Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Demokrasi Indonesia Membutuhkan Nahdlatul Ulama yang Moderat

Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, baru-baru ini mengumumkan rencana pelaksanaan Muktamar-nya yang telah lama tertunda. Mereka bersepakat Muktamar ke-34 ini akan dilaksanakan pada 23-25 ​​Desember 2021 di Lampung, Sumatera. Muktamar bagi NU dan jamaahnya menjadi pertemuan terpenting organisasi mereka. Biasanya terjadi setiap lima tahun sekali. Namun dalam periode ini terpaksa ditunda karena adanya desakan pandemi Covid-19 yang tak bisa dihindari.

Selama hampir 40 tahun, NU telah memantapkan dirinya sebagao suatu organisasi masyarakat sipil yang moderat Mendukung etika seperti demokrasi, toleransi beragama dan pluralisme. Itu sangat terlambat Abdurrahman Wahid Dia adalah Presiden NU 1984-1999 dan kemudian Presiden Indonesia pertama yang terpilih secara demokratis 1999-2001. Ahli Waris Wahid di NU – Hashim Musadi Dan Akhil Siratz berkata – Terlepas dari berbagai ketekunan dan komitmen, etika moderat ini telah dipromosikan secara publik dan konsisten.

Agenda utama Muktamar adalah memilih pemimpin organisasi, Ketua Umum (Ketum) baru untuk memimpin organisasinya selama lima tahun ke depan. Di antara para pesaing, calor Ketum yang akan maju di Muktamar mandatang di antaranya adalah Kiai Said Aqiel Siraj (Ketum PBNU sekarang) lawan tanding dennen Kiai Yahya Cholil Staquf (Katib Am PBNU sekarang). Keduanya berasal dari golongan moderat yang identik dengan pandangan ideologi dan politik mereka.

Muktamar bagi NU dan jamaahnya juga menjadi ajang refleksi nahdliyin, utamanya peserta yang terlibat dalam Muktamar terhadap tantangan yang dihadapi NU kini dan mandating. Peserta Muktamar menghadapi serta mempertaruhkan dua tantangan penting tersebut dalam lima tahun sekali.

Beberapa hal yang mesti mereka hadapi dalam Muktamar adalah resolusi konflik di dalam sistem NU mapun di luar NU pada umumnya. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan ideologi moderatisme yang mereka perjuangkan selama ini.

Di internal NU kerap beberaki juga terjadi perbedaan pendapat dan pandangan politik antara loyalis satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini dapat menjadi sengit ketika melihat otoritas yang diperebutkan dengan atas nama Ketua Umum PBNU. Secara hirarkis mereka yang menjadi Ketum memiliki hak, tanggungjawab dan otoritas yang lebih dari pada kiai/ulama lainnya. Pemimpin agama (kyai) NU sangat berpengaruh, dan santrinya (santri) di wilayah Indonesia tertentu memiliki hubungan yang erat dental kiainya. Bersamaan dengan itu, dalam tradisi NU dikenas pula istilah kaik muda yang disebut Gus dan juga kiai sepuh, kiai senior.

Kiai senior adalah orang-orang yang memiliki wewenang untuk memerintahkan agar jamaahnya menjadi pengikut mereka. Begitu pula dalam hirarki keorganisasian, mereka yang merupakan pengurus di daerah sudah seharusnya mengikuti kebijakan organisasi pusat di tingkat nasional. Maka keputusan dan intruksi pengurus pusat serta kiai sepu harus dilaksanakan bahkan menjadi acuan, termasuk dalam memperjuangkan ideologi moderatisme mereka.

Jamaah NU dengan pemerintahan Republik Indonesia yang dipinpin Joko Widodo bertumpuh pada keinginan bersama mereka untuk menetralisir ancaman dari kebangkitan gerakan anti-Islam terhadap negara. Ini menjadi jelas selama kampanye presiden 2019, ketika koalisi Islam menjadi sangat dekat dengan kampanye pemilihan pensiunan Jenderal Prabho Subiando melawan Presiden Joko Widodo. Widodo menang dijajak pendapat akibat NU. Mereka mengakui presiden sebagai pemimpin Islam moderat dan menuduh Prabowo dan para Islamis berkonspirasi. Mendirikan Negara Islam di Indonesia.

Sejak itu, pemerintahan Jokowi semakin mengadopsi kebijakan represif terhadap lawan-lawannya. Ini sering disebut Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronik melakukan tangkap dan bungkam suara-suara kritis siapa yang memposting keluhan di situs web sosial. Telah memberi lebih banyak kekuatan TNI dan Polri secara umum harus menerima peran yang diberikan kepada pejabat sipil, khususnya untuk meringankan menangani Covid-19.

Yang paling mengkhawatirkan, pendukung pemerintah sedang merencanakan harus diundang ke sesi khusus Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) – lembaga legislatif tertinggi di negara ini – untuk mengubah konstitusi negara. Kemungkinan amandemen akan mengubah masa jabatan presiden saat ini dari dua tahun berturut-turut menjadi tiga tahun. Widodo diizinkan mencalonkan diri sebagai presiden periode ketiga pada pemilu berikutnya direncanakan pada tahun 2024. Sejauh ini pimpinan NU belum memastikan mereka akan mendukung amandemen jika diajukan pada sidang khusus MPR.

NU secara terbuka mendedikasikan dirinya sebagai pendukung kebebasan berekspresi, toleransi beragama, dan pluralisme. Terlepas dari apakah opsi kebijakannya sesuai dengan rezim yang berkuasa di Indonesia saat ini, ia harus menggunakan Muktamar yang akan datang sebagai waktu untuk merenungkan upayanya untuk mempertahankan komitmennya terhadap nilai-nilai Islam dan demokrasi moderat ini.

Alexander R. Arifando adalah anggota peneliti Proyek Indonesia di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University di Singapura.

Advertisements