Setelah merebaknya pemberitaan tentang sedikitnya 21 masjid BUMN menjadi ‘sarang’ penyebaran radikalisme-terorisme beberapa waktu lalu, kini BUMN kembali menjadi sorotan. Seorang terduga teroris ‘siaga operasi’ yang merupakan pegawai PT KAI ditangkap Densus 88 Antiteror Polri.
Jubir Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa tersangka merupakan simpatisan keras yang telah berbai’at kepada Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Dia diduga kuat memiliki senjata rakitan, aktif melakukan propaganda di media sosial, dan tentunya ia memiliki bendera ISIS sebagai pemantik semangatnya untuk ‘berjihad’.
Sudah tidak asing lagi bahwa terorisme-radikalisme sangat cepat merambat, tak terkecuali ke dalam tubuh BUMN sekali pun. Paham yang membahayakan ini tidak hanya meracuni akal individu, melainkan juga seiring berjalannya waktu memangsa banyak khalayak di setiap kalangan. Bukan tidak mungkin, negara sebesar dan sekuat apapun akan tumbang karenanya.
Jika berkaca pada kasus-kasus terorisme-radikalisme terdahulu, penyebaran paham berbahaya ini menjalar melalui masjid-masjid di lingkungan BUMN. Itu artinya, kepengurusan ‘DKM’ masjid-masjid tersebut tidak diarahkan, terlebih diawasi sehingga terkesan ada semacam ketidakpedulian dan pembiaran yang menjadi celah bagi oknum-oknum pegawai untuk dimanfaatkan sebagai ladang ‘kaderisasi teroris istimewa’.
Mereka memiliki kewenangan untuk mengatur pihak yang menjadi pembicara kajian, khatib salat Jumat, muazin, imam, bahkan petugas kebersihan sekali pun. Demikian cara mereka ‘bergerilya’. Imbasnya, masjid-masjid di lingkungan BUMN menjadi pusat penyebaran paham radikalisme-terorisme sekaligus pusat perekrutan para militan.
Mereka Saling Terkoneksi
Usaha untuk membabat habis terorisme-radikalisme di BUMN memang akan sangat sulit. ‘Aktivis-aktivis’ masjid BUMN satu dengan ‘aktivis-aktivis’ BUMN lainnya jelas saling terhubung. Entah dengan cara apa. Mereka memiliki kredo, prinsip, dan tujuan yang sama. Karena itu, penceramah kelompoknya dimungkinkan berceramah di setiap masjid BUMN yang terkoneksi satu sama lain.
Selain kesamaan ideologi, mereka juga terkoneksi karena kesamaan nasib dan latar belakang. Sebagai bukti, terdakwa teroris yang merupakan karyawan PT KAI ini berencana untuk menyerang Mako Brimob Kelapa Dua dengan menguasai gudang persenjataan polisi sebagai amaliyah untuk membebaskan para napiter di sana. Hal ini juga menjadikan koneksi tersebut semakin menguat.
Merangkul Mereka
Diakui atau tidak, sedikit banyak mereka telah keliru dalam memahami beberapa ajaran agama terkait jihad. Mereka tidak memahami konteks pada QS. Al-Baqarah: 191, QS. Al-Maidah: 44, QS. An-Nisa: 76, QS. Al-Anfal: 60, QS. At-Taubah: 5, 29, 36, & 123 dan lainnya yang sejenis. Tugas kyai, ulama, dan ustaz adalah memberikan pemahaman yang utuh nan komprehensif dengan tidak mengesampingkan kelembutan dan keramahan saat menyampaikannya.
Selain dari perspektif teologi, mereka juga harus dirangkul dari sisi konstitusi. Penanganan napiter yang humanis akan memberikan kesan dipedulikan, diayomi, dan diperhatikan. Pelaksanaan dan penguatan program deradikalisasi yang kontinyu tidak hanya bagi mereka yang napiter saja, melainkan pula bagi seluruh karyawan di BUMN, umumnya di setiap instansi pemerintahan. Demikian pula di setiap lingkungan desa dan kelurahan sehingga pendidikan deradikalisasi dapat dirasakan oleh seluruh kalangan.
Tindakan-tindakan yang represif hanya akan membuat mereka yakin dengan klaim benar atas tindakan-tindakannya. Karena itu, mereka akan tertantang untuk melakukan lebih dari apa yang sudah mereka lakukan. Alih-alih membuat mereka kembali pada pemahaman yang benar dan setia pada NKRI, justru membuat mereka hilang arah dan menganggap negara ini tagut selamanya.
Leave a Review