Idul Fitri adalah momen yang spesial bagi umat Islam. Momen ini banyak dimanfaat umat Islam di Indonesia untuk mudik dan berkunjung ke sanak famili. Bahkan umat Islam rela bermacet-macet di jalanan untuk bersua dengan orang tua dan keluarga. Sebagai momen yang spesial, terkadang Idul Fitri hanya dimaknai sebagai perayaan biasanya, padahal Idul fitri adalah momen untuk menata kembali fitrah sebagai manusia.
Para ulama telah banyak menerangkan makna tentang Idul fitri, kiranya penulis tidak akan membahas panjang lebar mengenai makna Idul fitri itu sendiri, penulis hanya mengambil satu sudut pandang tentang Idul fitri. Yaitu Idul fitri sebagai momen menata kembali fitrah manusia.
Penulis mengartikan kata “Ied” yang terambil dari kata ‘ada yang artinya kembali atau menata kembali. dan “Fitri” yang diartikan sebagai fitrah manusia. Sehingga penulis mengambil sudut pandang bahwa Idul Fitri adalah momen untuk menata kembali fitrah manusia. Lantas yang menjadi sebuah pertanyaan adalah fitrah manusia yang mana yang perlu ditata kembali?
Pertama, fitrah manusia sebagai makhluk sosial, manusia yang mempunyai hubungan dan ikatan. Dalam Al-Quran surat Al Alaq ayat dua disebutkan bahwa Allah telah menciptakan manusia dari alak (segumpal darah),
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
Artinya: “Allah telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
Secara bahasa sendiri alak artinya adalah hubungan atau ikatan. Berdasarkan ayat ini menjadi jelas bahwa manusia itu secara fitrahnya adalah makhluk yang saling berhubungan satu sama lainnya. Oleh karenanya manusia pasti saling membutuhkan, dan ketika saling berhubungan ini tentu terdapat kekeliruan-kekeliruan, makanya tepatlah Idul fitri ini sebagai momen bermaaf-maafan.
Kedua, Fitrah Manusia Yang Suka Tergesa-Gesa
خُلِقَ الْاِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍۗ سَاُورِيْكُمْ اٰيٰتِيْ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْنِ
Artinya: “Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Ku. Maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya,” [Al Ambiya:37]
Ayat ini menunjukkan bahwa fitrahnya manusia itu suka tergesa-gesa. Jika menginginkan sesuatu sukanya yang cepat dan yang instan. Tentu sifat tergesa-gesa ini tidak baik. Orang yang melakukan sesuatu secara tergesa-gesa sering kali melakukan kesalahan-kesalahan, yang justru kesalahan tersebut sangat fatal. Oleh karenanya di momen Idul fitri ini, mari tata kembali fitrah manusia yang suka tergesa-gesa ini. Yakinlah bahwa semua itu telah di atur Tuhan. tiada sesuatu baik itu rezeki, jodoh, dan ajal tiada pernah dimajukan dan tiada pernah di mundurkan, oleh karenanya tata kembalilah fitrah ini.
Ketiga, Fitrah Manusia Itu Suka Berkeluh Kesah.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا () إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا () وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Artinya: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) ia amat kikir.” [Q.S. Al-Ma’arij: 19-21]
Ayat ini menunjukkan bahwa fitrah manusia itu suka berkeluh kesah terhadap kondisi yang dialaminya. Kondisi tidak baik, keluh kesahnya amat banyak, kondisi baik juga tetap keluh kesah merasa kurang. Oleh karenanya mari atur kembali fitrah ini. Berkeluh kesahlah hanya kepada Allah dan jangan kepada manusia.
Keempat, fitrah manusia suka membantah dan suka berdebat
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari mani, ternyata dia menjadi pembantah yang nyata” [An-Nahl ayat 4]
Manusia itu pada fitrahnya suka membantah, suka membangkang. Coba renungkan betapa banyak manusia membantah aturan-aturan yang telah diciptakan, baik itu aturan agama (syariat) maupun aturan yang dibuat oleh manusia seperti UU, perda, perdes dll. Bahkan bantah-bantah telah menjadi hobi baru manusia di dunia maya.
Dari penjelasan ini, maka di momen yang bahagia ini, mari kita kembali menata fitrah manusia. Dengan menata ini, kehidupan manusia akan lebih baik dan jika tidak menata maka akan banyak kerugian-kerugian
Leave a Review