Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman dan Pandangannya tentang Hak Perempuan dalam Islam

Perjalanan panjang kehidupan seseorang dalam belajar, memperoleh pengetahuan, serta memiliki kecerdasan, tidak berarti sejalan dengan sikap yang ditampilkan untuk memanusiakan perempuan. Argumen di atas sejalan dengan beberapa kasus yang terjadi beberapa belakangan ini, tentang kekerasan seksual yang marak dibicarakan.

 

Setidaknya, dalam beberapa kasus tersebut, pelaku ada yang berasal dari kalangan dosen, aktifis mahasiswa, bahkan guru ngaji yang notabenenya, pemahaman agama dan pengetahuannya, dalam pandangan kita, mereka  justru memiliki pemikiran lebih baik dibandingkan dengan orang lain.

 

Peran penting tokoh agama, khususnya, menjadi role model dalam menciptakan ruang yang aman bagi perempuan, dengan tidak melakukan kekerasan, baik verbal, psikis ataupun fisik. Beberapa waktu lalu yang sempat ramai, Aa Gym, tentang istrinya yang turun mesin.

 

Kalimat tersebut memicu banyak komentar dan gugatan dari pebagai pihak. Mulai dari Komnas Perempuan hingga aktifis-aktifis perempuan yang selalu memperjuangkan hak-hak perempuan. Seandainya kalimat di atas adalah humor belaka, tidak akan ada masalah ketika disampaikan 10 tahun lalu atau bahkan 20 tahun lalu. Namun, ketika disampaikan pada saat ini, disaat kesadaran para perempuan mulai meningkat dan berusaha menciptakan lingkungan yang setara, humor seksi tersebut justru menjadi bumerang bagi usaha yang dilakukan.

 

Apalagi, peran seorang tokoh agama dalam setiap kalimat yang disampaikannya, selalu menjadi panutan bagi orang lain, yakni masyarakat. Bisa kita maknai pula bahwa, tokoh agama juga berperan penting dalam menyampaikan hal baik kepada masyarakat sebagai educator. Maka perjuangan perempuan dalam menciptakan kesetaraan, juga bisa dilakukan oleh tokoh agama. Mulai dari ahli fikih, ustaz, mufassir, dll.

 

Meskipun demikian, kenyataan tersebut tidak lantas menegasikan tokoh yang memiliki konsistensi argumen dan pandangannya tentang perempuan dalam Islam. Salah satu tokoh yang kehadirannya cukup banyak membicarakan perempuan yakni, Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman. Ia merupakan seorang ahli hukum yang berasal dari Karachi, Pakistan.

 

Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman memiliki pandangan sendiri mengenai pelbagai masalah yang bersangkutan dengan perempuan, seperti: perkawinan, perceraian, warisan ataupun pemeliharaan anak. Keilmuan yang dimilikinya bisa dilihat dari karya yang monumental “Fiqh Al-Quran dalam delapan volume. Kitab tersebut ditulis dalam bahasa Urdu dengan gaya tradisional serta memiliki pandangan yang cukup berbeda dengan ulama tradisional dimasanya. Bisa dikatakan, ia adalah seseorang dengan pemikirannya yang progresif dibandingkan pandangan-pandangan lainnya.

 

Pandangan tentang poligami

 

Salah satu pandangannya yang sangat berbeda dari Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman, yakni tentang poligami. Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman sangat menentang poligami. Baginya, penciptaan Adam yang kita ketahui bersama, hanya diciptakan Hawa, tidak lebih dari itu. Ini artinya, satu laki-laki hanya untuk perempuan.

 

Alasan tersebut juga berlandaskan pada Surah An-Nisa (4):1 yang berbunyi Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

 

Ayat tersebut banyak dibacakan melalui khutbah oleh para tokoh agama. Namun, menurut Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman, justru tidak direfleksikan secara mendalam dengan pesan yang ingin disampaikan yakni, satu perempuan untuk satu laki-laki, bukan banyak perempuan untuk satu laki-laki. Tidak hanya itu, ia juga menentang argument setiap orang yang menganjurkan poligami dengan bersandar kepada Rosulullah.

 

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam melakukan poligami, didasarkan kepada alasan peperangan, yang dinikahi adalah janda. Mereka terbunuh di peperangan. Dalam Surah An-Nisa (4): 3 yang berbunyi, Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.

 

Makna yang terdapat pada ayat tersebut, tidaklah merujuk pada mengawini perempuan yang disukai dengan seenaknya, sehingga memutuskan untuk berpoligami. Akan tetapi, menurut Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman,  kata Min al-nisa dan bukan min nisa’in jelas-jelas menunjukkan bahwa Al-Qur’an bermaksud menunjukk pada perempuan yang dianggap yatim dan janda dalam perang.  Sehingga praktik poligami yang dilakukan oleh beberapa orang dengan alasan suka, sangat ditentang oleh Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman.

 

Argumen yang disampaikan oleh Maulana ‘Umar Ahmad ‘Usman menjadi salah satu alternatif jawaban dan upaya dalam menciptakan ruang setara bagi perempuan, yang selama ini diambil oleh beberapa orang sebab mengatasnamakan Islam dalam setiap perilaku.

 

Sejalan dengan itu, Kartini pernah mengatakan bahwa: Agama memang menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang kita lakukan atas nama agama. Agama memang menjauhkan kita dari dosa, tapi berapa banyak dosa yang kita lakukan atas nama agama.Wallahua’lam