Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Ustaz dan PNS dalam Kubangan Terorisme

Mendadak orang dikagetkan dengan tertangkapnya beberapa Aparatur Sipil Negera di Indonesia yang dinyatakan terlibat dalam aksi-aksi terorisme. Mereka yang diandaikan menjadi benteng persatuan tetapi justru menjadi perusak dan pemecah belah bangsa dari dalam.

Diketahui PNS yang menjadi terorisme sungguhlah banyak. Menurut Agus Wedi dalam PNS Teroris dan Kemelut Terorisme di Aparatur Sipil Negara (Harakatuna/21/3/2022) dalam beberapa tahu terakhir ini saja, narapidana terorisme berlatar PNS ada 14 orang. Densus pernah menangkap salah seorang tersangka jaringan teroris Jamaah Islamiyah di Lampung, yang merupakan guru PNS.Ia juga menyatakan bahwa pada Desember 2020, Densus 88 membongkar pusat latihan perang Jamaah Islamiyah di sebuah vila dua lantai di Desa Gintungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Di sini ditemukan ada 12 lokasi latihan perang ditemukan di provinsi ini. Anehnya pula, menurutnya, pelatihan telah dimulai sejak 2011 oleh seorang bernama Joko Priyono alias Karso dan delapan pelatih lain.

Selain itu, para kader merupakan murid pondok pesantren yang terafiliasi dengan Karso. Rata-rata mereka diajak bergabung untuk mengikuti pelatihan selama enam bulan adalah 10 siswa terbaik. ‘Pendidikan’ yang diberikan termasuk bela diri dengan tangan kosong, senjata tajam dan api, menyergap orang, hingga merakit bom (Republika.co.id/15/3/2022). Dari sini melihat bahwa PNS dan lembaga pendidikan di Indonesia dalam kemeleut terorisme. Dan memang jelas bahwa ini adalah ancaman terbesar dalam sejarah terorisme yang ada.Yang lebih membahayakan dalam tahun terakhir, adalah maraknya ustaz-ustaza yang juga menjadi tandem bahkan amir-amir besar dalam aksi terorisme di Indonesia. Mereka bergerak di dalam pengajian ke pengajian yang lain, dalam sikap yang pasif, tetapi memiliki beribu strategi, aksi dan kelicikan yang bombastis.

Strategi ustaz ini memang menjadi penyuluh agama yang bila dilihat sangat taat dalam beragama. Biasanya mereka menguasai intonasi Bahasa yang bagus, tampilan yang kearaban, serta mengusai hadis dan ayat-ayat kunci yang memang menjadi jurus ampuh para amir teroris.

Sejalan dengan itu, menurut BNPT, ustaz-ustaza ini memiliki strategi utama yang tujuannya menghancurkan Indonesia dengan cara menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat. Pertama, mereka mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Strategi itu dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamannya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut. Maka tak heran bila di akar rumput banyak orang yang tidak percaya lagi bahkan cenderung mengkafirkan orang yang menggeluti tradisi-tradisi atau lokalitas budaya leluhurnya.

Biasanya, ustaz-ustaz ini juga memiliki pandangan ekstrem. Setidaknya, menurut Nurwakhid, ada lima indikator untuk melihat seorang penceramah masuk kategori radikal atau tidak. Pertama, mereka mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Strategi itu dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamannya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut. Maka tak heran bila di akar rumput banyak orang yang tidak percaya lagi bahkan cenderung mengkafirkan orang yang menggeluti tradisi-tradisi atau lokalitas budaya leluhurnya.Biasanya, ustaz-ustaz ini juga memiliki pandangan ekstrem. Setidaknya, menurut Nurwakhid, ada lima indikator untuk melihat seorang penceramah masuk kategori radikal atau tidak. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks. Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

Pembaca Harakatuna dalam sejarah hidupnya pasti menemukan ciri-ciri di atas. Hal demikian itulah yang mestinya kita sepakati bahwa ustaz dan PNS yang memiliki kriteria atau ciri bahkan strategi semacam di atas adalah berbahaya bagi kelangsungan hidup kita.Ciri-ciri dan strategi radikal yang dijalankan ustaz radikal dan PNS teroris adalahakar disintegrasi bangsa. Mereka pangkal dari segala konflik keagamaan termasuk pada kehidupan sosial. Dan pembaca Harakatuna pasti sepakat bahwa ustaz dan PNS radikal akan membahwa keburukan, menciptakan kehancuran dan memecah belah keharmonisan. Ustaz dan PNS radikal tidak akan menciptakan kedamaian. Dulu tidak pernah. Kini tidak akan pernah.

Advertisements