Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Zulkifli Rahman: Amir Daulah Khilafatul Muslimin yang Berkilah

Peredaran Khilafatul Muslimin di belahan Timur Indonesia, tidak lepas dari sosok manusia muda yang progresif. Ia lahir dari anak kampung, tapi memiliki tekat yang luar biasa. Ia juga menginginkan sebuah perubahan total dengan mengadopsi paham yang berbeda: Khilafah.

Dialah bernama Zulkifli Rahman. Lahir di Sumbawa, pada 07 Sya’ban 1387 / 09 November 1967. Dia belajar di Pendidikan SD tahun 1972 hingga 1978 di Sumbawa. Kemudian melanjutkan di SLTP 1978–1982 di Mataram. Dan mondok di Pondok Modern Gontor 1982-1986.

Latar Belakang

Zulkifli adalah anak pertama dari pasangan Bapak bernama Abdurrahman Al-Chatib (72) dan Ibu Syifa’ Baraja’ (56). Kehidupannya berpindah-pindah. Dari satu kampung ke kampung lainnya. Seperti masa guru dulu, ia harus mengikuti arus angin di mana ia dibutuhkan.

Mungkin karena lahir di keluarga yang taat agama urban, kemudian Zulkifli diantarkan untuk menimba ilmu di di Kulliyatul Mu’allimin Islamiyah (KMI) Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Di sanalah pendidikan agama mulai didapatnya secara formal.

Sejak mondok di Gontor ini, Zulkifli mendapatkan peran yang berbeda, sehingga otomatasi ia memiliki relasi yang banyak. Mulai dari menjadi keamanan pondok, menjabat Pembina Gugus Depan (GUDEP), pernah bergelut dalam perguruan beladiri Tapak suci Putra Muhammadiyah dan Karate, hingga beladiri Buthong Fai. Dari sini pulalah Zulkifli jiwa aktivis keislamannya muncul.

Kemudian, setamat dari Pondok Gontor 1987 Zulkifli dipercaya untuk mengajar di pondok pondok pesantren Al-Ikhlas-Taliwang, Sumbawa Barat-NTB, yang merupakan salah satu Pondok yang didirikan oleh alumni senior dari Pondok Gontor, KH. Zulkifli Muhadli. Namun tidak lama, Zulkifli harus merantau ke Lampung dan kemudian kembali ke Pondok Al-Ikhlas tahun 1989.

Pengenalan Pada Aktor dan Organisasi Ekstrem

Di Lampung, ia mulai berkenalan dengan berbagai organisasi keislaman dan tokoh radikal, seperti Abdul Qadir Hasan Baraja. Dia juga pernah mendirikan Jama’ah Al-Hadid, sebuah perkumpulan untuk dijadikan wadah dakwah dan gerakannya. Tepat pada 1997, di mana maklumat Maklumat Khilafatul Muslimin dikeluarkan pertama, Zulkifli tanpa aling-aling langsung bergabung dan menjadi orang sangat super antusias pada gerakan khilafah ini.

Setelah ia resmi bergabung dengan Khilafatul Muslimin, Zulkifli mulai menggalang kesatuan ummat di bawah sistim khilafah, khususnya bagi binaan beliau yang berada di Wilayah Nusa Tenggara. Waktu itu pendiri Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja sendiri, masih menjalani masa-masa akhir tahanan penjara sejak tahun 1980, hingga resmi keluar pada awal tahun 2000.

Karena panggilan hati untuk menyuarakan persatuan ummat di bawa panji Khilafah, dan untuk mengganti Pancasila, pada tahun 2000, Zulkifli secara mantap menghadiri Kongres Mujahidin Indonesia. Namun, pada kongres tersebut hanya pil pahit yang ia terima, yakni hanya tipu-tipu mewujudkan Wihdatul Ummah Wal Imamah (Bersatunya ummat dalam satu kepemimpinan Islam) yaitu; khilafah. Yang ada hanyalah membentuk organisasi (tansiq) yang bernama Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), sebuah organisasi teroris paling kejam di Indonesia.

Dikibulin Majelis Mujahidin Indonesia, Berakhir ke Khilafatul Muslimin

Karena pil pahit itu, ia tak terima. Kemudian Zulkifli merasa harus berjuang lebih gigih lagi dan lagi. Ia mulai aktif menyuarakan khilafah (anti Pancasila) kepada ummat Islam, sambil menyusun dan membina struktural jamaah yang ada di Nusa Tenggara. Ia melakukan propaganda tentang ideologi-ideologi ekstrem Khilafatul Muslimin, persis seperti Abdul Qadir Hasan Baraja. Bahkan ia berani “menipu” umat dengan manyatakan bahwa khilafah akan menyatukan seluruh umat Islam di dunia. Dan dengan menyatunya itu umat Islam akan berjaya, serta masalah-masalah di muka bumi bakal teratasi. Namun berkat itu Zulkifli mendapatkan kepercayaan umat. Umat-umat mulai berbondong-bondong ikut serta dalam kajian dan propaganda, rekrutmen, dan kampanye Khilafahul Muslimin, seperti konvoi kemarin.

Karena keberhasilannya mengumpulkan massa, pada tahun dari 1995 hingga 2003, beliau diamanahkan sebagai Koordinator dan Pembina untuk wilayah Nusa tenggara sebelum resmi terbentuknya struktural Wilayah yang membawahi tingkat Ummil Quro yang sudah ada 3 waktu itu, yaitu; Ummil Quro Sumbawa, Dompu dan Bima serta beberapa Mas’uliyat di bawah masing-masing Ummil Quro tersebut. Dan pada 2003, wilayah ini ditingkatkannya status Koordinator Wilayah menjadi Keamiran Wilayah Nusa tenggara. Dan secara otomatis membutuhkan seorang Amir. Tak butuh lama, Zulkifli Rahmanlah secara aklamasi dipilih sebagai Amir untuk wilayah Nusa Tenggara, dari tahun 2003 hingga sampai menjabat sebagai Amir Daulah Indonesia Bagian Timur.

Di bawah keamiran Zulkifli, pergerakan organisasi Khilafahul Muslimin tidak terlalu menghasilkan sesuatu yang patut dibanggakan. Karena selain, bobrok dalam segi manajemen, para pendiri organisasi tersebut sempat terlibat kasus, sehingga harus mengorban dan menggadaikan ideologi yang diperjuangkannya. Makanya, hari ini, Khilafatul Muslimin mengklaim tidak ingin mengganti sistem negara, tetapi cuma ingin menyatukan ummat muslim di bawah panji kekhilafahan, sebuah sistem monarki yang bertentangang Pancasila di Indonesia.

Menyetarakan Kedudukan Khilafatul Muslimin dengan Qur’an

Tak berhenti di situ, Zulkifli juga sering memberikan wejangan yang berbenturan dengan agama-agama dan ormas lainnya. Bahkan berani menyatakan bahwa Khilafahul Muslimin kedudukannya setara dengan Al-Quran.

Suatu ketika Zulkifli ditanya mengenai kedudukan Khilafatul Muslimin yang ia perjuangkan, mungkinkah itu adalah Khilafah ‘ala Minhajuun Nubuwah sebagaimana yang dinubuwahkan oleh Rasulullah Saw atau tidak, sementara Nabi dan Sahabat sudah tidak ada? Jawaban dari Zulkifli adalah mengutip surat Al-Baqarah ayat 23: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.

Menurut Zulkifli dalam mempercayai Khilafahul Muslimin harus sama dengan mempercayai Al-Qur’an. Jika Al-Quran kehadirannya dipercaya adalah benar, maka Khilafahul Muslimin juga benar yang kebenaran dari Allah Swt. Berikut penjelasannya:

“Begitu juga dengan mempercayai Khilafahul Muslimin, kita meyakini kebenaran sesuai dalil yang sangat jelas yang ada di dalam nash Al Qur’an dan As Sunnah, kita tawarkan kepada seluruh ummat Islam untuk segera bersatu di wadah Al Jamaah/Khilafatul Muslimin ini. Maka ketika mereka masih meragukan akan kebenaran dari Kekhalifahan Islam yang kita perjuangkan ini, maka solusinya sebagaimana keterangan ayat di atas kita “tantang” mereka apakah ada Kekhalifahan Islam yang labih baik yang telah memaklumatkan Kekhalifahan selain Khilafatul Muslimin saat ini, agar kita siap bergabung dengan mereka untuk segera bersatu dan segera menegakan syari’at Islam dibuminya Allah Swt secara kaffah.

Lanjutnya, “Seharusnya ketika kita sepakat bahwa wadah bersatunya ummat Islam tidak ada “khilaf” ulama adalah dalam Kekhalifahan Islam, walaupun masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan, sementara mereka tidak bisa memberikan solusi dan bukti bahwa ada Kekhalifahan lain yang lebih baik dari Khilafatul Muslimin, kenapa mereka tidak segera bergabung untuk bersatu di Khilafatul Muslimin lalu sama-sama kita berjuang untuk memperkuat Kekhalifahan ini”.

Jadi, jika kita baca secara cermat, Zulkifli Rahman, sang Amir Daulah ini terlalu berambisi untuk menegakkan khilafah. Sehingga dengan cara yang beranekamacam ia harus lakukan, meskipun itu bertentangan bahkan dilarang dari agamanya sendiri. Khilafah dalam konteks Indonesia, tidaklah baik, bahkan karena orang memperjuanhkan khilafah ini, orang-orang banyak yang buta akan kenyamanan sistem yang ada saat ini. Bahkan sebagian mereka berakhir dalam pemboman, pembantaian, dan pembunuhan. Jadi, tidak usah percaya kepada ustaz Zulkifli Rahman, meski ia dengan cukup berani mengkalim bahwa Khilafatul Muslimin kedudukannya setara dengan qur’an dan hadis. Aneh bukan?

Advertisements
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman