Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Hukum Membatalkan Lamaran

UDAH hampir 4 tahun kami pacaran. Tiga bulan lalu kami dilamar atau dikhitbah. Tapi dalam perjalanan menuju penentuan waktu akad nikah, justru kami merasa ketidakcocokan. Akibatnya, khitbah yang pernah kami lakukan bubar. Apa hukum pembatalan khitbah? Dan apakah saya boleh menerima khitbah orang lain dalam waktu yang akan datang?

Jawab

Islam mengatur cukup detail soal pernikahan. Mulai cara meminang hingga aqad nikahnya. Terlebih lagi, Islam secara detail dan rinci mengatur bagaimana mengatur rumah tangganya.

Salah satu tahapan penting dalam pernikahan yang merupakan sunnah Rasul adalah khitbah atau meminang. Bila seorang lelaki berminat menikahi seorang wanita, dianjurkan terlebih dahulu meminangnya. Dia menyatakan secara resmi minatnya yang sungguh-sungguh untuk menikahi wanita yang dilamarnya. Tujuan syariat khitbah telah dijelaskan Rasulullah ﷺ. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabd

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَانْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيَ إِذَارْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ

“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.’”(Riwayat Tirmidzi & Nasa’i).

Para ulama sepakat, setelah khitbah seorang calon mempelai baik lelaki maupun wanita sama-sama memiliki hak untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan atau membatalkannya. Di sini, yang perlu digaris bawahi adalah kesungguhan saat melamar.

Ketika seorang lelaki melamar, dia harus dengan sungguh-sungguh berminat untuk menikahi wanita yang dilamarnya. Tidak coba-coba atau main-main. Pembatalan atas lamaran itu mempunyai efek psikologis yang luar biasa. Ada perasaan kecewa, sakit hati, merasa dipermalukan dan dihina.

Untuk itu, kepada lelaki yang hendak melamar, hendaknya dipikir ulang apakah terdapat kesungguhan untuk menikahi wanita yang hendak dilamarnya. Sebaliknya, kepada wanita yang telah dilamar, berpikirlah berulangkali ketika hendak memutuskan untuk tidak melanjutkan ke jenjang pernikahan.Ingatlah pesan Rasulullah

ﷺإِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!.”(HR: Tirmidzi).

Alasan membatalkan lamaran itu bermacam-macam. Adalah hak bagi Muslimah manapun untuk menerima atau menolak pinangan lelaki manapun.

Tidak ada masalah dengan penolakan ini, asal telah dipikiran matang-matang. Karena pernikahan itu menyangkut masalah agama, bahkan merupakan separuh urusan agama, maka alasan penolakannya juga harus dibenarkan agama.Lalu apa konsekwensi dari penolaknan terhadap pinangan?

Lazimnya, setiap lelaki yang meminang selalu membawa hadiah untuk calon istrinya. Tak sedikit yang memberi hadiah berupa barang berharga, seperti cincin emas atau berlian, selain oleh-oleh makanan dan sebagainya.

Para ulama sepakat bahwa pemberian hadiah tersebut mempunyai motif agar wanita yang dilamarnya bersedia menjadi istrinya. Dalam hal ini, di antara madzhab berbeda pandangan. Menurut Imam Malik, jika yang memutuskan untuk membatalkannya adalah pihak lelaki yang melamarnya, maka segala pemberiannya menjadi milik wanita yang dilamarnya. Tidak perlu dikembalikan.

Akan tetapi jika yang membatalkan pihak wanita yang dilamar, wajib baginya mengembalikan segala bentuk pemberiannya. Jika hadiah pemberiannya itu habis, ia bisa menggantinya dengan uang yang setara.

Adapun Imam Syafi’i berpandangan, segala hadiah tersebut wajib dikembalikan, baik yang membatalkan itu pihak lelaki yang melamar atau wanita yang dilamar.

*Konsultasi diasuh Ustad Abdul Kholiq, lc, M.HI