Wahabisme, merupakan aliran keagamaan yang seringkali mendapatkan kritikan, penolakan karena ajaran-ajarannya yang tidak sesuai dengan konteks sosial dan zaman. Dalam konteks yang lebih jauh, ajaran Wahabi ini menjadi pijakan dasar dari gerakan-gerakan terorisme seperti ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Mengapa demikian? Ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan secara kontekstual. Seruan tentang jihad, perang, diterjemahkan oleh para Wahabi untuk diterapkan kepada orang-orang yang tidak menganut ajaran Islam.
Inti dari ajaran Wahabi adalah mengembalikan ajaran Islam hanya pada Al-Qur’an dan Hadis. Gerakannya juga memiliki misi utama membersihkan Islam dari praktik syirik, bid’ah dan khufarat. Aliran ini juga bisa dikatakan sebagai aliran ultra konservatif dan sangat keras. Ajaran ini memang terlihat sangat lurus dan seolah benar-benar Islam. Namun, apa yang terjadi? Justru ajaran ini bersifat memaksa, kaku, dan sangat keras.
Apabila ajaran ini diterapkan dalam pendidikan, maka yang terjadi adalah, anak didik yang seharusnya memiliki hati yang lapang untuk menerima perbedaan, menerapkan toleransi dan saling mengasihi sesama manusia, kecintaan terhadap negara Indonesia, sebagai tanah air dan perlu menjunjung tinggi nilai dan keindonesiaan, dipatahkan dengan keras oleh ketiadaan hadis dan ajaran Al-Qur’an seperti yang diyakini oleh para Wahabi.
Wahabisme banyak dikritik oleh kalangan Muslim sunni karena mendorong tindakan kekerasan dalam Islam Sunni. Di antara organisasi sunni tradisional yang secara konsisten menolak Wahabisme adalah Al-Azhar di Kairo. Anggota fakultasnya, mencela Wahabisme dengan istilah “ajaran setan”. Nahdlatul Ulama juga sangat menentang Wahabisme, serta menyebut sebagai gerakan fanatik dan paham bid’ah dalam tradisi sunni.
Pondok Pesantren Wahabi
Meski ditentang keras oleh para cendekiawan, kelompok masyarakat, hingga organisasi masyarakat di Indonesia. Wahabi tetap ada di Indonesia. Mereka terus bergerak, selayaknya NU bergerak di Indonesia. Mereka memiliki lembaga pendidikan, salah satunya pondok pesantren. Pondok pesantren yang dikenal dengan markas Wahabi, salah satunya Pondok Pesantren Assunah.
Pondok ini dikenal sebagai markas Wahabi terbesar di Lombok. Terletak di pinggir jalan utama di desa Bagik Nyaka, Lombok Timur, terdapat sebuah kompleks besar yang diperuntukkan guru, jemaah dan para santri yang bekerja di pondok tersebut. Seperti pondok pada umumnya, ia dijaga ketat oleh para santri. Namun, pada praktiknya ada perbedaan yang cukup menonjol yakni, ustaz laki-laki harus menggunakan hijab atau satirah apabila mengajar santri perempuan karena bukan muhrim. Sebagian besar para perempuan Wahabi menggunakan cadar di ruang publik.
Uniknya, ada pengalaman dari salah satu jemaah pondok pesantren tersebut yang menceritakan bahwa, pasca mengenal ajaran Wahabi, merasa lebih Islami karena memahami ajaran Islam sebenarnya. Kalimat ini disampaikan dengan mengacu pada kegiatan-kegiatan keagamaan yang diikuti. Namun, ia sudah mengikuti kegiatan dengan masyarakat. Ia tidak lagi berbaur dengan kegiatan kemasyarakatan, bahkan dianggap musuh karena ikut mengharamkan praktik adat setempat.
Sementara itu, Dian, salah satu pengajar di pondok tersebut, mengaku bahwa kegiatan yang tidak ada dalil dalam Al-Qur’an ataupun Hadis ditiadakan. Tidak hanya ketiadaan dalil, mereka juga memiliki alasan bahwa mengetahui adat dan budaya adalah sesuatu yang sia-sia dan menyesatkan. Berdasarkan penjelasan ini, barangkali kita bisa melihat bahwa ajaran Wahabi, tidak memberikan ruang bagi budaya yang berkembang di Indonesia untuk dipelajari oleh para santri. Bahkan, mereka diajarkan untuk membenci dan menolak budaya karena tidak ada dalil.
Membunuh Nasionalisme
Nasionalisme adalah ideologi yang wajib dimiliki oleh bangsa Indonesia, utamanya pada generasi bangsa, para santri yang menjadi pilar dari keberadaan Indonesia. Ajaran Wahabi, dengan alasan memurnikan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, memberi dampak negatif terhadap perkembangan budaya dan adat yang dimiliki oleh Indonesia. Para generasi yang seharus dididik untuk mencintai Indonesia, mengenal adat dan budaya, dimatikan oleh kalimat sesat dan sia-sia.
Wahabisme tidak menghendaki nasionalisme terpatri dalam diri bangsa Indonesia. Atas dasar ini, masihkah kita memberikan ruang bagi para Wahabi untuk bergerak? Memberikan ruang bagi mereka untuk menyebarkan ideologinya, melalui lembaga pendidikan, sosial, berarti memberikan kesempatan untuk mematikan Indonesia. Nasionalisme akan mati dan diruntuhkan di tangan Wahabi. Wallahu A’lam.
Leave a Review