Kabarumat.co – Sebagai seorang muslim kita dituntut untuk menjalankan semua perintah dan aturan syariat. Aturan ini bersifat mengikat sejak berusia baligh sampai ajal ada di kerongkongan. Aturan yang mengikat tersebut terkait dalam masalah ibadah seperti shalat, haji, zakat, dan sebagainya.
Bahkan kalau kita tidak bisa menjalankan aturan syariat tersebut tepat pada waktu yang telah ditentukan, kita masih dikenai kewajiban untuk mengqadha (menganti) ibadah tersebut di luar waktunya. Mengenai hal ini, muncul pertanyaan bolehkah mengqadha shalatnya orang yang sudah meninggal?
Kewajiban mengqadha shalat ini merupakan ketentuan yang mengikat dan harus segera dilakukan jika seseorang meninggalkan shalat. Bahkan ditemukan pendapat dari Imam Ibnu Hajar Al-Haitami yang menekankan bahwa seseorang tidak boleh melakukan kesunahan jikalau shalat wajib yang dia tinggalkan belum diqadha.
Pendapat ini terdapat dalam kitab Fathul Mu’in halaman 9 tentang bab shalat:
قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه وأنه يحرم عليه التطوع
“Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: sudah jelas menjadi kewajiban bagi orang yang meninggalkan shalat agar menggunakan seluruh waktunya untuk mengqadha shalat selain waktu yang urgen untuk aktivitas lain. Dan haram bagi orang yang belum mengqadha (shalat wajib) untuk melakukan kesunahan”
Pendapat Syekh Ibnu Hajar tersebut mewajibkan untuk mengqadha shalat selama masa hidup. Namun bagaimana jika ada kerabat keluarga yang mempunyai tanggungan shalat qadha yang belum sempat ditunaikan selama masa hidupnya?
Apakah bisa kewajiban qadha tersebut digantikan oleh ahli warisnya?Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari menjawab di dalam kitab Fathul Mu’in halaman 12:
تنبيه : من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه، وفي قول أنها تفعل عنه – أوصى بها أم لا ما حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه
“Sebuah peringatan: barang siapa yang meninggal dan mempunyai tanggungan shalat, maka tak perlu diqadha dan tak perlu diganti dengan fidyah atas nama mayit. Dan pada suatu pendapat membolehkan untuk diqadha, baik si mayit berwasiat atau tidak. Itu pendapat riwayat Imam ‘Ubadiy dari Imam Syafi’i karena ada hadits tentang hal tersebut. Dan Imam As-Subki mengqadha terhadap sebagian kerabatnya”
Dari pendapat tersebut, shalat yang belum diqadha oleh mayit tidak perlu diganti oleh orang lain. Namun jika ingin mengganti, maka tidak menjadi masalah seperti yang dilakukan oleh Imam As-Subki.Sebagai seorang muslim yang taat, hubungan kita bukan hanya dengan manusia, tapi juga dengan Sang Pencipta. Jadi hendaklah kita membayar hutang kita (ibadah yang kita tinggalkan baik karena uzur atau tidak) semampu dan sesanggup kita. Tujuannya tidak lain dan tak bukan adalah hanya mengharap ridho dan ampunan sang khaliq. Wallahu a‘lam.
Aziz Luthfi (Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam)
Leave a Review