Kabarumat.co – Perkembangan teknologi digital dengan hadirnya media sosial telah memberikan kemudahan pada manusia dalam mendapatkan informasi. Dengan hadirnya media sosial kita dapat mengakses berbagai macam jenis informasi. Baik itu informasi berita, dakwah, teknologi, dan lain sebagainya.
Kemudahan media digital dalam memberikan kecepatan informasi nyatanya dapat menjadi peluang bagi kelompok radikalisme dalam menyebarkan propagandanya di media sosial. Cukup hanya bermodal akun media sosial anonim dan grup media sosial, mereka dapat menyebarkan radikalisme seluas-luasnya ke masyarakat.
Merebaknya pemikiran radikalisme di platform media sosial tentu akan sangat berbahaya bagi generasi anak bangsa khususnya anak muda. Apalagi generasi muda seperti Gen-Z paling banyak mengakses ataupun membaca konten di media sosial. Sehingga berpotensi mereka terpengaruh oleh propaganda yang disebarkan oleh kelompok radikalisme.
Generasi muda merupakan sasaran kelompok radikalisme. Sebab secara kondisi anak muda sangat mudah dicuci otaknya akibat minimnya pengetahuan, kebangsaan, dan agama. Minimnya pengetahuan kebangsaan dan agama disebabkan oleh kurangnya kebiasaan membaca.
Kenapa kurangnya kebiasaan membaca di masyarakat dapat membuat generasi muda terpengaruh oleh propaganda radikalisme?
Perlu disadari bahwa Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara yang minat bacanya kedua paling rendah. UNESCO bahkan mengungkapkan, bahwa minat warga negara Indonesia dalam membaca hanya sebesar 0,001% saja.
Ini artinya dari 1.000 orang, hanya 1 orang saja yang rajin membaca. Fenomena rendahnya minat membaca, tentu bukanlah persoalan yang dapat diremehkan. Sebab tanpa membaca seseorang akan minim secara pengetahuan.
Minimnya pengetahuan akan memengaruhi daya kritis seseorang dalam menilai sebuah informasi. Apakah informasi yang didapatkan benar atau tidak. Jika anak muda tidak mengisi pengetahuannya dengan ilmu agama dan kebangsaan. Tentu pemikiran ideologi radikalisme akan mentah-mentah diterima tanpa adanya sikap kritis.
Melihat fenomena maraknya penyebaran pemikiran radikalisme di media sosial, maka cara melawan pemikiran radikalisme harus dengan membangun kebiasaan membaca.
Menurut KBBI, membaca adalah kegiatan melihat tulisan bacaan atau proses memahami isi teks. Namun istilah membaca tidak hanya dipahami hanya sekedar memahami teks saja. Dalam Al-Qur’an membaca juga bisa dipahami sebagai proses memahami realitas (non-teks). Seperti yang Allah sampaikan dalam QS. al-‘Alaq: 1-5.
Dalam surah al-‘Alaq ayat 1-5 di ayat pertama, Allah menyampaikan istilah iqra’ merupakan kata kerja perintah untuk membaca dalam artian non teks. Sedangkan Masran dikutip Monika (2019) menyebutkan bahwa iqra’ tidak hanya berarti membaca tulisan. Tetapi bisa juga berarti mendalami, meneliti, mengamati, atau memahami fenomena. Baik mencakup fenomena alam atau fenomena sosial yang terjadi.
Nabi Muhammad tidak pandai membaca ataupun menulis. Sehingga ketika ayat ini turun Nabi bukan diperintahkan untuk membaca teks tertulis, tapi membaca realitas kondisi masyarakat Arab jahiliah. Kondisi masyarakat Arab sebelum datangnya Islam telah rusak secara moral dan nilai tauhidnya. Sehingga Nabi Muhammad saat itu diperintahkan membaca realitas kondisi masyarakat yang saat itu menjadikan berhala sebagai Tuhannya.
Dari proses pembacaan yang dilakukan Nabi Muhammad terhadap kondisi masyarakat. Harapannya nabi dapat memiliki kekuatan keimanan, dan kepercayaan yang kuat terhadap Allah. Sebab dari proses pembacaan ini, Nabi akan dibuat sadar kondisi ketuhanan masyarakat saat ini sedang bermasalah. Allah turunkan perintah membaca ini agar Nabi tidak mempercayai Tuhan hanya semata-mata kepercayaan, namun sebagai proses penguatan keyakinan Nabi yang saat itu resah akan siapa Tuhan yang benar.
Dari proses membiasakan membaca baik secara teks ataupun non teks, dapat membuat seseorang memiliki ilmu pengetahuan dan keyakinan yang kuat. Adanya pengetahuan inilah yang dapat membuat kita bisa membedakan mana pemikiran yang benar dan salah. Sehingga jika kita sudah tahu mana pemikiran yang benar maka kita akan memperjuangkan keyakinan tersebut.
Dengan membiasakan membaca kita dapat sadar bahwa pemikiran radikalisme adalah pemikiran yang benar-benar salah. Sebab ketika kita mencoba mendalami realitas informasi yang disampaikan dalam ajaran Islam yaitu Al-Qur’an. Tidak ada satu ayat pun yang mengajarkan manusia untuk berbuat kekerasan. Semua ayat dalam Al-Quran mengajarkan manusia untuk berbuat kebaikkan terhadap sesama manusia lainnya.
Negara Indonesia juga sangat menjunjung tinggi nilai persatuan. Sila ke-3 Pancasila sendiri berbunyi persatuan Indonesia. Bahkan Indonesia sendiri punya filosofi bhineka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda tapi tetap satu. Nilai persatuan ini bisa dipahami bagi mereka yang membaca secara mendalam realitas tentang nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
Mudahnya generasi muda terpengaruh akan propaganda radikalisme disebabkan minimnya membaca secara teks maupun non teks. Kurang membaca tulisan yang berkaitan tentang nilai kebangsaan, dan agama. Serta kurangnya membaca realitas nilai persatuan negara, dan nilai universal ajaran Islam.
Sebagai generasi anak bangsa pentingnya bagi kita untuk membiasakan membaca pengetahuan agama yang banyak. Sehingga kita bisa memahami secara mendalam ajaran Islam yang benar.
Membaca dapat memberikan kita pengetahuan secara mendalam, dan jelas. Adanya pengetahuan agama tersebut bisa menjadi pengetahuan pembanding untuk melawan pemikiran radikalisme.
Tidak hanya membaca tema-tema berkaitan agama. Namun anak-anak muda Indonesia seharusnya juga membiasakan membaca tema tentang nilai-nilai kebangsaan baik secara teks ataupun non teks.
Kondisi generasi muda saat ini minim membaca pengetahuan tentang nilai-nilai kebangsaannya sendiri. Ketika ditanya bagaimana peristiwa sejarah bangsa Indonesia merdeka. Beberapa kalangan anak-anak muda tidak mengetahui secara rinci sejarah tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi Banten yaitu Masmuis Muslim mengatakan, sekarang banyak generasi muda yang tidak tahu sejarah para pejuang yang telah berjasa merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Padahal itu semua sangat penting untuk diketahui. Untuk itulah dengan membaca harapannya dapat menjadikan generasi bangsa ini tidak apatis dan memiliki kecintaan terhadap tanah air. Dengan begitu generasi ini pastinya akan berusaha dan melindungi persatuan bangsa Indonesia dari aksi radikalisme.
Selain itu, kebiasaan membaca juga dapat membuat seseorang kritis dalam menilai sebuah informasi dan bisa memahami realitas informasi tersebut secara mendalam. Terbentuknya proses berpikir krtitis tersebut dapat membuat kita memiliki ide, sudut pandang, dan informasi dari berbagai sumber. Sehingga ketika pembaca mendapatkan konten yang mengandung propaganda radikalisme, ia tidak langsung menelan mentah-mentah. Dia akan mempertimbangan dan mempertanyakan konten tersebut dari berbagai perspektif.
Dengan membaca kita akan terbiasa melatih daya kritis, berpikir secara rasional, dan memahami pengetahuan secara mendalam. Hingga terbentuk sebuah keyakinan yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda radikalisme.
Lantas apakah kita hari ini masih malas untuk membaca? Membiarkan diri terpengaruh propaganda dan tersesat kepada ideologi radikal yang dilarang oleh agama dan negara? Maka dari itu, marilah untuk memperkaya pengetahuan kita dengan membangun kebiasaan membaca mulai sekarang.
Leave a Review