Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Kemenag Perluas Penguatan Moderasi Beragama untuk Cegah Radikalisme

Setelah gelombang reformasi, kondisi keberagamaan di Indonesia mengalami sejumlah tantangan. Di antaranya munculnya kelompok radikal yang ekstrem dalam beragama, bahkan sampai berujung aksi terorisme. Kementerian Agama (Kemenag) berupaya membendung hal itu lewat gerakan Moderasi Beragama (MB).

Gerakan MB sejauh ini terus ditekankan oleh Kemenag. Di antaranya lewat kegiatan Master of Training Penguatan Moderasi Beragama yang digelar oleh Balitbang-Diklat Kemenag pada Jumat (8/12). Penguatan MB itu sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan MB yang baru terbit beberapa waktu lalu.

Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenag Prof. Abu Rokhmad mengatakan, Balitbang-Diklat Kemenag melahirkan gagasan penguatan MB berdasarkan riset yang luar biasa. Dia menekankan bahwa MB itu berbeda dengan moderasi agama.

“Bukan agamanya yang dimoderasi, tetapi cara beragamanya yang dijalan-tengahkan,” katanya di Jakarta pada Jumat (8/12).

Abu Rokhmad mengatakan, perkembangan kehidupan umat beragama saat ini dipengaruhi oleh faktor lokal dan global. Pasca reformasi, masyarakat bisa merasakan betapa bangsa Indonesia ini, khususnya umat beragama memiliki berbagai dinamika dalam menjalankan kehidupan beragama.

Menurut Abu Rokhmad, adanya kasus-kasus intoleransi selama ini sangat mengganggu masa depan kehidupan bangsa Indonesia. Meskipun demikian, Abu Rokhmad meyakini gagasan tentang MB ini, merupakan gagasan yang ada di setiap umat beragama. Dengan menjalankan agama secara moderat tidak ekstrem kiri atau kanan.

Abu Rokhmad juga berharap, seluruh kementerian dan lembaga di luar Kemenag agar menjadi bagian penting dari upaya Kemenag untuk melakukan penguatan MB. “Dalam konteks pemerintahan, kami meyakini bahwa MB merupakan public policy yang diambil oleh pemerintah, dalam rangka menata dan mengelola kehidupan umat beragama yang lebih damai dan toleran,” ucapnya.

Bagi kampus, lanjut Abu Rokhmad mungkin MB ini menjadi diskursus, kajian, wacana, pemikiran dan seterusnya. Bagi aparatur yang berada di pemerintahan sebagai suatu kebijakan publik, mereka merasakan bahwa kebijakan MB ini sangat strategis.

“Pemerintah mengambil jalan dan pendekatan yang soft approach untuk pengelolaan kehidupan umat beragama yang multikultur, multi agama, dan multietnis,” jelasnya.

Dengan pendekatan MB, maka demokrasi tetap bisa berjalan. Kemudian umat beragama bisa menjalankan kehidupan beragamanya. Serta pemerintah bisa menjalankan agenda pembangunannya secara kontinyu.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Balitbang Diklat Kemenag Prof Suyitno dalam laporannya mengatakan, pelatihan itu sengaja dinamakan master. Diharapkan para peserta menjadi peserta pelatihan ini diharapkan menjadi masternya penguatan MB di setiap lembaga masing-masing.

Program MB ini, kata Suyitno, sejalan dengan milestone, peta jalan penguatan MB di Kemenag. Menurutnya pasca training itu, akan banyak diskusi termasuk menindaklanjuti dengan terbentuknya Sekretariat Bersama (Sekber) Penguatan MB.

Advertisements