Air, yang belum pernah mengalami kunjungan kepausan selama lebih dari tiga dekade.

“Jika saya bisa bertemu dengannya, saya hanya bisa menundukkan kepala. Saya bahkan tidak sanggup memegang tangannya,” kata Maria Regina Widyastuti Sasongko (77 tahun). Ia menjual suvenir seperti patung dan kaus bergambar wajah Paus.

Indonesia telah dikunjungi oleh dua Paus sebelumnya: Paus Paulus VI pada 1970 ke Jakarta, dan Paus Yohanes Paulus II pada 1989, yang mengunjungi Jakarta serta empat kota lainnya.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa kunjungan Paus adalah simbol persahabatan antara berbagai agama di Indonesia. “Kunjungan Paus menjadikan Indonesia sebagai barometer perdamaian dan pilar toleransi,” katanya kepada Reuters.

Namun, Indonesia memiliki sejarah yang berliku-liku dalam hal kerukunan beragama. Agama Katolik pertama kali masuk ke Indonesia melalui misionaris Portugis di wilayah timur pada abad ke-16. Namun, para sejarawan mencatat bahwa agama tersebut dilarang selama hampir dua abad di bawah pemerintahan kolonial Belanda demi mendukung agama Protestan.

Vatikan secara resmi menunjuk perwakilan diplomatik di Indonesia pada 1940-an. Dan di Indonesia modern, yang secara resmi merupakan negara sekuler, agama minoritas masih dapat menghadapi diskriminasi.

Pengawas kebebasan beragama Amerika menyatakan bahwa “kondisi kebebasan beragama di Indonesia tetap buruk” pada 2023. Mereka mencatat bahwa beberapa peraturan, termasuk yang menyebabkan penutupan tempat ibadah seperti gereja, menjadi penyebab utama masalah tersebut.

Andreas Harsono, peneliti dari lembaga nirlaba Human Rights Watch, menyatakan bahwa akar dari intoleransi agama dan penutupan gereja terletak pada hukum yang mengaturnya.

Namun bagi Sasongko, perempuan Katolik yang menjual barang dagangan kepausan, kedatangan Paus memberikan harapan untuk persatuan.”Kunjungannya bisa mendorong orang untuk saling mencintai,” katanya.

Advertisements