Keterlibatan Munarman dengan organisasi teroris internasional Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) membuat saya bertanya-tanya: Benarkah Munarman itu muslim kaffah, sejati? Bukankah dia hanya mengaku muslim supaya mendapat legitimasi dari orang lain? Memangnya muslim itu dibenarkan melakukan perbuatan terlarang semisal mengajak orang lain melakukan aksi-aksi terorisme?
Beberapa pertanyaan tersebut mengingatkan saya pada hadis Nabi: Al-Muslim man salima al-muslimuna min lisanihi wa yadihi. Maksudnya, orang Islam yang sesungguhnya adalah mereka yang menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain. Menjaga lisan di sini dapat kita pahami dengan menjaga bagian organ tubuh ini untuk tidak digunakan kepada sesuatu yang dilarang agama. Semisal, menghujat orang lain, baik karena berbeda pemikiran maupun agama, atau juga memprovokasi massa untuk melakukan keburukan.
Sementara, menjaga tangan di sini adalah menjaga bagian organ tubuh ini tidak melakukan sesuatu yang dilarang agama. Agama melarang manusia melakukan kerusakan (aksi-aksi terorisme) di muka bumi, maka dari itu tangan ini harus dijaga agar terhindar dari perbuatan keji tersebut. Larangan melakukan kerusakan atau aksi teror disinggung dalam firman Allah: Wa idza qila lahum la tufsidu fi al-ardl qalu innama nahnu mushlihun. Artinya, apabila dikatakan kepada mereka, “Jangan berbuat kerusakan (aksi-aksi terorisme) di muka bumi!”Mereka berdalih, “Kami (bukan begitu), tapi kami termasuk orang yang berbuat kemaslahatan (di muka bumi).” (QS. al-Baqarah: 11).
Ayat tadi menggambarkan kemunafikan pelaku teror untuk berkata jujur di depan publik. Mereka gemar bersilat lidah. Perbuatan semacam ini sudah diinformasikan dalam Al-Qur’an beberapa abad silam. Hal ini mengisyaratkan bahwa kemunafikan pelaku teror itu bukan hanya berlangsung di masa Al-Qur’an diturunkan, melainkan akan datang di zaman-zaman berikutnya, tak terkecuali di zaman sekarang. Buktinya, Munarman yang tercium kasus terorisme setelah beberapa tahun menyimpan rapat-rapat kasus ini.
Munarman yang memperlihatkan kesalehannya dulu di depan jutaan orang Islam sesungguhnya itu hanyalah tipu daya belaka. Banyak orang dibuat silau dengan kesalehannya yang dibuktikan dengan pakaian yang serba Islami semisal pakai peci putih ditambah lagi kedekatannya dengan para habaib dan ulama. Kedekatannya Munarman dengan para habaib dan ulama tersebut hanyalah untuk menutupi aibnya di depan banyak orang, sehingga orang tidak menduga Munarman akan terlibat dalam paham terlarang terorisme.
Keterlibatan Munarman dalam terorisme secara tidak langsung telah menodai ajaran Islam yang sangat melarang pemeluknya terlibat dalam aksi picik ini. Larangan Islam terhadap terorisme bukanlah sesuatu yang dapat didispensasi, jika meminjam istilah di pesantren, di-ma’fu. Selain dasar yang telah disebutkan sebelumnya tepatnya dalam surah al-Baqarah ayat 11, diperkuat pula dengan ayat lain yang menyebutkan larangan pembunuhan: Man qatala nafsan bi ghair nafsin aw fasadin fi al-ardl faka’annama qatala an-nas jami’an wa man ahyaha faka’annama ahyaha jami’an. Maksudnya begini, siapapun, ulama atau bukan, yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Sebaliknya, siapapun yang memelihara jiwa seorang manusia, maka sesungguhnya dia telah memelihara jiwa seluruh manusia. (QS. al-Ma’idah: 32).
Terus, bagaimana dengan Munarman yang tidak terlibat langsung dalam aksi-aksi terorisme? Memang Munarman bukan pelaku teror, tetapi dia telah mengajak banyak orang untuk masuk ke dalam aksi-aksi biadab ini. Dalam hadis Nabi disebutkan: Barangsiapa yang mengajak kepada suatu petunjuk, maka dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia memperoleh dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka. (HR. Muslim). Benar, dalam hadis ini ditegaskan, bahwa pelaku teror dan penyebar paham ini diklaim sama-sama mendapatkan dosa di hadapan Allah kelak. Mereka sama-sama bersalah.
Sampai di sini sudah terjawab, bahwa perbuatan Munarman yang mengajak banyak orang terlibat dalam aksi-aksi terorisme menunjukkan Munarman bukanlah muslim yang dibenarkan—jika enggan berkata “bukan muslim”. Munarman hanyalah seseorang yang mengaku muslim, meskipun ajaran Islam belum masuk ke dalam hatinya. Jikalau Munarman benar-benar muslim sejati, maka dia tidak bakal melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, semisal provokasi massa melakukan perbuatan terlarang, menghujat orang lain, bahkan mengajak orang lain melakukan aksi-aksi terorisme.
Leave a Review